Mohon tunggu...
Gitakara Ardhytama
Gitakara Ardhytama Mohon Tunggu... Penulis - Penulis

Sedikit bicara, banyak menulis.

Selanjutnya

Tutup

Parenting Artikel Utama

Gen Z Butuh Teladan, Bukan Diremehkan

16 November 2023   14:14 Diperbarui: 16 November 2023   18:41 258
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

"Dulu tu ya, kalo bapak ini mau ke sekolah, mesti jalan kaki 10 kilometer, nyeberang sungai bareng temen-temen. Tanpa pake sepeda, karena sepeda itu cuma punya orang-orang kaya jaman dulu. Anak-anak zaman sekarang, manja sekali. Disuruh jalan kaki nyari ojek di depan gang aja nggak mau, maunya semua lewat hp aja terus. Selesai sekolah bukannya cari uang tambahan, malah mainan HP aja terus."

Bagaimana? Terasa familiar dengan kalimat-kalimat seperti itu dari orang-orang tua di sekitaran Anda? Atau jangan-jangan Anda sendiri yang mengatakannya ke pada anak-anak muda di sekitar Anda?

Selain kalimat-kalimat perbandingan semacam itu Anda juga pasti sering mendengar atau melihat komentar-komentar orang-orang yang kurang lebih isinya

"Anak gen Z generasi lemah, nggak ada daya juangnya. Dasar generasi strawberry"

Tahukah Anda, kebiasaan membanding-bandingkan antara generasi yang lebih tua kepada generasi yang lebih muda seperti itu selalu terjadi di setiap angkatan generasi? Ya, itu adalah sebuah siklus legendaris yang menurut saya sudah ada sejak dahulu.

Saat ini terjadi kepada gen Z oleh milenial dan baby boomer, bisa jadi dahulu pola yang serupa terjadi kepada angkatan baby boomer oleh generasi di atasnya. Selalu begitu, di setiap generasi.

Mungkin dulu, di masa-masa saat Galileo Galilei masih hidup pun mungkin ia pernah mengatakan hal serupa kepada anak-anak muda yang dilihatnya di sekitar ruang kerjanya.

"Anak-anak jaman sekarang, bisanya bermain-main saja. Padahal seumuran mereka aku telah menemukan dan membuat sendiri teleskop pertama di dunia."

Mungkin ya, ini hanya kemungkinan dan contoh ekstrimnya saja, bukan berarti beliau benar-benar pernah bilang begitu.

Yang jadi pertanyaan di kepala saya, "apa sih motivasinya orang-orang tua ini berkata seperti itu kepada mereka yang lebih muda?" Memang, kita harus mengakui bahwa generasi anak-anak zaman sekarang itu lebih dimudahkan hidupnya daripada di zaman kita muda dulu, sekitar 20-40 tahun yang lalu, misalnya. Tetapi, ya mau bagaimana lagi. Hidup terus bergerak, pun perubahan akan terus terjadi.

Kita dulu memang hidup di zaman yang apa-apa masih serba sulit dilakukan dan didapatkan, tentu berbeda dengan keadaan anak-anak zaman sekarang. 

Sekarang semuanya serba canggih, apapun yang kita pikirkan semua ada teknologinya. Mungkin sebagian besar dari anak-anak gen Z masa kini lahir di sebuah rumah sakit yang nyaman dan dingin. Kalaupun mereka kedinginan ada inkubator yang siap menstabilkan suhu tubuhnya.

Dari sejak mereka baru lahir saja sudah dimanjakan dengan adanya kemudahan teknologi semacam itu. Mana ada teknologi yang namanya inkubator jika Anda lahir tahun 1940an. Ya, mungkin ada, tapi tidak semua orang saat itu melahirkan di rumah sakit, bukan? Sebagian besar baby boomer mungkin hanya lahir di rumah dengan bantuan dukun beranak pada zaman-zaman itu.

Generasi-generasi muda ini lahir dan hidup berdampingan dengan banyaknya gempuran teknologi-teknologi yang dulu mungkin tidak terpikirkan oleh kita. 

Belum lagi laju keterbukaan informasi, menjadikan mereka lebih akrab dan cepat terbiasa dengan perkembangan-perkembangan teknologi masa kini. 

Fakta mencatat bahwa gen Z jauh lebih mudah beradaptasi dengan perkembangan zaman dan penggunaan teknologi terbarukan di tempat kerja dibandingkan genereasi-generasi baby boomer.

Kalau pun dalih Anda mengatakan kalimat seperti itu di awal tadi adalah untuk memotivasi generasi-generasi muda ini, saya tetap merasa seharusnya tidak seperti itu caranya. Ya, niatnya memang baik, tetapi caranya salah, setidaknya itu menurut saya.

Karena mungkin, bagi sebagian orang, sebuah kata yang menurut kita tidak bermakna, bisa jadi itu menjadi sebuah kalimat yang intimidatif atau pun meremehkan. Hanya ada 2 kemungkinan yang bisa terjadi kepada mental seseorang setelah ia dimotivasi dengan kalimat-kalimat negatif seperti di atas tadi; ia akan sadar dan bangkit, atau ia malah merasa diremehkan dan akan semakin tidak termotivasi untuk melakukan apapun lagi (demotivasi).

Alangkah baiknya jika memang tujuannya adalah memotivasi atau memberikan contoh, ubah diksinya menjadi diksi-diksi yang tidak mengintimidasi, misalnya

"Dulu Ayah lakukan ini dan ini supaya Ayah bisa sampai di posisi Ayah yang sekarang. Kenapa tidak kamu coba juga? Siapa tahu kamu juga bisa dan lebih baik dari Ayah".

Coba bandingkan kalimat ini dan kalimat di awal tulisan ini. Mana yang lebih konstruktif kedengarannya? Berbeda generasi, berbeda cara pikirnya, berbeda pula cara penanganannya.

Sayangnya tidak semua orang mau berpikir lebih kritis dan melihat ke dalam diri mereka sendiri, sehingga muncullah komentar-komentar miring dan stereotipe-stereotipe kurang menyenangkan kepada kaum-kaum gen Z ini. Padahal dengan sikap seperti itu tanpa sadar mereka orang-orang tua, si generasi di atasnya, justru menjadikan anak-anak muda di sekitar mereka sebagai pewaris budaya saling merendahkan antar generasi ini.

Padahal pewarisan kebiasaan buruk saling merendahkan seperti ini bukanlah sebuah kebiasaan yang konstruktif dan memotivasi, justru sebaliknya, seperti memadamkan api yang sudah mulai membara. Kebiasaan ini biasanya datang dari seorang tua yang masa mudanya direndahkan oleh orang-orang tua di sekitarnya dan kemudian menimbulkan dendam, sehingga ia juga melampiaskan hal yang sama kepada generasi di bawahnya.

Lalu mau sampai kapan Anda akan bersinggungan dengan generasi-generasi di bawah Anda hanya karena sebuah luka di masa lalu yang belum sembuh? Sudahlah, hentikanlah. Kita harus sadar dan memegang erat prinsip "lain dahulu, lain sekarang."

Jika dahulu Anda cukup hanya dengan uang saku 500 rupiah untuk jajan, maka jangan iri ketika melihat anak-anak kecil saat ini uang saku jajanya sampai 15.000 misalnya dalam sehari. Karena kesulitan dahulu, berbeda dengan sekarang. 

Jika dulu bapak atau ibu ke sekolah naik sepeda atau becak saja sudah cukup nyaman, maka jangan marah jika anak-anak SMA zaman sekarang saja banyak yang membawa motor masing-masing ke sekolahnya. Itulah perkembangan zaman, tidak akan pernah bisa Anda bandingkan dengan keadaan Anda yang dulu.

Hidup sekarang memang semakin mudah, tetapi bukan berarti tanpa masalah. Nah, daripada meremehkan, bukankah lebih baik jika kita belajar dan mencari tahu banyak hal dari kemudaan mereka, belajar tentang apa yang mereka tahu dan kita tidak tahu.

Sembari menundukkan kepala belajar kepada mereka tak lupa menunjukkan kesabaran dan welas asih, agar dicontoh oleh mereka-mereka yang lebih muda. Tidakkah Anda prihatin akan meningkatnya kekerasan di kalangan anak muda masa kini? Berikan mereka teladan yang patut ditiru dan di camkan.

Seperti halnya mereka tidak pernah tau perjuangan dan sakitnya kita dalam melakukan segala sesuatu di zaman dahulu, kita pun tidak tahu pasti kesulitan-kesulitan macam apa yang mereka harus lewati sehingga bisa menjadi mereka yang seperti sekarang ini.

Maka sekali lagi, daripada membanding-bandingkan dan berkata-kata seolah merendahkan generasi mereka dan menciptakan dendam, kenapa tidak memilih kata-kata yang lebih enak didengar, lebih sejuk diterima akal pikiran muda mereka yang konon masih mudah tersulut itu.

Kata-kata yang baik akan lebih mungkin menimbulkan reaksi yang baik, daripada sekedar niatan baik tapi dilakukan dengan dengan cara yang salah.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Parenting Selengkapnya
Lihat Parenting Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun