Mohon tunggu...
gisya widia putri
gisya widia putri Mohon Tunggu... Mahasiswa - mahasiswa

Saya adalah seorang mahasiswa di salah satu kampus di Bandung, saya merupakan orang yang sangat terorganisir. Saya selalu membuat catatan dan menggunakan serangkaian alat untuk membantu diri saya tetap berada di atas tenggat waktu. Saya suka menjaga ruangan yang bersih dan membuat metode pengarsipan yang logis sehingga saya selalu dapat menemukan apa yang saya butuhkan.

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Akhlak Terpuji dalam Tasawuf: Pelajaran dari Ajaran 'Abd Al-Rauf Al-Fansuri

23 Desember 2024   00:18 Diperbarui: 23 Desember 2024   00:29 66
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pendidikan. Sumber ilustrasi: PEXELS/McElspeth

Dalam Islam, akhlak menempati posisi yang sangat sentral, akhlak juga merupakan inti dari ajaran Islam. Nabi Muhammad SAW bahkan menegaskan bahwa beliau diutus untuk menyempurnakan akhlak manusia. Dalam sabda beliau dalam Hadis yang diriwayatkan oleh al-Bayhaqī, lihat al-Bayhaqī, Sunan al-Kubrā , No . 20782, jil . X, 232.

“Sesungguhnya aku diutus (oleh Allah SWT) untuk menyempurnakan akhlak manusia”.

Hal ini menunjukkan betapa pentingnya akhlak dalam membentuk karakter seorang individu dan kualitas sebuah masyarakat. Akhlak yang mulia adalah cerminan keimanan seseorang dan menjadi kunci untuk meraih kebahagiaan di dunia dan akhirat.

Lantas Apa hubungan antara Ahklak dan Tasawuf?

Tasawuf, sebagai salah satu cabang ilmu dalam Islam, berfokus pada upaya penyucian jiwa dan mendekatkan diri kepada Allah SWT. Dalam tasawuf, amal sholeh dan akhlak menempati posisi pertama. Salah satu aspek dalam tasawuf adalah pembinaan akhlak. Pada awal perkembangannya, tasawuf sangat identik dengan zuhud, yaitu gaya hidup sederhana yang meneladani Rasullullah SAW dan para sahabat. Zuhud menjadi panduan akhlak bagi generasi awal sufi, yang memberikan perhatian pada hubungan antara kerohanian dan perilaku moral. Para sufi sejak zaman Rasullullah SAW telah memberikan perhatian besar terhadap pembentukan akhlak yang mulia. Mereka melihat bahwa akhlak yang baik adalah buah dari perjalanan spiritual yang mendalam. Oleh karena itu, tasawuf disebut sebagai ilmu mengenai akhlak keagamaan.

Namun, perkembangan tasawuf pada fase selanjutnya mencatat munculnya pemikiran-pemikiran eksklusif seperti doktrin al-ḥulūl oleh al-Hallaj dan konsep al-ittiḥād oleh Abu Yazid al-Bisṭāmī. Pemikiran ini dianggap menyimpang dari prinsip-prinsip Islam. Hal ini mendorong beberapa tokoh sufi besar untuk mengembalikan tasawuf ke pangkalnya dengan menekankan kembali aspek akhlak dan amal.

Integrasi Akhlak dan Tasawuf

Integrasi antara akhlak dan tasawuf merupakan hal yang tidak terpisahkan. Akhlak menjadi landasan bagi perjalanan spiritual dalam tasawuf, sementara tasawuf memberikan dimensi yang lebih dalam dan luas bagi pemahaman dan pengalaman akhlak. Beberapa poin penting terkait integrasi keduanya adalah:

  • Akhlak sebagai syarat utama dalam tasawuf: Seorang sufi dituntut untuk memiliki akhlak yang mulia sebagai syarat untuk mencapai maqamat-maqamat tertentu dalam tasawuf. Akhlak yang baik akan memudahkan seseorang dalam mendekatkan diri kepada Allah SWT.
  • Tasawuf sebagai sarana untuk menyempurnakan akhlak: melalui berbagai amalan dan latihan spiritual dalam tasawuf, seseorang dapat membersihkan hati dari sifat-sifat tercela dan menanamkan sifat-sifat terpuji.
  • Keduanya saling melengkapi: akhlak memberikan pondasi yang kokoh bagi perjalanan spiritual, sedangkan tasawuf memberikan kedalaman dan keluasan dalam pemahaman dan pengalaman akhlak.

Integrasi antara akhlak dan tasawuf menunjukkan bahwa keduanya saling melengkapi. Akhlak berperan sebagai panduan perilaku, sementara tasawuf memperdalam dimensi spiritualnya. Oleh karena itu, tasawuf tidak hanya menjadi jalan menuju kedekatan dengan Allah, tetapi juga menjadi sarana untuk memperbaiki hubungan manusia dengan sesamanya, menjadikan kehidupan lebih harmonis dan penuh kasih sayang.

(Ridwan Arif, Ph.D. "Syekh ‘Abd Al-Ra’ūf Al-Fansūrī Rekonsiliasi Tasawuf dan Syariat Abad ke-17 di Nusantara" Jakarta: Penerbit Buku Kompas, 2020), Hlm, 171).

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun