Setiap penulis tentu pernah mendengar istilah swasunting. Swasunting atau disebut juga self-editing merupakan proses yang dilakukan penulis untuk meningkatkan kualitas dan kredibilitas tulisannya sebelum dipublikasikan.
Istilah "swasunting" berasal dari kata bahasa Inggris "self-edit" dan merupakan calque dari kata bahasa Indonesia: "swa-sunting".
Dalam perkembangan informasi digital, seni swasunting menjadi fondasi yang krusial dalam membentuk kualitas dan daya saing suatu karya tulis.
Proses swasunting bukan hanya sekadar memperbaiki kesalahan tata bahasa namun berupaya menonjolkan eksistensi karya tulis tersebut.
Memikat pembaca menjadi tujuan dalam seni swasunting.
Seorang penulis dituntut untuk memahami konteks dan aspek-aspek teknis.
Memahami konteks keseluruhan tulisan mencakup tujuan penulisan, audiens yang dituju, dan pesan yang ingin disampaikan.
Sedang aspek teknis, meliputi ejaan, bahasa baku, dan sejenisnya.
Lalu, bagaimana proses swasunting?
Memperhatikan bahasa yang digunakan dalam sebuah tulisan untuk memastikannya jelas, ringkas, dan konsisten. Jauhi penggunaan kata ambigu atau bertele-tele.
Meningkatkan kejelasan dan efektifitas tulisan, sehingga memudahkan pembaca memahami pesannya.
Sebagai bentuk penyuntingan, swasunting membantu meminimalkan kesalahan dalam penulisan, seperti kesalahan tata bahasa, kesalahan tanda baca, atau ketidakkonsistenan gaya.
Secara umum, ada beberapa jenis kesalahan penulisan.
Tipo, yaitu kesalahan tipografi, galat tipografi, atau salah tik (disingkat saltik). Biasanya terjadi jika penulis dikerjar tenggat waktu publikasi.
Kesalahan fonetik dalam berbahasa, merujuk pada pelafalan, ejaan dan tanda baca.
Kesalahan fonetik penulisan dapat terjadi dalam berbagai bentuk, seperti kesalahan ejaan, pengulangan kalimat, penggunaan bahasa bertele-tele, kurang konsistensi gaya penulisan, dan kurangnya sumber literatur.
Kesalahan morfologi adalah kesalahan dalam memilih diksi, imbuhan, istilah asing atau kata majemuk.
Terakhir, kesalahan sintaksis yaitu kesalahan penulisan struktur frasa, klausa, atau kalimat, serta ketidaktepatan pemakaian partikel.
Selain mengurangi kesalahan tersebut, seperti yang sudah disampaikan, proses swasunting konten digital bertujuan untuk meningkatkan indeks pembaca.
Jadi ada beberapa hal lain yang perlu dipahami penulis konten digital selama proses swasunting.
Meningkatkan Kualitas Konten: Swasunting berperan sebagai kunci dalam meningkatkan kualitas dan kejelasan konten. Proses ini membuat tulisan lebih profesional dan mudah dipahami oleh pembaca.
Peningkatan SEO: Melalui optimasi kata kunci dan perbaikan struktur kalimat, swasunting dapat berkontribusi pada peningkatan peringkat konten di mesin pencari.
Menjaga Kredibilitas: Swasunting menjadi penjaga kredibilitas penulis dan pihak publikasi dengan memastikan bahwa informasi yang disampaikan akurat dan dapat dipercaya.
Ketepatan dan Konsistensi: Dengan seni swasunting, tulisan menjadi lebih akurat, konsisten, dan tepat sasaran. Meningkatkan daya serap pembaca terhadap pesan yang ingin disampaikan.
Swasunting adalah langkah terakhir dalam proses penulisan, memastikan bahwa tulisan sudah dipoles dan bebas dari kesalahan sebelum dipublikasikan.
Swasunting bukan sekadar pekerjaan teknis, melainkan seni yang melibatkan pemahaman mendalam terhadap konten dan audiens.
Di tengah era digital yang dipenuhi dengan konten, seni swasunting memberikan kelebihan kompetitif yang tak ternilai.
Meningkatkan kualitas tulisan melalui seni swasunting bukan hanya suatu keharusan, melainkan juga investasi dalam menciptakan dampak positif di dunia maya yang begitu dinamis ini.
Dalam masyarakat yang semakin terhubung secara digital, seni swasunting menjadi penentu utama dalam mencapai dan mempertahankan keunggulan komunikatif dan informatif.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H