Saya menggunakan istilah glorifikasi pekerjaan atau jabatan ini sebagai penggambaran pola pikir rerata orang-orang di sekitar kita yang masih menganggap pekerjaan yang ini lebih baik dan lebih menjanjikan daripada pekerjaan yang lain.Â
Sebenarnya, saya setuju dengan pemikiran itu. Tetapi kemudian akan lain ceritanya jika glorifikasi jabatan ini memunculkan diskriminasi kepada orang-orang dengan jabatan atau pekerjaan yang dianggap tidak layak tadi.
Bayangkan, ketika Anda ada di dalam sebuah forum obrolan keluarga dan sedang membahas mengenai cerita kesibukan masing-masing, kemudian Anda menjadi satu-satunya orang yang tidak diajak ngobrol hanya karena mereka tahu Anda hanyalah seorang penulis yang menurut mereka keseharian pekerjaannya tidak menyenangkan. Bagaimana rasanya? Sakit, bukan?
Nah, hal-hal semacam itulah yang menguatkan dugaan pribadi saya bahwa memang ada yang namanya glorifikasi pekerjaan di dunia ini dan saya kurang setuju dengan pemikiran-pemikiran seperti ini.
Alasannya adalah ya karena bagi saya, glorifikasi pekerjaan atau jabatan ini tidak ubahnya hanyalah sebuah legitimasi akan sebuah pemikiran dangkal yang mengkotak-kotakkan pekerjaan menjadi dua klasifikasi besar antara pekerjaan yang bergengsi dan pekerjaan yang tidak memiliki gengsi untuk dipamerkan atau dibicarakan kepada orang lain.
Bayangkan jika ada seseorang dengan tingkat narsisme tinggi yang kebetulan menduduki sebuah jabatan yang lumayan mentereng, kemudian di saat kumpul keluarga ia menjadi "piala" kebanggaan bagi keluarganya, menjadi pusat pembicaraan keluarganya pada saat itu, apa tidak terbang tinggi itu egonya saat itu?Â
Glorifikasi pekerjaan ini ada, menurut saya hanyalah untuk memberi makan orang-orang egois dan narsis seperti itu.
Hai, pekerja keras, apapun pekerjaanmu, selamat ya, karena kamu sudah memiliki satu anugerah besar yang Tuhan sediakan untukmu. Apapun pekerjaanmu, kamu sudah berhasil memenangkan sebuah keadaan tidak ideal yang hari-hari ini sedang banyak dialami oleh orang-orang seumuran saya.
Saya bukan penentang konsep hidup stabil dengan gaji tetap setiap bulannya, tidak. Saya pun mau jika diberi kesempatan untuk memiliki sebuah pekerjaan tetap yang menghasilkan uang bulanan dengan konstan. Saya pun mau, jika diberi kesempatan. Tetapi nyatanya hari-hari ini keadaan tidak senyaman gambaran orang-orang tua itu.
Zaman semakin maju, tetapi dunia kerja semakin suram saja rasanya. Di era serba komputerisasi seperti sekarang, semakin banyak perusahaan-perusahaan yang tidak menerima banyak karyawan karena menggunakan mesin untuk menggantikan banyak pekerja sekaligus.
Perkembangan teknologi lajunya tidak seiring dengan peningkatan kualitas SDM di Indonesia. Jika pun hari ini kita mampu mempelajari sebuah keahlian dalam waktu 1 tahun misalnya, program robot dengan AI di dalamnya akan semakin cepat mempelajari segala sesuatunya, bahkan lebih baik daripada manusia itu sendiri.
Lalu, jika sudah begini keadaannya, salahkah kami-kami ini yang mencoba mandiri, bermain-main dengan serba ketidakpastian hanya untuk sekadar menyambung hidup dan bukan untuk menjadi kaya?Â