Mohon tunggu...
Gita Andari
Gita Andari Mohon Tunggu... Mahasiswa - Pelajar/Mahasiswa

Saya gemar menulis konten dan mengeksplorasi berbagai topik. Senang belajar bahasa baru, dan budaya dari berbagai masyarakat.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Perjalanan Menjaga Tanah Demi Ketahanan Pangan Bangsa

31 Oktober 2024   17:35 Diperbarui: 31 Oktober 2024   17:38 95
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
YouTube Agung Wedhatama

Ketahanan pangan yang kuat bukan hanya tentang produksi, tetapi juga merawat tanah yang kita gali untuk masa depan. Sejak dahulu Indonesia dikenal sebagai tanah surga. Seperti salah satu kutipan lagu karya Koes Plus, "Orang bilang tanah kita tanah surga, tongkat kayu dan batu jadi tanaman...". Jika diandaikan, negri ini punya potensi sumber daya alam yang besar dan melimpah, namun ironinya apakah sudah semua rakyat bisa merasakan hasil dari tanah yang konon memiliki kekayaan melimpah ini?. Menurut data, pada tahun 2022 Indonesia merupakan negara peringkat dua se-ASEAN dengan tingkat kelaparan tertinggi. Ironinya, masih banyak anak-anak yang kekurangan gizi. Selain faktor ekonomi dan kurangnya pengetahuan orang tua terhadap gizi anak, kesulitan mengakses makanan yang bergizi juga menjadi salah satu faktornya. 

Sudah seharusya pemerintah memberikan perhatian yang sangat serius untuk mengurangi angka stunting di Indonesia. Berbagai program seperti makan siang gratis untuk anak sekolah dan pembuatan lumbung pangan/food estate di beberapa kawasan di Indonesia dilakukan untuk memenuhi ketahanan pangan dan memperbaiki gizi masyarakat. Selama ini Kementrian Pertanian terus mengupayakan peningkatan kapasitas produksi sebagai upaya pencapaian target penurunan stunting 14% pada 2024. 

Sektor pertanian berperan penting dalam usaha mendorong ketahanan pangan bangsa. Laporan Badan Pangan Nasional (Bappanas) pada tahun 2023, mencatat kabupaten di Indonesia yang memiliki ketahanan pangan tertinggi berada di Provinsi Bali. Tiga kabupaten teratas ditempati oleh Kabupaten Tabanan, Badung, dan Gianyar, kemudian disusul oleh beberapa kabupaten di pulau Jawa. Kabupaten Tabanan meraih poin 92,2 paling baik diantara 416 kabupaten yang diriset. Salah satu indikator yang menjadi pertimbangan adalah Normative Consumption Production Ratio (NCPR), adalah rasio konsumsi normatif per kapita terhadap produk bersih beras, jagung, ubi jalar, dan ubi kayu, serta stok beras pemerintah daerah. Sayangnya, ketahanan pangan di Indonesia belum merata di seluruh provinsi. Bappanas mengemukakan masih ada 70 kabupaten di berbagai provinsi yang masih rentan mengalami kerawanan pangan, seperti di Provinsi Papua, dan Papua Barat. 

Menurut FAO (Food and Agriculture Organization), ketahanan pangan ialah kondisi dimana terpenuhinya pasokan pangan, distribusi pangan yang optimal, dan akses pangan yang konsisten sepanjang waktu tanpa ancaman kelangkaan pangan. Mengutip salah satu narasumber pada acara Forum Bumi yang diselenggarakan Yayasan KEHATI dan National Geographic Indonesia, "Paradigma dan haluan pangan mesti berubah: sistem pangan nasional harus berbasis pada keberagaman Nusantara, beragam sumber hayati dan budaya pangan" (Sjamsul Hadi, 2024). Komoditas hasil pangan provinsi Bali cukup beragam. Berdasarkan data dari BPS Provinsi Bali, produksi tanaman pangan cukup bervariasi mulai dari padi, jagung, kedelai, kacang tanah, kacang hijau, ubi kayu, hingga ubi jalar. Dengan tidak hanya berfokus pada satu komoditas pangan, ini membuat Bali dapat menjaga ketahanan pangan yang lebih baik. Meski dengan catatan masih perlu meningatkan produksi komoditas selain padi. 

website BPS Provinsi Bali: bali.bps.go.id
website BPS Provinsi Bali: bali.bps.go.id

Pemerintah Provinsi Bali bersama para petani muda Bali terus berupaya untuk menciptakan pertanian yang berkualitas, tidak hanya soal produksi tetapi juga ramah lingkungan. Kepala BSIP Bali, Dr. drh. I Made Rai Yasa, MP., menyatakan bahwa Peraturan Daerah Provinsi Bali Nomor 8 Tahun 2019 tentang Sistem Pertanian Organik adalah langkah pemerintah untuk meningkatkan kesehatan masyarakat dan kualitas lingkungan hidup, yang perlu diterapkan di seluruh Provinsi Bali. Dengan program pertanian organik diharapkan dapat menciptakan ekosistem dan hasil panen yang lebih sehat. 

Sebagaian besar usaha menuju pertanian organik telah menjamur di seluruh Bali. Salah satu pelopor pertanian organik di Bali, adalah Anak Agung Gede Agung Wedhatama. Merupakan pendiri komunitas PMK atau Petani Muda Keren Bali. Inovasinya tersebut telah membawa dampak besar bagi perkembangan pada sektor pertanian di Bali, bahkan PMK sendiri sekarang sudah menjamur ke beberapa pulau lain. Seperti, Kalimantan, Sulawesi, Jawa Timur, Nusa Tenggara Barat, dan Nusa Tenggara Timur. 

Mengutip dari akun Youtube Agung Wedhatama, adapun visi dari PMK sendiri adalah untuk empowering, merangkul dan mengedukasi petani-petani di Bali untuk menjadi petani yang ramah lingkungan dengan bertani organik. Lewat pengetahuan beliau di bidang teknologi atau IT, pemasaran produk pertanian sekarang sudah dapat dilakukan lewat aplikasi yang beliau ciptakan, bernama BOS Fresh. Selain itu, beliau juga menciptakan aplikasi Petani Muda Keren, yang dapat membantu petani memeriksa stok komoditas dan membantu kegiatan pemasaran. Berkat inovasi tersebut PMK berhasil tidak hanya menembus pasar domestik tetapi juga internasional. Dengan demikian usaha untuk mensejahterakan petani dapat dilakukan. Seperti yang diutarakan oleh Gung Wedha "Kita harus bangga jadi petani, kita harus terus menjadi petani, karena dengan menjadi petani kita bisa memenuhi kebutuhan pangan masyarakat dunia." 

YouTube Agung Wedhatama
YouTube Agung Wedhatama

Transisi dari pertanian konvensional menuju pertanian organik tentu tidak mudah. Diperlukan pelatihan intensif dan penyuluhan menyeluruh bagi para petani agar mereka memahami dan menerapkan metode pertanian ramah lingkungan secara konsisten. Tak hanya itu, dukungan kebijakan pemerintah serta akses terhadap teknologi dan pasar juga menjadi faktor penting. Inisiatif-inisiatif seperti yang dilakukan oleh PMK menunjukkan bahwa dengan bimbingan yang tepat, petani dapat lebih sejahtera sekaligus menjaga kelestarian alam. Harapannya, pendekatan ini dapat diterapkan secara lebih luas di berbagai daerah Indonesia, menciptakan sistem pangan yang tidak hanya tangguh tetapi juga berkelanjutan, menjaga keseimbangan antara kebutuhan pangan generasi kini dan generasi mendatang. 

Perlu digaris bawahi betapa pentingnya pertanian organik pada lingkungan. Jangan sampai degradasi tanah ini berlangsung berlarut-larut. Pertanian organik memberikan manfaat signifikan untuk menjaga lingkungan dan kualitas tanah. Sementara pertanian konvensional yang mengandalkan pupuk dan pestisida kimia kerap berdampak negatif, menurunkan kualitas dan kesuburan tanah, metode ini berisiko membuat tanah mengalami degradasi, mengurangi kandungan organik, dan menurunkan kadar mikroorganisme penting dalam siklus nutrisi alami.

Sebaliknya, metode pertanian organik menggunakan bahan alami untuk memperkaya tanah dengan karbon organik (C-Organik), yang merupakan elemen penting bagi kesuburan tanah. Kandungan karbon ini membantu penyerapan air, menjaga kelembapan, dan menyediakan nutrisi yang stabil bagi tanaman. Selain itu, karbon organik berperan penting dalam menghadapi perubahan iklim, membantu tanah menyimpan lebih banyak karbon dan mengurangi emisi karbon ke atmosfer.

Melalui teknik seperti pemupukan alami, kompos, dan rotasi tanaman, pertanian organik mampu mengembalikan unsur hara yang hilang ke dalam tanah, mencegah degradasi, dan menjaga keseimbangan ekosistem. Ini memberikan manfaat jangka panjang bagi produktivitas tanah serta melindungi keanekaragaman hayati yang penting untuk kesehatan ekosistem pertanian dan tentunya ketahanan pangan di masa depan.  

Untuk memaksimalkan ketahanan pangan di masa mendatang, tentu selain melestarikan tanah, juga perlu menyesuaikan dengan budaya bertani masyarakat setempat. Ini menadi tantangan untuk mengembangkan pertanian organik yang berintegrasi dengan budaya masyarakat. Sistem pangan yang baik adalah yang menyatu dengan budaya lokal setempat. Sebagai contoh, prinsip menjaga alam (tanah), yang ada di Bali tertuang melalui kepercayaan masyarakat pada konsep Tri Hita Karana. Nilai-nilai Tri Hita Karana yaitu menjaga hubungan baik dengan manusia dan sesamanya (pawongan), dengan alam (palemahan), dan dengan tuhan (parahyangan). Dengan demikian sebagian besar pertanian di Bali menganut sistem Subak. Dimana sistem irigasi dilakukan melalui sumber mata air alami, dialirkan dari gunung, sungai, hingga menuju ke laut. Di lain tempat, seperti di Boti, NTT. Sistem pangan masyarakat juga menyatu dengan kebudayaan lokal. Mereka memiliki prinsip "menanam beragam tanaman, makan beragam pangan yang ditanam". Sistem agroforesty, Wanatani dan integrasi ternak menjaga keberagaman benih lokal. Keberhasilan implementasi sistem pertanian di kedua tempat tersebut membuat keduanya menjadi daerah yang memiliki ketahanan pangan yang baik di Indonesia.

Perjalanan menjaga tanah, menuju ketahanan pangan di Indonesia harus bergerak dari hulu hingga hilir. Rancangan pembuatan lumbung pangan atau food estate yang sejauh ini masih dalam proses pengembangan, perlu memperhatikan aspek lingkungan dan budaya untuk menjamin keberhasilan produksi pangan yang telah lama menjadi mimpi bangsa ini. 

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun