[caption caption="Kompas.com"][/caption]
Kejaksaan Agung (Kejagung) mulai turun tangan mengusut kasus pencatutan nama Presiden Jokowi dan Wakil Presiden Jusuf Kalla terkait perpanjangan kontrak PT Freeport Indonesia.
Hal ini menuai kritik dari "Politisi Kembar Siam Tidak Identik" Wakil Ketua DPR RI dari Partai Gerindra Fadli Zon dan Wakil Ketua DPR RI dari Partai Keadilan Sejahtera Fahri Hamzah.
"Politisi Kembar Siam Tidak Identik" ini dikenal publik karena sering melontarkan kritikan-kritikan yang pedas kepada Presiden Jokowi (Pemerintah) sehingga kesan "Keras" pun melekat pada dua Anggota Dewan ini. Namun bila dikaji lebih jauh kesan "Keras" tadi kurang tepat mengingat kritikan mereka cenderung ngawur, tidak pada tempatnya, asal ngoceh, cuap-cuap saja, dan seterusnya.
Kesan "Keras"nya pun berganti menjadi "Kocak atau "Lucu".
Terkait langkah Kejagung di atas tadi kritikan Fadli Zon seperti ini. "Ini Jaksa Agung (HM Prasetyo) politis, bukan yang mau menegakkan hukum. Segala sesuatunya bermuatan politis,". Menurut pendapatnya tidak ada yang salah dengan pertemuan antara Setya Novanto, Riza Chalid, dan Direktur PT Freeport Indonesia Maroef Sjamsoeddin.
"Permufakatan jahat apa? Cuma ngobrol-ngobrol saja,", katanya.Â
Kesan "Keras" dari pernyataan sebelumnya menjadi luntur karena logika Fadli Zon seperti jalan di tempat. Tiga orang yang berstatus berbeda, bukan rakyat biasa yang bertemu di sebuah tempat yang cukup mewah, tapi hanya ngobrol-ngobrol saja yang tidak menghasilkan uang. Secara tidak langsung Fadli Zon menuduh ketiga orang tersebut seperti penganggur. Seharusnya Menteri Tenaga Kerja segera mencatat, karena sudah bertambah tiga orang penganggur di negeri ini.
Lain lagi halnya dengan ocehan atau pernyataan dari Fahri Hamzah. "Tolong lah, Jaksa Agung jangan bermain politik,". Selain itu Fahri Hamzah mengatakan, "Jaksa Agung itu sudah disebut dalam kasus bansos dan dia seorang politisi. Saya kasihan dengan 7000 jaksa profesional kalau Jaksa Agungnya seperti ini,".Â