Dini hari, Tasikmalaya.
Bintang bertaburan di sebuah surau kecil di kampung yang entah aku tak tahu ada dimana. Aku hanya tahu tujuan kami adalah Gunung Galunggung.
Udara sama sekali tidak dingin, mendekati sejuk pun tidak. Tapi turun dari mobil ber AC yang membuat kami menggigil semalaman dan mendapatkan pemandangan langit yang indah...sama sekali adalah hal yang baik.
"Biasanya orang pada dateng siang, ini kenapa pagi2??", sergah supir kami yang bernama Boi itu.
Kepalanya yang botak terus2an ia lap padahal tak sebulir keringat pun tegelincir.
"Kan mau lihat sunrise pak...lagian adem kali kalau pagi2, kalau siang panass", kataku yang duduk di sebelahnya.
Untuk mencapai kawah gunung Galunggung, 600 anak tangga harus dilewati.
Lelah?? Ah...tak seberapa jika kau menengok ke belakang :)
Bukit berbukit nan hijau, kumpulan kecil rumah2 penduduk, sungai yang berkelak kelok dan di belakangmu...menanti Galunggung. Gunung yang meletus pada tahun 1982 ini merupakan salah satu tempat wisata yang sering dikunjungi warga Tasik dan sekitarnya.
Sayangnya, sekarang ini, gunung itu pula satu2nya gunung yang memiliki banyak warung di bibir kawah yang pernah aku tahu.
Bayangkan saja jejeran warung yang menjual mi, teh, gorengan, dll di atas gunung. Bagi pendaki, mungkin bisa jadi oase, namun yang bukan seperti pasar malam begini! Secara pribadi aku benci. Mereka akan mengotori alam dengan sampah makanan-makanan yang dibeli dan merusak keindahan alam dengan membuat jejeran warung-warung.
Tapi ini adalah salah satu sumber penghasilan warga sekitar....jadi yah...entahlah, cobalah bersikap bijak saja.
Dari atas bibir kawah, kalian akan melihat sebuah danau berwarna hijau hamparan ilalang tinggi, secara keseluruhan kawah tersebut terlihat seperti rawa terbuka.
Butuh turun sekitar 300 tangga lagi untuk sampai di sana atau turun saja di turunan bukit menuju kawah. Sayangnya, aku sudah cukup menikmati dari atas bibir kawah ketimbang turun ke kawahnya sendiri.
Sebenarnya, ada sebuah air terjun diantara pepohonan di dinding tebing, tapi kami tak berhasil menemukan kemana alirannya berakhir. Keindahan mungkin lebih baik dinikmari dari jauh.
Satu hal bodoh tapi juga menyenangkan adalah kami memilih tangga yang salah saat turun. Ini adalah tangga menuju air pembuangan kawah. Dari tangga ini, Galunggung memberikan pemandangan yang berbeda.
Dinding gunung dengan beragam flora, sungai berkelak kelok dan hijau kemanapun kau memandang. Perfecto!
Ending dari tangga ini adalah kami harus jalan menurun entah berapa panjang jalan aspal dengan pohon cemara di kanan kiri kami. Jangan coba berlari di turunan kawan, terutama kalau kau tidak bisa menghentikan kakimu.
Terutama kalau kau juga cuma pakai sandal jepit...just don't run kalau tidak mau berguling seperti daruma!
Jalanan terlihat datar sepertinya, tapi bila dijalani apalagi dilari-i (what's wrong with my language??), jalan turunan ini sama sekali bukan tempat untuk main bentengan*.
Menjelang siang, tempat wisata ini mulai dipenuhi para pengunjung. Padahal, pagi saja sudah panas apalagi siang.
Kami yang duduk menunggu di pos dijemput karena salah turun tangga memperhatikan pengunjung-pengunjung yang mulai berdatangan hanya menggeleng penuh kesombongan 'hah, belum tau mereka panas diatas'- kira2 begitu senyum senga kami. Hari minggu tentu ingin kau habiskan bersama keluarga...apalagi di gunung...mudah di daki pula...pun banyak jajanan!
Galunggung bukan rekomendasi jika kamu butuh ketenangan....tapi boleh juga kalau kau ingin naik gunung, yang cuma membutuhkan waktu 20 menit (normal) sampai.
Semakin jauh, gunung Galunggung tampak semakin gagah…mungkin dari sinilah, dari jarak beberapa kilo inilah Galunggung tampak agung.
Ps. Percayalah saya sudah mencoba upload foto berkali-kali tetapi tetap tidak bisa :((
Mungkin nanti ya :)
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H