Mohon tunggu...
Gitanyali Ratitia
Gitanyali Ratitia Mohon Tunggu... Wiraswasta - Pemilik SPA dan Healing Therapy di Jerman

53 yrs old Mom with 3 kids, Fans of Marilyn Monroe, Jazz & Metallica , Bali - Java Wellness & Healing di Jerman, Positive thinker, Survival. Reiki Teacher, Angelic healer, Herbalis. I’m not the girl next door, I’m not a goody goody, but I think I’m human and I original. Life Is beautiful but sometimes A Bitch and someday It F***s You In The Ass but heeey dude! be positive.

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Artikel Utama

Ketika Si Bungsu Diolok-olok Anak Jerman "Chinesische Kackwurst"

26 Februari 2015   11:21 Diperbarui: 17 Juni 2015   10:29 1192
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
14249478691314509722

[caption id="attachment_399732" align="aligncenter" width="560" caption="Ilustrasi Bully (http://www.endbullying.org.uk/)"][/caption]

"When attempting to correct so many generations of bad faith and cruelty operating in classroom and society, you will meet the most fantastic, brutal, determined resistance. There is no need in pretending this will not happen." (Baldwin, p.185)

Kemarin kami mendapatkan telpon kira-kira jam 2.45 sore, karena saya sedang mencoba resep baru dan tangan masih berlumuran dengan tepung, maka saya berteriak supaya telpon diangkat oleh si Bapak yang sedang di kamar mandi. Seperti biasanya saya tidak paham dengan perbincangan itu, selain saya memang bodoh berbahasa Jerman, juga karena kedengaran suara si Bapak seperti orang berguman saja.

"Ja, alles klar, danke" katanya.

Tahu-tahu telpon sudah ditutup dan "tschüss" (bye-bye) kata si Bapak mengakhiri telpon.

"Si Ray harus segera di jemput karena excited di sekolah", kata si Bapak lagi.

"Ya excited nya apa, karena apa? , memukul temannya? atau kena pukul atau bermain dengan kasar? tanya saya dengan agak kawatir.

Dalam hati sudah membayangkan jangan-jangan anak saya nakal dan memukul temannya, aduuuh jangan deh nak. Tetapi suami satu ini benar-benar bungkam seribu basa tidak mau mengatakan apa-apa, malah saya disuruh cepat-cepat sendiri saja ke sekolah menjemput si bungsu. Tidak biasanya dia begini, seperti ada sesuatu yang disembunyikan batin saya lagi.

Jarak Sekolah yang dekat serasa sangat jauh, saya percepat jalan saya di tengah dingin yang menerpa, hmmmm 6 derajat. 10 menitan saya sudah sampai di sekolah si bungsu.

Kulihat si bungsu sedang menangis sesenggukan di bangkunya, Frau Horn si pendamping di Schulhort duduk di sebelahnya. Tentu saja jam segini guru sekolah sudah pada pulang dan diganti dengan Schulhort yang mendampingi si anak-anak sampai orang tua datang menjemput. Si kecil biasa saya jemput jam 4 sore setelah pekerjaan selesai tentunya.

Dengan terbata-bata dan rada-rada ada perasaan takut atau tidak enak hati si Frau Horn mengatakan bahwa anak saya diejek 2 temannya. Saya mengatakan kalau saling mengejek sih biasanya anak saya tidak akan menangis seperti itu, pasti ada sesuatu yang membuat dia sedih. Apa itu tanya saya. Si Frau Horn  mengatakan bahwa si pengejek hanya mengatakan Chinesische Reis (Beras China) ke anak saya. Lah kalau cuman dibilang begitu kenapa nangis khan bagus tuh dibilang beras China, bisa dimakan kenyang kata saya kepada Ray. Si bungsu malah tambah nangis.

Kemudian saya mendekap anak saya dan bertanya pelan-pelan apa yang dikatakan temannya sampai dia begitu sedih.

Ternyata dua anak itu mengata-ngatai anak saya, Chinesische Reis, Chinesische kackwurst (kotoran), mereka juga mengatakan anak saya China kotor dan hanya makan nasi kotor. Oalah! pantas dia begitu sedih!

"Tentu saja saya sedih, karena mereka begitu menyakiti hati saya, hati saya sakit sekali, kalau hati saya sakit nanti saya jatuh sakit dan bisa mati"

Aduh trenyuhnya saya dengan kata-kata si bungsu yang belum genap berusia 8 tahun ini.

Di rumah saya segera menekankan pengertian kepadanya bahwa kata-kata temannya itu tidak benar, memang sangat menyakitkan tetapi tidak semua anak Jerman begitu. Its okay kalau sakit hati dan membuat dirinya menangis. Yang penting apapun yang terjadi harus dilaporkan ke guru dan orang tua. Jangan menunggu sampai ada kekasaran dilakukan teman-temannya.

Saya menjadi tahu mengapa suami saya tidak mau menjabarkan apa yang terjadi tadi, oh ternyata dia merasa kikuk, canggung dan tidak enak kepada saya. Hal penting dan issue yang selalu dihindari suami adalah rasis, nah tiba-tiba ada anak Jerman yang "rasis" kepada Ray tentu saja dia merasa canggung sendiri. Sebegitukah?.

Pun begitu karena yang mengatakan adalah anak-anak, saya tidak akan terlalu tergesa-gesa mengambil kesimpulan bahwa kata-kata tersebut termasuk rasis. Mungkin anak-anak tersebut tidak tahu bahwa kata-katanya menyakitkan orang lain, atau mungkin anak-anak itu mendengar kata-kata ini dari orang tuanya, dari orang dewasa atau dari mana saja, kemudian kata-kata tersebut langsung ditelan mentah-mentah, secara kebetulan dikeluarkan ke hadapan Ray. Dan tragisnya lagi Ray adalah satu-satunya orang Asia di sekolah ini. Nasib. Trenyuhnya si bungsu menjadi minoritas di sini.

Semalaman saya berdiskusi panjang lebar dengan suami tentang hal ini, why? tanya saya. Kalau anak-anak Jerman mengatakan hal menyakitkan itu terhadap si Ray apakah normal?. Ya namanya anak-anak mungkin cuman bercanda saja kata suami. Tetapi ini bukan sesuatu yag mesti di "bercanda" kan bukan?. Kalau tidak dikoreksi bagaimana nanti anak-anak begini akan tumbuh besar, dewasa dan menjadi orang-orang rasis terhadap orang lain yang berbeda bangsa, beda agama dan beda warna kulit dan berbeda segalanya. Memang anak saya Chinese so what?. Suami  hanya diam seribu basa. Ngalah seperti biasanya.

Besoknya saya mengantar si kecil ke sekolah dan sengaja menunggu gurunya datang. Seperti biasa dia hanya menyapa saya Guten tag. Segera saya gunakan kesempatan ini untuk mengatakan kejadian kemarin siang setelah jam sekolah usai.

Frau Hosp Guru kelas anak saya langsung marah-marah dan memanggil Stanley si anak yang mengatai-ngatai tersebut dihadapan saya (kebetulan teman satunya lagi namanya David tetapi lain kelas, jadi saya tidak tahu dengan anak yang ini), aduh galak bener ibu gurunya. Saya terus terang kaget tidak mengira si Stanley akan dimarahi habis-habisan di depan saya, kemudian disuruh ke atas ke kantor guru. Saya hanya bisa mengucapkan terima kasih dan mengatakan ke Frau Hosp supaya kejadian ini jangan terulang lagi. Begitu juga si ibu guru mengatakan bahwasanya kata-kata menyakitkan seperti ini tidak akan di biarkan dan harus dikoreksi. Saya manggut-manggut dan setuju.

Kemudian si Ibu guru mengelus-ngelus kepala anak saya dan mengatakan bahwasanya dia aman di sekolah ini. Tentu saja mendapatkan guru yang cepat tanggap seperti ini saya merasa sedikit tenang.

Sebenarnya setelah kejadian kemarin saya merasa was-was untuk melanjutkan pendidikan dan kehidupan si bungsu di sini. Sempat berpikir untuk mengepak barang saya dan pulang kembali ke Singapore, negara dimana anak saya berasal. Tetapi tidak segampang itu kan hidup? banyak yang harus dipertimbangkan. Termasuk secuil hati yang pasti akan tersayat-sayat.

Saya juga bertanya-tanya kepada kawan yang sudah lama di Jerman, apa anaknya pernah merasakan seperti yang menimpa Ray. Ternyata dari semua yang saya tanya anak-anak mereka pernah mengalami masalah yang sama. Padahal lucunya lagi kebanyakan anak kawan saya tersebut berayahkan orang Jerman, malah anaknya sering diejek-ejek schlittauge (sipit), Japse (Nipon Jepang) kalau saja Hitler masih hidup pasti di gas dll. Itulah sebagian ejekan anak-anak Jerman. Heran ya. Masih saja ada hal-hal aneh seperti ini. Bodoh banget, padahal Jepang khan sekutu Jerman hehehheheh.

Terus bagaimana cara untuk menghadapi rasis di sekolah?. Menurut saya pertama sekali yang harus dilakukan adalah melaporkan kepada guru. Kedua tentu saja kepada orang tua. Dan orang tua juga harus tahu memonitor anak-anaknya akan kelainan sikap si anak. Biasanya si anak yang stress, tertekan atau depresi akan berubah sifatnya. Misalnya tiba-tiba marah gak karu-karuan, tidak ada nafsu makan, membanting barang-barang, suka termenung, malas ke sekolah dll. Ketiga bekali anak dengan ilmu bela diri . Saya pribadi mulai besok akan memasukkan anak saya ke salah satu klub beladiri di Magdeburg. Membekali ilmu beladiri bukan bermaksud untuk jagoan dan sok-sokan tetapi lebih kepada self defense dan membangun rasa percaya diri anak.

Nah kalau orang tua mengetahui ada perubahan pada anak-anaknya seperti di atas, mohon di awasi dan bicarakan dari hati ke hati dengan si anak tentang apa yang terjadi. Beruntung anak saya tipe yang extrovert, jadi ada masalah apa saja sampai perasaannya akan diceritakan semua ke Maminya. Bahkan sampai hati yang sakit saja dijabarkan dengan clear oleh anak saya.

Nah bagi anak-anak yang bertipe sebaliknya atau introvert sebaiknya orang tua mengawasinya, mungkin anak akan merasa takut dan cemas untuk mengatakannya kepada orang tua dan guru, jadi tugas kitalah orang tua yang mesti mengetahui apa yang terjadi dan mencermati perubahan-perubahan pada anak kita sebelum terlambat.

Nah coba mari kita renungkan kata-kata di bawah ini:

"It is your responsibility to change society if you think of yourself as an educated person." (Baldwin, p.190)

Happy Parenting.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun