"Cita-citamu adalah cita-citamu, cita-citaku adalah cita-citaku.... meskipun terkadang jalan kita bersisian, belum tentu tujuan kita satu, kawan"
Semeru… mungkin, bagi kebanyakan orang ini adalah satu dari beberapa gunung yang sangat ingin didaki. Gunung yang mulai terkenal sejak penanyangan film 5 CM dengan artis-artisnya yang kece tersebut seolah berhasil ‘meracuni’ anak-anak muda Indonesia untuk mendaki puncak tertinggi di pulau Jawa tersebut.
Sementara aku? Sama sekali tidak pernah terpikir akan menjejak gunung yang konon merupakan gunung bersemayamnya para dewa ini. Pasalnya, jujur saja, aku tidak begitu tertarik untuk mendakinya, kecuali untuk melihat permadani ungu yang indah dari tanaman bernama Verbena Brasiliansis di Oro-oro Ombo.
3 Minggu, mungkin adalah waktu yang agak mendadak untuk merencanakan sebuah pendakian, khususnya ke gunung-gunung tinggi di Indonesia. Susahnya mencari tiket saat High Season adalah salah satu akibatnya… kalau saja aku rencanakan dari jauh-jauh, tiket murah dari Jakarta sampai Malang mungkin dapat terbeli dengan mudah… Tapi apapun, pasti bisa jadi kisah tersendiri.
Waktu itu akhir bulan Desember, aku bertemu beberapa teman pendakian di Gambir yang rencananya akan naik mobil menuju Bandung terlebih dahulu. Karena kami semua kehabisan tiket Matarmaja yang super murah untuk Jakarta-Malang, kami memutuskan untuk menuju Bandung terlebih dahulu, lalu naik kereta Malabar menuju Malang. Sementara teman-teman naik mobil, aku sendiri memilih naik kereta menuju Bandung dengan Parahyangan, dan menunggu mereka disana.
Dengan rute Jakarta – Bandung – Malang yang memakan waktu hampir 2 hari, keesokan paginya, kami telah berada di Stasiun Malang Kota Baru tempat kami dan pendaki lain yang sudah datang terlebih dahulu, bertemu.
Dari Malang, kami naik angkot yang sudah di carter menuju Pasar Tumpang, tempat kami nanti naik Jeep menuju pos awal pendakian Semeru, desa Ranu Pani. Dalam perjalanan menuju Ranu Pani, Jeep yang membawa kami melewati jalur-jalur kecil jalanan pegunungan Taman Nasional Bromo Tengger Semeru yang akan membuat kamu gak bakal bisa tidur karena takjub melihat keindahan dan hijaunya alam disana (bisa jadi juga karena pas musim hujan). Sebelum percabangan jalan Semeru dan Bromo, kami bisa melihat savana indah Bromo yang bagai permadani hijau raksasa yang menjulang indah sejauh mata memandang. Masya Allah…. Pantas sampai luar negeri pun Bromo sangat terkenal! Masukin ke wishlist kamu deh, harus!!
Sampai di Ranu Pani disambut dengan hujan lebat. Aku dan seorang teman kesana kemari mengurus simaksi sambil membawa payung dan keril… kuyup sebelum mendaki cuuuy, pemanasan nih…ahahaha.
Karena sudah terlalu sore, teman-teman dan guide kami memutuskan untuk bermalam dulu di desa Ranu Pani… sampai disini pun, aku masih belum terbayang pendakian seperti apa di Semeru ini… dan aku juga tidak melakukan re-check perlengkapan, satu hal yang kemudian nanti aku menyesalinya… :(
Dan pagi yang cerah (agak mendung sih sebenarnya…) menyambut kami untuk memulai pendakian, Semeru, bismillah!!
Tidak seperti di Rinjani, kali ini aku ingin menopang kerilku sendiri, mencoba kemampuanku sampai seberapa berat aku bisa membawa beban.
Pos 2 Semeru
Untuk mencapai Ranu Kumbolo dari Ranu Pani membutuhkan waktu sekitar 7 jam jalan santai sekaliii… pake ngaso setiap 5 menit di jalan, pake berselfie ria di pos 2, pake makan semangka (harganya 5000 dapet 2 slice lhooo) di Watu Rejeng, pake males-malesan gegara harus lepas-pake jas hujan (dipake ujannya galau, ga dipake basah jugaa), sampai akhirnya, saat kelelahan dan keputus asaan melanda (baca : ngantuk karena bosan dengan jalurnya), seolah membangunkan kami semua, Ranu Kumbolo menyapa di kejauhan.
Ranu Kumbolo di kejauhan (Kabut dan Hujan saat itu :( )
Keindahan, kadang cukup dinikmati dari jauh… atau lebih tepatnya, sesuatu kadang indah jika hanya dilihat dari jauh. Tapi berjalan mendekat untuk tahu lebih jauh adalah pilihan kami yang terlonjak gembira melihat danau indah yang dianggap sakral oleh suku Tengger tersebut.
Ranu Kumbolo, kami datang bukan untuk berhenti, tapi untuk sekejap singgah meluruskan kaki untuk lalu berjalan kembali menuju Kalimati…. Isi perut dulu, lalu isi perbekalan kembali, karena kami masih harus meneruskan perjalanan sebelum malam menjelang.
Buat kamu yang ribet bongkar-bongkar keril buat bikin makan, no worries fellaa.. ada yang jualan disini! Kamu mau apa? Nasi goreng? Ada… Soto? Ada…. Yang mainstream kayak mi kuah? Apalagiiii, ya pastinya adaaa. Tinggal bayar, duduk manis, nasi goreng, soto, mi rebus hangat siap disajikan buat kamu… :D
Menuju Oro-oro Ombo, Cemoro Kandang lalu Kalimati dari Ranu Kumbolo, pertama-tama, harus melewati Tanjakan Cinta. Yup tanjakan legendaris yang konon katanya kalau memikirkan orang yang kita sayangi sambil menanjak tanpa menoleh di tanjakan tersebut, maka harapan cintanya akan terkabul. Aku sih… berkali-kali menoleh ke belakang kok! Hahahaha, selain memang karena orang yang aku sayangi tepat berada di belakangku, aku juga tak menyia-nyiakan pemandangan indah Ranu Kumbolo di yang perlahan kutinggalkan menuju Oro-oro Ombo.
Sebenarnya sih, agak lebay kalau menilai tanjakan ini susah sekali… tapi tidak bisa pula dikatakan mudah, tidak ada yang bisa diremehkan kalau sedang mendaki gunung. Jalani saja dulu, Tanjakan cinta tak seberat hatimu untuk menggapai cinta seseorang kok hehehe ^^v
Aku menahan nafas saat sudah tiba di punggungan setelah tanjakan. Wooohooo….Lihat ke bawah dan padang Oro-oro Ombo di depan mata… !!! Sayangnya, Desember adalah musim hujan, jadi tidak terlihat seperti permadani ungu sejauh mata memanjang, melainkan padang cokelat yang basah terkena hujan… Walau kecewa, tapi tak apa, aku cukup senang karena berada di tempat yang aku cita-citakan.
Sepatu berubah menjadi kobokan saat salah menjejak masuk ke dalam air diantara tumbuhan-tumbuhan Verbena yang kering namun jika cukup beruntung, aku bisa melihat beberapa bunga ungu di kiri dan kanan jalur.
Setelah Oro-oro Ombo, kami mulai memasuki hutan cemara nan syahdu yang misterius… Cemoro Kandang. Sepuluh menit masuk ke hutan ini, aku jatuh cintaaaa!! Sukaaa sekali dengan perpaduan wangi pepohonan yang basah dan tanah setelah hujan.
Selain itu, Cemoro Kandang juga memberikan kesejukan yang menenangkan (apa mungkin cuma buat ogut aja??) sekaligus menyenangkan. Aku sempat terpisah dari rombongan disini, yang depan sudah teralu depan, yang belakang sudah terlalu belakang, dan yang di tengah entah mungkin tidak ada kecuali aku.
Biasanya, kalau terpisah begini aku bakal takut dan berjalan mundur (ketimbang maju) mencari orang lain, tapi tidak kali ini. Aku malah berani berjalan sendiri, malah lebih memilih sendiri sambil menikmati syahdunya Cemoro Kandang, seolah kami sedang berdiskusi tentang apa saja, dan larut dalam pembicaraan yang tak kunjung selesai, sampai akhirnya, aku bertemu dengan rombongan depan. Lega, tapi juga kecewa, karena itu berarti, Cemoro Kandang segera usai dan Kalimati sudah di depan mata. Banyak batang-batang pohon melintang, ada juga yang cocok untuk tempat duduk-duduk… pokoknya pewe banget deh di Cemoro Kandang.
Kebanyakan istirahat disini bikin energi terkumpul tapi jalan jadi kaku lagi ahahahaha, sebentar lagi sudah Kalimati, jadi semangat aku paling gak termotivasi lagi.
Dari Cemoro Kandang sampai Kalimati kira-kira 2 jam perjalanan. Sudah hampir jam 7 malam waktu itu, tenda kebetulan sudah didirikan oleh porter, kami hanya perlu menentukan tenda mana tempat kami akan bermalam. Dan disinilah tragedi terjadi… aku engga bawa matras… matras aluminiumku yang tebal dan hangat, matras yang cukup untuk mencover satu tenda penuh, matras yang harusnya selalu aku bawa kemana-mana… engga terbawaaa!!! Entah kenapa padahal bentukan si Carrier tetap melingkar sempurna yang membuatku berpikir kalau aku sudah memasukkan matras di dalamnya… ternyata, karena aku ganti carrier minggu sebelumnya saat ke Papandayan, aku lupa untuk memindahkan matras…. Huhuhuhu.
Semeru pula…gunung tertinggi di Jawa pun, dingin kalau malam!!! Alhasil aku bertiga dengan teman di dalam tenda, menggelar trash bag… iya, trash bag, plastik sampah untuk mengurangi dampak dinginnya, walaupun keknya percuma siiih. Kami hanya mengandalkan sleeping bag, dan kehangatan tubuh masing-masing. Ah, tak apa deh… pengalaman… dan bikin hangat juga ehehehe :D
(Camp site di kalimati)
Maaf kawan, aku tak dapat bercerita betapa gigihnya perjuangan menghadapi kerikil kecil dan pasir saat mendaki Mahameru, tidak dapat mendeskripsikan bagaimana payahnya naik 3 langkah turun 5 langkah, tidak dapat mengisahkan peluh dan keputus asaan saat berjuang mendaki, juga tidak dapat menggambarkan keharuan saat menjejak puncak para dewa… Bukan, bukan karena tidak dapat aku tuliskan dengan kata-kata, lebih karena memang aku tidak pergi sampai puncak lantaran mengantuk dan lebih memilih tidur! Ahahahahaha, puncak hanyalah bonus kawan, kembali pulang dengan selamat adalah tujuan yang utama bukan?
(Sunrise di Kalimati)
(Berkemah di Ranu Kumbolo)
Setelah menunggu mereka yang summit Mahameru, sorenya kami bersiap turun, dan malamnya mendirikan tenda di Ranu Kumbolo. Nge-camp disini dinginnya lebih horror dari di Kalimati, terutama kalau kamu gak bawa matras… Bodoh? Iya deh maaf, tapi aku gak gitu menyesalinya sih, karena ini jadi pengalaman dan cerita tersendiri.
(Sunrise ga jelas di Ranu Kumbolo karena hujan teruuuusss T,T...)
Mahameru bukanlah cita-citaku, melihat Oro-oro Ombo adalah sebenarnya tujuanku, dan mendapati aku jatuh cinta pada CEmoro Kandang adalah bonus untukku. Terlebih, disini aku bisa menghabiskan banyak waktu dengan orang kesayanganku dan teman-teman baru yang tak kalah seru. Pengalaman-pengalaman seperti itu, tak kalah hebat dibandingkan dengan menjejak Mahameru... mungkin lain kali yah :)
Dan segala-gala jadi indah dan seru, kalau pergi bersama orang-orang yang kamu sukai kan :D
Ps. Cek terus perlengkapan pendakianmu kawan, gunung bukanlah tempat yang bisa diremehkan. Dan mohon maaf hampir semua foto blur karena cuaca saat itu hujan teruuuuss...huhuhuhu..
Untuk detail itinerary dan perjalanan, mungkin boleh dicoba liat2 di tulisan teman saya disini Pendakian menuju Puncak Para Dewa
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H