Mohon tunggu...
Gita Aulia Purnama
Gita Aulia Purnama Mohon Tunggu... Mahasiswa - Sharing informasi politik

Ayo jadi generasi muda yang melek politik karena yang menentukan masa depan Indonesia adalah kita semua!

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Fungsi Partai Politik dan Analisis Fungsi Rekrutmen Politik Calon Anggota Legislatif Partai Gerindra di DKI Jakarta Pada Pemilu 2019

14 April 2022   20:22 Diperbarui: 14 April 2022   20:33 2857
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Dalam pelaksaan rekrutmen politik calon legislatif 2019, partai Gerindra menggunakan sistem semi terbuka. Sistem semi terbuka pada kenyataannya tidak seutuhnya terbuka. Seperti yang sudah dipaparkan oleh Haryanto, rekrutmen politik terbuka memiliki arti bahwa seluruh warga negara yang memenuhi persyaratan yang sudah ditetapkan serta mempunyai bakat, tanpa terkecuali memiliki kesempatan yang sama untuk menduduki jabatan poitik ataupun jabatan pemerintahan. Sedangkan sistem rekrutmen politik tertutup pada dasarnya hanya memberikan kesempatan kepada orang -- orang tertentu baik itu orang -- orang yang dekat dengan penguasa, sekumpulan individu yang memiliki kesamaan agama, etnis, daerah, atau bahkan berasal dari pihak keluarga penguasa. Setiap warga negara dapat menjadi pengurus partai Gerindra atau calon legislatif dengan memenuhi syarat -- syarat dan juga tahapan yang sudah ditentukan oleh ketentuan dan aturan resmi dari partai Gerindra. Sebagai partai pergerakan, partai Gerindra sangat menghargai keberagaman dari berbagai jenis suku, ras, dan juga agama. Partai Gerindra mengundang semua komponen dan pihak bangsa untuk bersama -- sama bersatu membangun Indonesia.

Pola semi terbuka yang diterapkan oleh partai Gerindra dalam proses rekrutmen secara tidak langsung menerapkan sistem suatu seleksi yang dilakukan melalui kualifikasi teknis, impersonal, dan rasional. Dalam rekrutmen calon legislatif, bakal calon harus bisa menjadi cerminan diri sebagai perwakilan yang sesungguhnya dari masyarakat. Seleksi dari anggota legislatif itu sendiri harus bisa memenuhi tuntutan seperti reputasi, kapabilitas, dan akseptabilitas. Dari ketiga syarat tersebut artinya seorang kandidat tentunya harus memiliki kemampuan yang mumpuni, memiliki reputasi yang baik di tengah -- tengah masyarakat, dan dapat diterima dengan baik oleh masyarakat serta dapat terpilih melalui proses perwakilan bukan hanya secara ditunjuk. Dalam pola sistem semi terbuka, tiap -- tiap warga negara tidak mempunyai keluasan atau kebebasan yang absolut untuk bersaing menjadi calon legislatif di partai Gerindra. Dalam proses seleksinya, tepatnya sebelum bakal calon legislatif diajukan ke Komisi Pemilihan Umum (KPU), partai Gerindra terlebih dahulu harus melaksanakan rekrutmen terhadap calon legislatif, baik itu dari tahap penyeleksian dari persyaratan administrasi seperti penilian ijazah, kesehatan, dan keterangan bebas hukum. Selain itu, partai Gerindra juga menilai calon anggota legislatif melalui moralitas seperti seberapa taatnya ia beribadah, kemampuan untuk membaca kitab suci, dan kecakapan untuk berkomunikasi sesuai dengan etika berbahasa. Pola rekrutmen memiliki keberagaman meskipun terdapat dua cara seleksi, baik itu melalui ujian ataupun latihan yang dianggap paling penting. Di samping itu, terdapat beberapa metode yang ada dalam rekrutmen politik seperti rotasi, penarikan undian, dan perebutan kekuasaan.

Menurut saya, fungsi rekrutmen politik di Indonesia belum diimplementasikan dengan baik. Mengapa demikian? Kegagalan para elite dalam menjalankan amanah masyarakat sebenarnya bisa dilihat dari proses awal seleksi politik dan seleksi kandidat yang diselenggarakan. Terlebih lagi untuk lembaga perwakilan rakyat seperti DPR, para elit partai cenderung lebih dominan menentukan siapa yang mereka pilih untuk dicalonkan sebagai anggota DPR. Sekelompok kecil elit di partai politik yang begitu berkuasa dengan bebasnya memilih siapa yang mereka inginkan, terutama untuk memperkuat posisinya di dalam partai politik. Bisa dilihat bahwa pada saat ini banyak sekali ditemukan calon anggota legislatif yang berasal dari kalangan artis. Padahal jika dilihat dari penilaian publik, justru dapat merugikan partai politik dalam jangka panjang. Karena dapat memperlihatkan bahwa bahwa partai tersebut tidak serius dalam melakukan seleksi kadernya. Padahal, kedudukan politik khusunya wakil rakyat tidak bisa dipandang sebelah mata apalagi mengabaikan elemen kapasitas. Melalui hal tersebut mengakibatkan masyarakat tidak peduli lagi bahkan cenderung apatis terhadap dunia politik. Seharusnya partai politik dapat melakukan seleksi kadernya berdasarkan penilaian prestasi, kinerja, dan keterampilan. Selain itu juga, hal terpenting lainnya yakni partai politik harus melakukan proses kaderisasi atau memberikan pendidikan kepada para kadernya.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun