Mohon tunggu...
Caecilia Vitasari
Caecilia Vitasari Mohon Tunggu... karyawan swasta -

An ordinary woman who follows her dreams

Selanjutnya

Tutup

Catatan

Tsunami Jepang Setahun yang Lalu

11 Maret 2012   09:06 Diperbarui: 25 Juni 2015   08:13 110
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Hari itu Jumat 11/03/11, hari terakhir liburanku di Tokyo, cuaca cerah. Aku dan sepupuku naik kereta ke arah Kanagawa untuk mengunjungi Odawara castle. Semua baik-baik saja pagi itu, tak ada tanda-tanda bencana akan datang. Selain turis, pagi itu ada sekelompok anak-anak TK atau SD yang berwisata di sana.

Setelah makan siang, kami pergi ke taman di castle itu untuk hunting foto bunga sakura yang memang baru mulai bermekaran. Rencana berikutnya adalah mandi matahari di pantai yang jaraknya kira-kira 1 km dr castle. Tapi rencana berubah total.

Aku masih ingat, dalam perjalanan dari restoran ke taman, kami melintasi kandang monyet. Tak ingat pasti berapa jumlah mereka, kalo ga salah sekitar 5 ekor. Ada yg menarik perhatianku. Mereka berpelukan satu dengan yang lain dengan raut wajah yg bisa dibilang sedih. Tak menyangka apakah itu tanda-tanda alam akan adanya bencana (lagi membandingkan dengan fenomena gunung berapi).

Kaki terus melangkah menuruni bukit, menuju taman. Aku mulai beraksi dengan kamera. Saat itu aku berdiri di atas bebatuan di tepi genangan air yang sepertinya dipersiapkan untuk bertanam, berpegangan pada dahan pohon. Tiba-tiba aku merasakan getaran. Aku meloncat turun. Refleks aku berkata "Gempa", dan sepupuku menjawab "Iya".

Getaran makin kencang. Aku melihat genangan air yang cuman 1 atau 2 cm itu beriak membentuk gelombang. Pohon-pohon bergoyang. Terdengar suara gemuruh dari arah kastil di atas sana. Lumayan lama. Aku cuman terdiam, tak tau mesti berbuat apa. rasanya itu gempa terbesar yang pernah aku rasakan sepanjang hidupku.

Taman itu lumayan sepi, tapi saat itu ada seseorang di sana, yang kemudian menyapa kami. Dikenali sebagai turis, dia ajak kami bicara dlm bahasa inggris yang sangat lancar dan mudah dimengerti. Dia sarankan kami untuk segera pergi ke stasiun Odawara, ke tourist information untuk mendapatkan informasi apa yang sedang terjadi.

Kami pun segera pergi ke stasiun. Sepanjang perjalanan terasa kondisi darurat itu. Orang-orang Jepang segera pasang radio untuk mendapatkan informasi terakhir. Menurut sepupuku isi informasinya kira-kira begini: telah terjadi gempa bumi dengan potensi tsunami. diharapkan masyarakat menjauhi pantai. Di jalan-jalan terdengar peringatan-peringatan semacam itu. Aku ga tau bagaimana mereka mentransmisikan pesan itu, tapi rasanya suaranya menguat ketika kami berjalan melalui lampu lalu lintas.

Stasiun kereta Odawara begitu ramai. Orang-orang berkumpul di halaman stasiun. Rupanya kereta ga jalan. Tourist information juga penuh. Banyak turis yg rupanya akan pergi atau turun dari Hakone. Melihata situasi chaotic plus kereta ga jalan, kami memutuskan  untuk pergi ke supermarket di sekitar stasiun untuk mencari pengganjal perut dan melawan udara yang lumayan dingin. Rak-rak supermarket mulai kosong, karena orang-orang pun mencari makanan.

Kami duduk-duduk di luar stasiun sambil menunggu kepastian. Suatu saat gempa susulan yang memang masih sering terjadi menjadi kencang. Aku lihat gedung tingkat di seberang stasiun  bergerak horisontal. Ternyata bukan cuman aku yang tertegun dibuatnya. Ada seorang wanita tua yang mengatakan selama dia hidup, baru sekali ini dia melihat kejadian itu. belakangan aku tau dari berita di tivi, gedung-gedung di Jepang didesain sedemikian rupa untuk mengikuti pergerakan getaran. Wajarlah tidak ada kerusakan atau bangunan runtuh karena gempa itu.

Hari merangkak malam. Kami masuk ke stasiun yang chaotic. Orang-orang mencari tau kapan mereka bisa pergi ke tempat tujuan masing-masing.  Semakin malam semakin ramai dengan para commuter, tapi tidak ada tanda-tanda ada kereta ke Tokyo. Hanya ada 1 kereta yang jalan, itu pun terlambat, dan kalo ga salah ke arah Hakone.

Petualangan di stasiun terus berlanjut. Ada pengumuman bahwa mereka menyediakan shelter di sebuah sekolah yang tak jauh dari stasiun. Orang-orang tua dan cacat dipersilakan mengikuti para sukarelawan. Kami tetap bertahan, sambil berharap ada kereta yang membawa kami ke Yokohama atau Tokyo. Yang ada di pikiranku adalah aku harus terbang dengan pesawat pagi keesokan harinya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Catatan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun