Mohon tunggu...
Gitakara Ardhytama
Gitakara Ardhytama Mohon Tunggu... Penulis - Penulis

Sedikit bicara, banyak menulis.

Selanjutnya

Tutup

Lyfe Artikel Utama

Mengapa Sebaiknya Jangan Meminta Oleh-oleh pada Teman yang Sedang Liburan

23 November 2023   21:25 Diperbarui: 25 November 2023   09:22 756
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi Orang yang Sedang Mempersiapkan Keperluan Liburan. (Photo by Anete Lsia on Unsplash)

"Wah, mau jalan-jalan nih. Jangan lupa ya oleh-olehnya."

Kita semua pasti pernah mendengar kalimat semacam itu dari saudara, keluarga, teman, atau tetangga kita yang tahu bahwa kita akan pergi ke suatu tempat untuk berlibur. Kalimat ini seolah jadi basa-basi paling umum yang akan kita dengar dari orang-orang sekitar kita yang mungkin sudah mengenal kita dengan akrab ya.

Saya sendiri adalah orang yang lumayan sering berlibur, baik liburan tahunan atau yang paling sering saya berlibur sekaligus menengok keadaan adik saya yang kebetulan sedang berkuliah di salah satu universitas di Jogjakarta. Ya, selain terkenal sebagai kota pelajar, Jogja tentu terkenal dengan beberapa spot wisatanya yang sudah cukup melegenda.

Keadaan saya itu membuat saya sering sekali mendengar orang-orang di sekitar saya berkata demikian, seperti kalimat pembuka artikel ini tadi. Tetapi pada artikel ini saya ingin mengajak kita semua yang membaca artikel ini untuk berhenti berbasa-basi seperti itu. Kenapa? Nanti akan saya jelaskan alasannya.

"Tapi kan itu cuma bercanda kali, santai sedikit kenapa sih.. Lagian mereka juga paling minta oleh-oleh yang harganya nggak seberapa ini."

Mungkin beberapa yang membaca tulisan ini akan berkata demikian di dalam hatinya. Ya, saya memang sudah tahu dan sudah memperkirakan bahwa akan ada yang berkata demikian pada saya saat membaca tulisan saya ini. Tetapi, saya mau katakan, mari baca dahulu opini saya kali ini.Renungkan setiap kalimat, refleksikan ke dalam pemahaman Anda masing-masing. Setelah membaca sampai selesai, silahkan tentukan sikap Anda kemudian.

Jadi, mengapa menurut saya kebiasaan titip oleh-oleh ini harus kita hentikan? Ada beberapa alasan yang membuat saya berpikir bahwa sebaiknya kita harus menghentikan budaya basa basi titip oleh-oleh ini:

Membebani Anggaran Liburan

Liburan itu tentu tidak murah. Kita harus memikirkan biaya transportasi, jika kita tidak naik kendaraan pribadi. Jika pun memutuskan untuk liburan dengan kendaraan pribadi, kita harus memikirkan biaya bahan bakar, biaya servis sebelum berangkat, atau mungkin biaya lemburan untuk sopir Anda jika memang Anda memutuskan untuk menggunakan sopir pribadi untuk mengantar Anda berlibur.

Itu baru dari satu sisi, biaya transportasi. Belum lagi biaya makan, biaya susu atau diapers ekstra jika Anda memiliki anak balita. Banyak biaya yang bisa mempengaruhi besaran budgeting sebuah kegiatan liburan. Apalagi biaya transportasi massal jarak jauh yang biasa dipakai liburan, macam kereta api, kapal laut, dan atau tiket pesawat, sekarang tidak lagi semurah sebelum pandemi.

Anda tahu tidak bahwa kalau Anda bepergian naik pesawat, ada batasan maksimal berat dan dimensi bawaan yang dikenakan maskapai kepada seluruh penumpangnya. Nah, jika bawaan Anda melebihi batasan yang diperkenankan oleh maskapai untuk setiap penumpangnya, Anda dikenakan biaya tambahan lagi untuk kelebihan bawaan Anda tadi.

Lalu, dengan entengnya orang lain yang mentang-mentang kenal dengan kita meminta 'jatah' dari liburan kita? Mbok ya empatinya itu dipekakan sedikit, gitu lho. Kan Anda tidak diajak di dalam kegiatan liburan ini, lalu kenapa seolah-olah Anda merasa memiliki hak untuk ikut merasakan 'sisa-sisa' dari perjalanan liburan kami?

Jikapun tetangga kita yang sedang liburan ini termasuk orang yang 'berada' tetapi bukankah mereka juga tetap bisa terbebani jika harus mengeluarkan biaya ekstra untuk memenuhi keinginan Anda? Bukankah mereka juga masih memliki kebutuhan lain setelah mereka pulang dari liburan ini? Masa iya kita mau memotong uang belanja mereka hanya untuk membelikan kita sebuah atau dua buah oleh-oleh?

Tidak Semua Orang Senang Berbelanja Saat Liburan

Nah, ini masih ada hubungannya dengan alasan yang pertama tadi. Ada lho orang yang malas membeli oleh-oleh itu bukan hanya karena tidak mau anggarannya membengkak, tetapi memang karena mereka tidak mau atau tidak suka berbelanja sesuatu saat liburan.

Ya, ada orang-orang yang 'menyimpan' kenang-kenangan liburan mereka tidak hanya dari oleh-oleh atau benda yang mereka beli dari tempat yang sudah mereka kunjungi, bahkan tidak juga untuk mengabadikannya dalam sebuah foto.

Ada tipe-tipe orang yang hanya ingin mengunjungi sebuah tempat dan menyimpan kenangan jalan-jalan liburan mereka itu di dalam kepala mereka saja. Saya termasuk orang yang seperti itu. Saya orang yang paling sedikit memiliki foto-foto dokumentasi perjalanan liburan-liburan saya dibandingkan anggota keluarga saya yang lainnya.

Saya bahkan paling malas jika harus mengunjungi sebuah pasar wisata yang terlalu ramai. Saya pernah pada suatu liburan pribadi, hanya tiduran di dalam kamar hotel dari pagi sampai malam hari. Kebetulan kamar hotel yang saya pesan saat itu suasananya nyaman dan tenang, saya jadi merasa malas untuk sekedar keluar dan bahkan membeli oleh-oleh.

Jadi, jika teman atau saudara yang kita titipi oleh-oleh itu adalah tipikal orang-orang yang demikian, apa kita tidak malah merepotkan mereka dengan menitipi oleh-oleh kepada mereka? Mengingat hampir semua item-item yang diberi label "oleh-oleh" itu tidaklah murah, tidak semua orang lho suka dengan kegiatan tawar menawar di pasar wisata atau tempat-tempat semacam itu.

Waktu Liburan yang Terbatas

Membeli oleh-oleh itu berarti kita harus menyediakan waktu untuk menuju ke tempat yang menjual oleh-oleh, memilih-milih, menawar-nawar harga jika dimungkinkan, dan menerobos kerumunan orang-orang yang juga ingin membeli oleh-oleh jika tempatnya sangat ramai.

Kegiatan spending more times there itu akan mungkin kita lakukan jika kita berlibur dalam jangka waku yang lama. Lha kalau waktunya sempit, padat? Misalnya kita liburan itu sekaligus mengurusi kerjaan, katakanlah kita nyambi di sela-sela perjalanan dinas luar, yang mana mungkin porsi waktu untuk liburannya pun tidak sebanyak waktu bekerjanya.

Atau mungkin bagi orang yang berlibur itu dalam rangkat mengikuti paket tur yang kemungkinan jadwalnya juga sangat padat, bagaimana? Jangankan untuk memikirkan oleh-oleh Anda, tidak tertinggal rombongan saja mungkin baginya sudah sebuah kelegaan tersendiri.

Jangan membuat orang-orang yang berlibur dengan waktu yang terbatas ini semakin terbebani hanya untuk membelikan Anda satu atau dua kantong oleh-oleh. Bisa saja di balik kantong oleh-oleh yang Anda terima itu ada waktu-waktu liburannya yang terpaksa harus ia relakan hanya untuk, lagi-lagi, membelikan Anda satu atau dua kantong oleh-oleh.

Ada Keluarga yang Lebih Berhak Menerima Oleh-oleh

Ya, diantara orang-orang yang tadi saya sebutkan kadang seenak jidatnya minta oleh-oleh karena tahu kita akan liburan itu, ada keluarga yang mungkin masih pantaslah saya rasa, jika memang mereka kita berikan oleh-oleh dari liburan kita kemarin.

Katakanlah mungkin Anda belum menikah, masih tinggal bersama orangtua. Kemudian Anda sekeluarga harus pergi berlibur tanpa adik atau kakak Anda bisa ikut karena jadwal libur mereka yang mungkin berbeda sendiri dengan jadwal libur Anda sekeluarga. Maka orang pertama yang harus Anda pikirkan untuk diberi oleh-oleh yang banyak dari liburan Anda ya pasti keluarga Anda itu, bukan?

Lalu buat apa Anda memikirkan permintaan-permintaan tetangga, atau pak RT, atau mungkin satpam komplek di depan gerbang komplek Anda. Mereka bukanlah prioritas dalam kegiatan liburan Anda.

Nah, sebagai orang asing yang bukan siapa-siapanya, seharusnya kita sadari itu ketika melihat tetangga atau rekan kerja kita berlibur bersama keluarganya. Mereka pasti memiliki orang lain di dalam keluarga mereka yang mungkin lebih pantas diberi oleh-oleh. Apalagi jika ternyata saudara mereka di rumah banyak yang tidak bisa mengikuti liburan keluarga itu dan harus menjaga rumah, bukankah menitipi mereka oleh-oleh hanya akan membebani mereka saja.

Malu dengan Budaya Meminta-minta

Apakah budaya seperti itu bisa dikategorikan sebagai budaya minta-minta? Ya, menurut saya iya. Jikapun itu hanya bercanda, seperti kalimat bantahan di awal tadi, menurut saya itu candaan yang kurang etis untuk dikatakan kepada orang yang bukan keluargamu.

Saya rasa tidak perlu saya panjang lebar untuk menjelaskan mengapa kita harus meninggalkan budaya meminta-minta seperti ini.

"Tangan di atas lebih baik daripada tangan di bawah, kan?"

Sebenarnya, bukan tidak boleh jika kita menerima oleh-oleh dari saudara, kerabat, rekan kerja, atau tetangga kita yang pulang dari berlibur. Boleh-boleh saja, TAPI jika itu memang murni diberikan karena mereka ingin memberi kita dan bukan karena kita yang memintanya.

Alih-alih meminta oleh-oleh, kita justru bisa memberikan atau menawarkan bantuan untuk dengan sukarela memperhatikan keadaan rumah tetangga atau teman kita yang ditinggalkan liburan. Atau kita bisa bantu mereka sekedar mengantar mereka ke terminal atau bandara, jika memang memungkinkan.

Tentu jangan pernah berharap balasan ya. Lakukan semuanya dengan ikhlas. Toh kalau mereka melihat dan merasakan ketulusan dan kebaikan kita, mereka juga akan merasa tenang dan nyaman tinggal dan meninggalkan rumah mereka dengan kehadiran kita, kan.

Jika memang tiba-tiba kita diberi oleh-oleh, dan bukan karena titipan kita, maka terimalah. Hargai mereka yang memberi kita karena kerelaan hatinya dan bukan karena keterpaksaan akibat pesanan. Terima dengan baik dan ucapkan terima kasih dengan baik, sembari kita mengingat-ingat pemberiannya untuk kemudian mungkin kita bisa membalasnya suatu hari nanti jika kita liburan juga.

Tetapi setelah memberi, usahakan jangan diingat-ingat ya.

Cukup yang kita terima yang kita ingat-ingat, bukan apa yang kita berikan yang harus terus kita ingat-ingat.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Lyfe Selengkapnya
Lihat Lyfe Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun