Mohon tunggu...
Gitanyali Ratitia
Gitanyali Ratitia Mohon Tunggu... Wiraswasta - Pemilik SPA dan Healing Therapy di Jerman

53 yrs old Mom with 3 kids, Fans of Marilyn Monroe, Jazz & Metallica , Bali - Java Wellness & Healing di Jerman, Positive thinker, Survival. Reiki Teacher, Angelic healer, Herbalis. I’m not the girl next door, I’m not a goody goody, but I think I’m human and I original. Life Is beautiful but sometimes A Bitch and someday It F***s You In The Ass but heeey dude! be positive.

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Artikel Utama

Ketika Si Bungsu Diolok-olok Anak Jerman "Chinesische Kackwurst"

26 Februari 2015   11:21 Diperbarui: 17 Juni 2015   10:29 1192
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
14249478691314509722

Kemudian saya mendekap anak saya dan bertanya pelan-pelan apa yang dikatakan temannya sampai dia begitu sedih.

Ternyata dua anak itu mengata-ngatai anak saya, Chinesische Reis, Chinesische kackwurst (kotoran), mereka juga mengatakan anak saya China kotor dan hanya makan nasi kotor. Oalah! pantas dia begitu sedih!

"Tentu saja saya sedih, karena mereka begitu menyakiti hati saya, hati saya sakit sekali, kalau hati saya sakit nanti saya jatuh sakit dan bisa mati"

Aduh trenyuhnya saya dengan kata-kata si bungsu yang belum genap berusia 8 tahun ini.

Di rumah saya segera menekankan pengertian kepadanya bahwa kata-kata temannya itu tidak benar, memang sangat menyakitkan tetapi tidak semua anak Jerman begitu. Its okay kalau sakit hati dan membuat dirinya menangis. Yang penting apapun yang terjadi harus dilaporkan ke guru dan orang tua. Jangan menunggu sampai ada kekasaran dilakukan teman-temannya.

Saya menjadi tahu mengapa suami saya tidak mau menjabarkan apa yang terjadi tadi, oh ternyata dia merasa kikuk, canggung dan tidak enak kepada saya. Hal penting dan issue yang selalu dihindari suami adalah rasis, nah tiba-tiba ada anak Jerman yang "rasis" kepada Ray tentu saja dia merasa canggung sendiri. Sebegitukah?.

Pun begitu karena yang mengatakan adalah anak-anak, saya tidak akan terlalu tergesa-gesa mengambil kesimpulan bahwa kata-kata tersebut termasuk rasis. Mungkin anak-anak tersebut tidak tahu bahwa kata-katanya menyakitkan orang lain, atau mungkin anak-anak itu mendengar kata-kata ini dari orang tuanya, dari orang dewasa atau dari mana saja, kemudian kata-kata tersebut langsung ditelan mentah-mentah, secara kebetulan dikeluarkan ke hadapan Ray. Dan tragisnya lagi Ray adalah satu-satunya orang Asia di sekolah ini. Nasib. Trenyuhnya si bungsu menjadi minoritas di sini.

Semalaman saya berdiskusi panjang lebar dengan suami tentang hal ini, why? tanya saya. Kalau anak-anak Jerman mengatakan hal menyakitkan itu terhadap si Ray apakah normal?. Ya namanya anak-anak mungkin cuman bercanda saja kata suami. Tetapi ini bukan sesuatu yag mesti di "bercanda" kan bukan?. Kalau tidak dikoreksi bagaimana nanti anak-anak begini akan tumbuh besar, dewasa dan menjadi orang-orang rasis terhadap orang lain yang berbeda bangsa, beda agama dan beda warna kulit dan berbeda segalanya. Memang anak saya Chinese so what?. Suami  hanya diam seribu basa. Ngalah seperti biasanya.

Besoknya saya mengantar si kecil ke sekolah dan sengaja menunggu gurunya datang. Seperti biasa dia hanya menyapa saya Guten tag. Segera saya gunakan kesempatan ini untuk mengatakan kejadian kemarin siang setelah jam sekolah usai.

Frau Hosp Guru kelas anak saya langsung marah-marah dan memanggil Stanley si anak yang mengatai-ngatai tersebut dihadapan saya (kebetulan teman satunya lagi namanya David tetapi lain kelas, jadi saya tidak tahu dengan anak yang ini), aduh galak bener ibu gurunya. Saya terus terang kaget tidak mengira si Stanley akan dimarahi habis-habisan di depan saya, kemudian disuruh ke atas ke kantor guru. Saya hanya bisa mengucapkan terima kasih dan mengatakan ke Frau Hosp supaya kejadian ini jangan terulang lagi. Begitu juga si ibu guru mengatakan bahwasanya kata-kata menyakitkan seperti ini tidak akan di biarkan dan harus dikoreksi. Saya manggut-manggut dan setuju.

Kemudian si Ibu guru mengelus-ngelus kepala anak saya dan mengatakan bahwasanya dia aman di sekolah ini. Tentu saja mendapatkan guru yang cepat tanggap seperti ini saya merasa sedikit tenang.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun