Mohon tunggu...
Gita Hayu Padma Juwita
Gita Hayu Padma Juwita Mohon Tunggu... PNS -

Librarian in Ministry Of Trade

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Artikel Utama

Kultur Baru di Tengah Masyarakat Sub-urban: Commuter Line

14 Maret 2017   09:48 Diperbarui: 14 Maret 2017   22:00 1007
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

CommuterLine, disebutsebut sebagai "Primadona" moda transportasi para kaum suburban.Keprimadonaannya menjadi sebuah oksimoron. CommuterLine atau yang biasa disebutKRL (Kereta Rel Listrik) menjadi primadona karena memang tak ada pilihan lainbagi kaum suburban yang menjadi penglaju ke Jakarta. Menjadi utama karenamemang KRL menjadi transportasi yang paling masuk akal digunakan untuk menembusjarak puluhan kilometer dengan waktu tempuh yang bisa dibilang cepatdibandingkan dengan jalur darat biasa. Didukung dengan mekanisme yang mudah,dan tarif yang terbilang murah, KRL diusung menjadi moda primadona bagimasyarakat suburban.

Tahun- tahun belakangan ini, KRL memang menjadi moda jagoan bagi para komuter yangbekerja di tengah kota Jakarta. Rangkaian transportasi milik PT. KAI iniseperti sengaja difokuskan untuk para kaum yang tinggal di daerah pinggiranJakarta dan bekerja di tengah kota Jakarta. Terlihat dari jalur yangditawarkan,diantaranya jalur Jakarta - Bogor, Jakarta - Tangerang, dan Jakarta- Bekasi.

Peluangadanya KRL pun dilahap habis habisan oleh para pengembang perumahan. Developerberlomba - lomba membuat proyek perumahan di daerah pinggiran yang dekatstasiun dengan harga terjangkau. Berbagai iklan penawaran pasti akanmencantumkan waktu tempuh yang cepat dari perumahan yang ditawarkan ke stasiunterdekat. Iklan - iklan ini menjadi umpan yang baik untuk sebagian besar parapekerja Jakarta melihat harga lahan di daerah Jakarta tak lagi manusiawi, sertalahan yang semakin sempit. Penambahan penduduk suburban menjadikan pengguna KRLjuga semakin membludak.

Membludaknyapengguna KRL ini membuat PT.KAI cukup kewalahan, karena dengan armada yangterbatas serta jalur yang minim, membuat KRL menjadi angkutan yang terkenaldengan kepadatannya dan seringkali dikeluhkan karena ketidaknyamanannya.Seringkali KRL mengalami gangguan mulai dari keterlambata njadwal perjalanansampai rel yang anjlok. Namun, segala ketidaknyamanan itulah yang membuatfenomena - fenomena di KRL menjadi sebuah kultur baru di tengah masyarakatsuburban tahun - tahun belakangan ini. Kultur tersebut terbentuk karenasegmentasi demografi yang dijangkau KRL sangatlah luas mulai dari tua-muda,kaya-miskin, suku manapun, pekerjaan apapun, akan dapat ditemui di KRL.

Uniknya,seluruh penumpang dengan segmentasi demografi yang berbeda – beda akan bergantirupa menjadi “Manusia KRL” untuk bisa sampai di rumah dengan estimasi waktuyang sudah diperkirakan dan terpaksa membuat diri mereka senyaman mungkinkarena memang tak ada pilihan lain selain bertahan sampai di tujuan. Para penumpang menjadi Manusia KRLyang mempunyai kekhasan tersendiri. Bentuk dari segala ketidaknyamananpenggunaan KRL membentuk anggapan bahwa pengguna KRL adalah manusia yang"tangguh", dengan kata lain 'kalau mau naik, harus siap jadispartan', dan siap menanggung segala resikonya.  Resiko – resiko yang ditimbulkanseperti kepanasan karena terlalu banyaknya penumpang, keterlambatan perjalanan,sampai jatuh terdorong akan ditelan oleh para Manusia KRL. Mereka tak akankapok menggunakan moda primadona tersebut.

Perjalananmenggunakan KRL menjadi "perang" sehari - hari para penggunanyadengan adu kuat melawan penumpang lain agar bisa masuk ke dalam gerbong . Semuapenumpang menjadi tangguh, tidak peduli laki - laki atau perempuan, tua ataumuda, bahkan wanita hamil pun rela ikut bertarung demi menaiki KRL.Ungkapan'Homo Homini Lupus' menjadi terlihat di sana, bahwa setiap penumpang adalahserigala bagi penumpang lainnya, tidak peduli ada yang terinjak, kesikut,kedorong, atau bahkan kepalanya terjepit ketiak. Mereka semua akan tetapmempertahankan hak nya untuk naik dan sampai di tujuan

PenggunaKRL pun membentuk karakteristik dirinya masing - masing di dalamgerbong. Misalnya saja, para kuli atau buruh - buruh akan berkumpulmenjadi satu di sambungan - sambungan gerbong dan membuat perkumpulan. Paraanggota dalam gank ini akan berbicara tentang apa sajadengan suara nyaring, terkadang mereka saling melucu dan ini menjadi hiburanuntuk penumpang lain yang kebetulan mendengarkan. Untuk pegawai kantoran yangsudah penat dengan segala aktivitas di kantornya, lebih memilih tenggelamdengan gadget nya atau memilih untuk tidur sepanjang perjalanan.Sekelompok perempuan muda akan saling curhat mulai dari urusan pekerjaan,sampai pewarna kuku.

Bedahal nya di gerbong wanita, di gerbong ini, sesuai dengan tipikal para wanita,mereka kebanyakan asik bercerita dengan temannya, atau saling komentar apabilaada penumpang yang mungkin melakukan hal yang tidak sesuai (memakai tas terlalubesar, rambut yang tidak diikat, atau salah pegangan) dan saling mengedepankannaluri perempuannya yang ingin diistimewakan.

Takjarang pula Manusia KRL merasa senasib sepenanggungan satu sama lain, sehingganaluri kemanusiaan mereka akan cepat tergerak apabila ada pengguna yangkesulitan. Selain itu, banyak pula yang lebih memilih tenggelam denganpikirannya sendiri, hanya menunggu sampai tujuan dengan jiwa yang entah kemana.

 Berbagai peri bisa terjadi di dalam gerbong, mulai dari penyelamatan orang sakit, aduargumen, bahkan sampai arisan. Kekhasan para pengguna dan berbagai peristiwa didalamnya menjadi budaya tersendiri bagi kaum suburban. Disimilaritas parapengguna juga semakin membentuk kekhasan di dalam gerbong KRL. Penggunaan KRLpun menjadi lekat dalam keseharian masyarakat suburban.Segala fenomena unikyang melekat pada CommuterLine, menjadikannya sebuah kultur baru di tengah masyarakat suburban.


HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun