Mohon tunggu...
Caecilia Vitasari
Caecilia Vitasari Mohon Tunggu... karyawan swasta -

An ordinary woman who follows her dreams

Selanjutnya

Tutup

Catatan

Tsunami Jepang Setahun yang Lalu

11 Maret 2012   09:06 Diperbarui: 25 Juni 2015   08:13 110
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Akhirnya kami kehilangan harapan akan ada kereta malam itu. terbayang sistem transportasi di Tokyo yang begitu kompleks, tak mudah untuk mengembalikan ke kondisi normal. Kami pun memutuskan untuk ikut ke shelter, apalagi dengan kondisi tubuhku yang mulai menggigil kedinginan.

Dari stasiun sampai sekolah itu, banyak sukarelawan yg menunjukkan jalan ke sana dng ramahnya. Sekolah yg besar itu sudah sangat ramai. Kami dibawa ke lantai atas yg ternyata adalah lapangan olahraga dan sudah penuh. Mayoritas dari mereka adalah para penumpang kereta, termasuk anak sekolah yang tertahan. Setiap orang mendapatkan mat dan selimut untuk tidur.

Aku terkesima dengan situasi ini. mereka begitu baik hati, bergeser dan memberikan ruang untuk orang lain. Biskuit pun beredar dari tangan ke tangan, untuk mengganjal perut yang mulai bernyanyi. Sukarelawan-sukarelawan muda itu kebanyakan adalah murid sekolah yang bersangkutan. Bahkan, mereka juga menyediakan sukarelawan yg bisa bahasa inggris untuk membantu para turis. Orang-orang itu pun antri dengan manisnya untuk ke toilet. Suasana bencana, tapi toh orang-orang jepang itu tetap calm. Anak-anak sekolah di belakang kami masih bisa bercanda dan main game.  Kontras dengan sepasang turis di dekat kami yang panik (wajarlah, mereka kan ga pernah mengalami gempa dan berada di negara asing yang mereka ga tau bahasanya). Beruntung aku ada penerjemah di sebelahku :D

Menjelang tengah malam, ada pengumuman bahwa ada shinkansen terakhir ke Tokyo melalui Yokohama. Buru-buru kami lari ke stasiun mengejar shinkansen. Aha, akhirnya aku nyobain shinkansen yang terkenal mahal itu.  Sampai di stasiun Yokohama yang hanya satu stop itu, ternyata metro sudah jalan, hanya saja sangat padat. Lagi-lagi aku melihat tertibnya orang Jepang. Singkat kata kami sampai apato lagi. Lega. saat kucek hp yang memang ditinggal di rumah, banyak sms yg masuk menanyakan kabar.

Tivi, laptop segera dinyalakan untuk mengetahui perkembangan terakhir. Ada e-mail dari British Airways (BA) yang mengabarkan bahwa penerbanganku pagi itu dibatalkan, dan setelah mengecek website Narita aku tau hampir semua penerbangan batal. Lebih lanjut, sistem transportasi di Tokyo area juga belum normal. Aku pasrah, ga ada ide bagaimana caranya pulang ke Amsterdam.

Sepanjang hari itu aku memikirkan bagaimana caranya pulang. Kondisi penerbangan di Narita pun terus dipantau. Menjelang malam, sebagian pesawat sudah mulai terbang. Karena itu, kami memutuskan untuk mengadu nasib keesokan harinya dengan pergi ke Narita.

Beruntung pagi itu jalur yang kami ambil dari apato ke Narita sudah dibuka. Di counter check-in BA, kami disambut oleh petugas yg membawa papan nama bertuliskan "cancelled flight". Aku diarahkan ke counter khusus dan diberi nomer tunggu. Petugasnya menjelaskan bahwa penerbangan hari itu sebetulnya fully booked, tapi mengingat situasi saat itu, mungkin ada penumpang yang ga dateng, sehingga mungkin aku bisa ikut terbang hari itu. Aku diminta menunggu sampai jam check-in selesai.

Setelah dapet boarding passs, perjuangan belum selesai. Antrian untuk imigrasi dan security check mengular, sementara waktu kian dekat. Banyak petugas berlalu lalang mencari penumpang pesawat yang akan segera berangkat, kemudian diberi first priority untuk segera naik ke pesawat. Dan aku salah satu dari mereka. Sprint dari meja imigrasi kemudian ke security check dan gate, akhirnya ke pesawat. Aku penumpang terakhir yang masuk dan ternyata dapet kursi di business class. Hua, dapet bonus stlh bencana.

Petualanganku berakhir dengan baik. Aku sampai di rumah lagi dengan selamat, meskipun sempat membuat orang-orang di kantor dan di Indonesia khawatir. Petualangan yang ga akan pernah terlupakan, suatu kisah pembelajaran di negeri orang tentang bencana dan kesigapan penanggulangan bencana.

ps: Aku tidak punya foto-foto saat bencana itu, menghormati orang-orang Jepang yg rata-rata tidak suka difoto.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Catatan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun