Mohon tunggu...
Gita Anastasia Soraya
Gita Anastasia Soraya Mohon Tunggu... Lainnya - -Tasya

Jika dapat berlari jangan coba untuk berjalan

Selanjutnya

Tutup

Healthy

Mitos Membunyikan Jari-jemari Menyebabkan Kerapuhan Tulang

13 November 2021   12:00 Diperbarui: 13 November 2021   12:20 221
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Kesehatan. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Schantalao

Mitos Membunyikan Jari-Jemari Menyebabkan Kerapuhan Tulang

Gita Anastasia Soraya

Jurusan Keperawatan, Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Mitra Keluarga,Jalan Pengasinan Rawa Semut Margahayu Bekasi Timur

Benarkah Membunyikan Jari-Jemari Menyebabkan Tulang Rapuh Atau Keropos?

Membunyikan jari-jemari kadang menjadi kebiasaan tanpa atau dengan disadari sebagai respon rasa pegal atau lelah karena aktivitas. Kebiasaan yang berulang dan bunyi yang dikeluarkan serta susunan tulang yang relative kecil dan rentan tidak sedikit beredar informasi atau mitos kebiasaan membunyikan jemari membuat tulang menjadi rapuh atau keropos.

Kebiassan menekuk ruas jemari sehingga tulang mengeluarkan bunyi “krekk”, bagi sebagian masyarakat menganggap hal ini berefek pada kerapuhan tulang. Dalam meluruskan informasi tersebut, diperlukan edukasi terhadap pengenalan penyakit akan kerapuhan tulang, sehingga banyak masyarakat dapat mengetahui hal-hal yang dapat menyebabkan kerapuhan tulang atau lebih dikenal sebagai Osteoporosis.

Osteoporosis atau kerapuhan tulang sering disebut “silent disease” karena sering terjadi tanpa disadari penderita (Annisa dkk., 2019). Osteoporosis merupakan penyakit degenerative, umumnya dialami pada kelompok lanjut usia (lansia) (Kiaonarni dkk., 2012). Penyakit ini ditandai dengan menurunnya masa atau kepadatan tulang, berkurangnya matriks dan mineral tulang disertai dengan rusaknya jaringan pembentuk tulang sehingga terjadi penurunan kekuatan tulang dan menyebabkan tulang mudah rapuh dan berisiko patah (Arsana, 2019).

Adapun klasifikasi Osteoporosis berdasarkan (Kemenkes, 2020):

  • Osteoporosis primer, kelompok lansia (usia 50 tahun) dan wanita pasca menoupose
  • Osteoporosis sekunder, pola hidup tidak sehat (kebiasaan merokok, konsumsi alkohol, tinggi kafein, rendah vitamin D dan kalsium dan penyakit tertentu)

Usia, fungsi tubuh berubah seiring dengan bertambahnya usia, semakin meningkatnya usia pertumbuhan tulang akan semakin berkurang. Proporsi Osteoporosis umumnya terjadi pada kelompok lansia dini (50-65 tahun) dan terjadi peningkatan diusia lanjut (65-85 tahun), dan sebanyak 78.8% penderita Osteoporosis mayoritas pada kelompok usia 60-74 tahun (Mart dkk., 2019).

Jenis Kelamin, wanita memiliki resiko 4 kali lebih besar dari pria terkena Osteoporosis. Masa atau kepadatan tulang sangat dipengaruhi oleh hormone estrogen, sebanyak 80% penderita Osteoporosis adalah wanita yang sudah memasuki menoupose dan pada wanita muda yang mengalami penghentian atau gangguan siklus menstruasi. tingkat kehilangan masa tulang terjadi lebih dulu pada wanita pasca menoupose sebesar 0.5-1 % pertahun dari berat tulang dan terjadi pada usia pria di atas 80 tahun. hal ini membuat proses perombakan dan pembentukan tulang melambat sehingga tulang menjadi berongga atau keropos (Annisa dkk., 2019).

Gaya hidup menjadi faktor pendorong Osteoporosis, seperti, (1)rendahnya tingkat aktivitas atau bergerak sangat berpengaruh menghambat proses osteoblast (pembentukan tulang), menurunkan kepadatan dan kekuatan tulang dan otot (Simangunsong & Wahyuni, 2020). Sebanyak 84.6% dari 38 responden terkena osteoporosis akibat kurangnya aktivitas fisik dibanding dengan  responden dengan aktivitas fisik (Situmorang, 2020).

(2)Kalsium rendah, asupan kalsium rata-rata masyarakat Indonesia hanya sebesar 254 mg/hari seperempat dari standar internasional kebutuhan gizi 1000-1200 mg/hari. Hal ini berefek pada penurun pembentukan atau kepadatan tulang sehingga berisiko pada Osteoporosis (Situmorang, 2020).

(3)Tinggi konsumsi kafein, setiap <300 mg kafein masuk kedalam tubuh setiap harinya, setiap 100 gram kafein dalam kopi membuang 2-3 mg kalsium dalam tubuh, meningkatkan konsentrasi kalsium pada pembuluh darah, penurunan penyerapan kalsium pada tulang dan terjadi hipokalsemia yang menyebabkan resiko kerapuhan tulang (Martanti et al., 2018). Minuman bersoda, menyumbang kafein dan kandungan lain seperti sakarin, fruktosa, asam benzoate, dan aspartame yang memberi efek negative pada kepadatan tulang seperti menurunkan kalsium serum, meningkatkan penyerapan kalsium dari tulang, dan menghambat penyerapan kalsium di usus (Berawi, 2017).

(5)Kebiasaan Merokok dan konsumsi alkohol, kandungan rokok memperlambat pembentukan sel tulang baru (osteoblast) dengan menghambat hormone calcitosin, menurunkan produksi hormone estrogen, dan menyebabkan reabsorbsi kalsium dalam ginjal. Minuman berakohol >2 unit/hari meningkarkan risiko Osteoporosis dan fraktur panggul (Kemenkes, 2020).

(6)Index Masa Tubuh, pada keadaan IMT rendah (>18) lebih berisiko terkena Osteoporosis karena terjadi penurunan produksi estrogen peripheral dan pada keadaan obesitas (IMT = 25 ≥ 30) presentasi lemak tubuh yang tinggi memiliki resiko osteopenia (masa tulang rendah) sehingga menyebabkan Osteoporosis (Dieny & Fitranti, 2017).

Dapat diketahui faktor resiko terjadinya Osteoporosis bukan dari kebiasaan membunyikan jari jemari atau hubungan tulang lainnya, Bunyi “krekk” berasal dari pecahnya gelembung gas dalam cairan synovial (pelumas) pada sendi dan butuh waktu 20-25 menit untuk dapat berbunyi kembali, dan bukan bertanda tulang keropos. Informasi tersebut dapat disimpukan belum ada kajian yang menyatakan membunyikan jari jemari  berhubungan dengan kerapuhan tulang atau Osteoporosis.

Adapun edukasi sejak dini mengenai gaya hidup sehat bagi masyarakat dapat meningkatkan kesadaran terhadap kesehatan tulang (Kemenkes, 2020) seperti; konsumsi makanan tinggi kalsium dan paparan vitamin D yang cukup (pukul 9 selama 5 -15 menit 3 kali/minggu). Kalsium dan vitamin D merupakan 2 komponen yang saling berkaitan, absorbsi kalsium dipencernaan tergantung pada kadar vitamin D, menjaga keseimbangan metabolisme dan penyerapan kalsium, meningkatkan kadar mineral dan densitas tulang (Setyorini et al., 2016). Aktivitas dan latihan fisik 30-60 menit perhari cukup mempertahankan index masa tubuh normal, mencegah peningkatan berat badan, meningkatkan mineralisasi tulang dan memperkuat otot dan densitas tulang (Simangunsong & Wahyuni, 2020). Adapun hal lainya seperti haid teratur, menghindari kebiasaan meroko dan minuman berakohol serta kafein berlebihan. (Kemenkes, 2020)(Livana dkk., 2020).

Referensi

Annisa, N. N., Hidajat, N. N., & Setiawati, E. P. (2019). Hubungan Pengetahuan dan Sikap dengan Tindakan Pencegahan Osteoporosis pada Remaja Puteri di Kecamatan Soreang Kabupaten Bandung. 110 Jsk, 4(3), 110–116. http://journal.unpad.ac.id/jsk_ikm/article/view/21239

Arsana, I. W. (2019). Penatalaksanaan Osteoporosis Pascamenopause (Cetakan Pe). UB Press. https://books.google.co.id/books?id=ln_RDwAAQBAJ&lpg=PP1&hl=id&pg=PA9#v=onepage&q&f=false

Berawi, K. N. D. (2017). Konsumsi Soft Drink dan Efeknya terhadap Peningkatan Risiko Terjadinya Osteoporosis. Majority, 6(2), 21–25.

Dieny, F. F., & Fitranti, D. Y. (2017). Faktor risiko osteoporosis pada wanita usia 40-80 tahun: status menopause dan obesitas. Jurnal Gizi Klinik Indonesia, 14(2), 45. https://doi.org/10.22146/ijcn.24872

Kemenkes. (2020). Situasi Osteoporosis Di Indonesia (pp. 1–9).

Kiaonarni, O. W., Adin, M., S, E. N., Eko,  a C., & Irine, C. (2012). Faktor Penyebab Terjadinya Osteoporosis Pada Wanita Lansia. Jurnal Keperawatan, 5(3), 131–134.

Livana, P., Resa Hadi, S., Terri, F., Dani, Kushindarto, & Firman, A. (2020). Indonesian Journal of Nursing and Health Sciences. Indonesian Journal of Nursing and Health Sciences, 1(1), 37–48.

Mart, S., Siahaan, C., Keperawatan, J., & Medan, P. N. (2019). Faktor-faktor terjadinya osteoporosis pada lansia di puskesmas pancur Batukab. Deli Serdang tahun 2019. Academia, 17.

Martanti, L. E., Hesti, K. Y., & Laska, Y. (2018). Hubungan Faktor Risiko Umur, Indeks Massa Tubuh, Kebiasaan Olahraga Dan Konsumsi Kafein Dengan Gejala Osteoporosis Pada Akseptor Kb Dmpa Di Wilayah Puskesmas Tengaran. Jurnal Kebidanan, 8(1), 22. https://doi.org/10.31983/jkb.v8i1.3731

Setyorini, A., Suandi, I., Sidiartha, I. G. L., & Suryawan, W. B. (2016). Pencegahan Osteoporosis dengan Suplementasi Kalsium dan Vitamin D pada Penggunaan Kortikosteroid Jangka Panjang. Sari Pediatri, 11(1), 32. https://doi.org/10.14238/sp11.1.2009.32-8

Simangunsong, D. E., & Wahyuni, T. S. (2020). Penurunan keluhan menopause dengan latihan. Jurnal Kesehatan Manarang, 6(1), 1–7.

Situmorang, H. (2020). Faktor – Faktor Yang Berhubungan Dengan Kejadian Osteoporosis. Indonesian Trust Health Journal, 3(2), 337–343. https://doi.org/10.37104/ithj.v3i2.57

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Healthy Selengkapnya
Lihat Healthy Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun