Semuanya berawal ketika aku tergoda tiket murah pesawat ke Katowice. Rencana semula sebenarnya mau ke Krakow, tetapi setelah cari-cari info, akhirnya aku memutuskan ke Czestochowa, yang jaraknya sekitar 60-an km dari Katowice. Tak seperti Karakow yang begitu turistik (dibuktikan dengan shuttle bus yang tak putus-putusnya ke Krakow dari bandara Katwice), Czestochowa hanya sebuah kota kecil. Walaupun begitu ternyata kota kecil yg berpenduduk sktr 25000 orang ini mempunyai magnet yang cukup kuat dan begitu penting bagi rakyat Polandia. [caption id="attachment_274915" align="aligncenter" width="500" caption="Black Madonna in a beautiful robe"][/caption] Czestochowa terkenal karena Monastery Jasna Gora dari biarawan ordo Pauline. Di dalam monastery tersebut terdapat lukisan Black Madonna (Maria Hitam) yang menjadi pusat peziarahan umat Katolik, terutama warga Polandia yang mayoritas memang beragama Katolik. Menurut cerita, lukisan Black Madonna itu dibuat oleh Santo Lukas dan berada di Polandia selama lebih dari 600 thn.  Sebelum sampai di Jasna Gora, lukisan tersebut dibawa dari Yerusalem, melalui Konstantinopel dan Belz. Mukjizat Black Madonna yang terkenal adalah saat raja John II Casimir Vasa berdoa kepada Our Lady of Czestochowa meminta perlindungan dari serangan Swedia pada abad ke-17, dan akhirnya mereka berhasil mengalahkan tentara Swedia. Penampakan Bunda Maria dalam lukisan itu terkesan aneh.  Legenda mengatakan bahwa lukisan tersebut selamat dari kebakaran, namun api membuat bagian wajahnya menghitam (itulah kenapa kemudian disebut Black Madonna). Selain itu ada 2 goresan seperti bekas luka di pipi kanannya. Hal ini terjadi ketika kawanan Hussite merampok Jasna Gora pada abad ke-15. Ketika mereka hendak pergi dengan keretakuda, kuda tidak mau bergerak. karenanya mereka melempar lukisan itu ke tanah dan menggores lukisan tsb dengan pedang sampai 2x. Saat memcoba ketiga kalinya, sang perampok jatuh ke tanah dan meninggal. Para biarawan berusaha menutup 'luka' tersebut,namun selalu gagal. Danjadilah seperti yg skrg kita lihat. Setelah kemenangan atas Swedia, raja Josh Casimir II menetapkan bahwa Our Lady of Czestochowa menjadi Ratu Pelindung Polandia.  Sampai saat ini devosi rakyat Polandia masih sangat kuat, bahkan ada kelompok peziarah jalan kaki dari Warsawa yang berjarak lebih kurang 200 km. Saat saya berada di sana, weekend terakhir di bulan Agustus, yang berarti pesta Santa Perawan Maria diangkat ke surga sudah berlalu. Saya berharap situasi yang lumayan sepi, namun saya salah. Ramainya bukan main, bahkan kapel tempat lukisan Black Madonna itu selalu penuh dengan peziarah, dari pagi buta sampai jam 9 malam, saat monastery ditutup (oh ya, monastery dibuka untuk umum dari jam 4 pagi sampai jam 9 malam) dan hari sabtu itu selalu ada misa kudus setiap jamnya (sayangnya, cuma dalam bahasa Polandia).  Selain berdoa, mengaku dosa, mengikuti misa kudus, ada ritual lain yg dilakukan para peziarah, yaitu berjalan berlutut mengitari altar kapel tempat lukisan itu dipasang. Menurut para peziarah, ketika mereka memandang lukisan itu,mereka merasakan bahwa mata Bunda Maria tertuju kepada mereka. Oh ya, ada sesuatu yang menarik. Lukisan Black Madonna ini diberi 'pakaian'. Jadi di depan lukisan aslinya, diberi jubah berbingkai (aduuh susah sekali menjelaskannya) sehingga yang tampak dari lukisan aslinya adalah wajah dan tangan Black Madonna dan Bayi Jesus yang digendongnya. Nah, jubah itu terbuat dari beludru yang dihiasi batu-batu permata. Pada saat aku di sana ada pameran yg menjelaskan cerita di balik masing-masing 'pakaian' yang pernah dikenakan Black Madonna. Sekarang waktunya bercerita ttg turismenya. [caption id="attachment_274917" align="aligncenter" width="500" caption="Jasna Gora di waktu malam"][/caption] Tak seperti tempat-tempat ziarah Bunda Maria lainnya yang dibangun karena peristiwa penampakan (Lourdes atau Fatima, misalnya), di Czestochowa ngga pernah ada cerita penampakan. Bangunan monastery Jasna Gora ini termasuk unik,menurutku, karena merupakan benteng pertahanan di masa lalu. Jasna Gora terletak di puncak bukit dan merupakan tempat strategis untuk pertahanan. Seperti halnya benteng di jaman itu, di dalamnya ada istana, gereja dan bangunan-bangunan militer.  Saat berjalan berkeliling, aura militer itu begitu terasa.  Begitu juga saat mengunjungi museum di dalam kompleks itu. [caption id="attachment_274920" align="aligncenter" width="300" caption="Kios roti"][/caption] Jasna Gora gratis... tis. Ngga ada entrance fee. Perawatan bangunan mengandalkan sumbangan para dermawan dan peziarah. Bukan pemandangan yang aneh kalo melihat ada tenda di mana seorang biarawan berjualan  roti. Saat saya mendekat, si biarawan berkata 'Bread, bread, for donation'.  Jadi ya, kalo mau roti itu, masukkan uang ke kotak yang disediakan. Lumayan laris manis lho :) Sayangnya, di wilayah ini jarang orang yg bisa bahasa Inggris dan jarang juga saya jumpai peziarah asing (mungkin karena bukan Oktober dan Mei). [caption id="attachment_274924" align="aligncenter" width="500" caption="Pintu masuk Jasna Gora"][/caption] [caption id="attachment_274921" align="aligncenter" width="500" caption="Salah satu sudut Jasna Gora"][/caption] [caption id="attachment_274922" align="aligncenter" width="500" caption="Boulevard"][/caption] Di depan Jasna Gora, ada boulevard panjang. Saya ngga tau berapa km karena saya ngga berjalan sampai ujung. Di kiri kanannya banyak restoran. Lagi-lagi ngga semuanya punya menu dalam bahasa Inggris. Saya merasa seperti buta huruf di sana karena ngga ngerti sama sekali bahasa Polandia yang merupakan rumpun bahasa Slavik dan ga ada sama sekali hubungannya dengan bahasa Inggris, belanda, jerman, atau perancis.  Setelah muter-muter melihat-lihat restoran yang ada, akhirnya saya masuk restoran mediteranian yang punya menu dalam bahasa inggis (paling ngga saya tau apa yang akan saya pesan). malam itu saya pesan 1 main course yang cukup besar (dan mengenyangkan) dan segelas teh (oh ya, ternyata orang polandia pecinta teh,meski mereka terkenal dengan vodka-nya). Untuk itu saya cukup membayar 20 PLN yang setara dengan 5 euro, cukup murah. Di kampung saya, uang 5 euro ngga cukup untuk pesan menu sederhana di restoran cepat saji. Malam kian pekat ditambah dengan hujan sejak saya menginjakkan kaki pertama kali di Polandia. Petualangan hari itu harus diakhiri karena esok harinya saya harus melanjutkan perjalanan ke Warsaw dengan kereta paling pagi. Sungguh pengalaman tak terlupakan, sendirian di negeri asing yang sama sekali tak kumengerti bahasanya.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H