Saat ini isu penyebaran Guru Honorer ke Wilayah 3T (Tertinggal, Terdepan dan Terluar (SDG 4), pemerintah berfokus untuk mendorong pemerataan pendidikan pada setiap daerah yang tertinggal khususnya pada setiap daerah 3T (tertinggal, terdepan dan terluar). Sekolah yang berada di desa dengan kategori terdepan, terpencil dan tertinggal 3T ini masih sangat kekurangan guru. Sehingga sekolah memberdayakan tenaga honorer di wilayah itu. Tanpa guru honorer, proses belajar mengajar di sekolah ini tidak akan berjalan dengan lancar.
 Guru yang hendak mengabdi di daerah 3T (tertinggal, terdepan dan terluar) bisa memanfaatkan menjadi guru penggerak. Guru penggerak yaitu guru yang memiliki inovasi dan ketangguhan untuk mengembangkan pembelajaran yang berpusat pada siswa karena memiliki nilai-nilai pendidikan yang sudah dijiwai. Mereka bisa di kirim sebagai guru dalam waktu terbatas ataupun sebagai kepala sekolah untuk satu periode yang diharapkan bisa menggerakkan transformasi pendidikan di sekolah daerah 3T (tertinggal, terdepan dan terluar).
Upaya untuk mendorong pemerintah daerah membenahi tata kelola guru di setiap daerah dengan melakukan redistribusi guru dan mengatasi kekurangan guru. Salah satu indikatornya ada pemerataan guru untuk melihat daerah mana yang melakukan pemerataan guru lebih baik atau kemajuan atau kemunduran suatu daerah terkait pengelolaan guru. Tak hanya masalah capaian belajar rendah yang di hadapi guru 3T (tertinggal, terdepan dan terluar). Masalah yang dialami guru yang berada di daerah 3T (tertinggal, terdepan dan terluar) mereka sulit untuk mengembangkan diri karena ratusan guru  di daerah 3T (tertinggal, terdepan dan terluar) tidak mengikuti pelatihan untuk bekal mengajar dan mengembangkan diri akibat kondisi geografis yang susah di jangkau. Bahkan, di sana masih ada sekolah yang menggunakan kurikulum lama yang menyebabkan guru-guru susah untuk menyesuaikan dengan kurikulum yang di pakai saat ini yaitu kurikum 13. Para guru di daerah 3T (tertinggal, terdepan dan terluar) belum pernah ikut pelatihan jadi metode mengajar mereka  dapat dari para guru senior yang sudah pensiun.
Beberapa guru mencoba ikut pelatihan secara daring karena internet disana sudah ada. Namun, ada saja kendala yang mereka alami sinyal lemah dan jaringan membuat guru tidak  mudah untuk mengikuti beragam pelatihan daring yang disediakan, baik oleh pemerintah maupun pihak swasta. Masalah lainnya bagi guru 3T(tertinggal, terdepan dan terluar) adalah kesejahteraan dan kehidupan yang layak.
Berbagai cara dilakukan pemerintah untuk mengurangi kesenjangan pendidikan antara di Jawa dan di luar Jawa yang minim pendidikan dan lambatnya perkembangan. Hal itu merupakan cara yang sangat tepat dan harus di dukung dengan penuh, agar pendidikan di daerah 3T itu dapat maju dan meningkatkan. Lagi pula, tidak ada kata membuang anggaran untuk meningkatkan pendidikan dan sudah seharusnya anggaran itu memang harus di manfaatkan untuk mencerdaskan masyarakat. Penting juga memperhatikan keadaan psikologis anak-anak yang akan dididik oleh para guru itu. Karena perkembangan dan latar belakang wilayah 3T itu berbeda-beda.
Kesimpulan dari isu Penyebaran Guru Honorer ke Wilayah 3T(tertinggal, terdepan dan terluar) yaitu tugas pemerintah sekarang ini adalah memilih guru-guru yang benar-benar siap untuk di tempatkan di wilayah 3T itu. Jangan sampai, mereka hanya mampu bertahan untuk satu atau dua tahun saja dengan alasan tidak sanggup. Serta memberi pelatihan yang matang untuk guru yang akan di kirim ke wilayah 3T (tertinggal, terdepan dan terluar
Daftar pustaka :
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H