Akhlak dan tasawuf adalah dua konsep yang saling terkait dalam Islam. Akhlak berfungsi untuk membentuk individu yang berakhlak mulia dan menjaga moralitas masyarakat, sementara tasawuf berfungsi untuk menyucikan hati dan memperoleh kebahagiaan dunia dan akhirat. Kedua konsep ini memiliki urgensi yang sama dalam membentuk karakter mulia dan menghilangkan kejahatan dan kerusakan dalam masyarakat.
Akhlak secara sederhana dapat diartikan sebagai budi pekerti atau perangai. Dalam konteks agama Islam, akhlak merujuk pada perilaku atau tindakan manusia yang didasarkan pada nilai-nilai moral yang diajarkan oleh agama. Akhlak yang baik adalah cerminan keimanan seseorang dan menjadi tolak ukur kualitas spiritualnya. Tasawuf sendiri adalah cabang dalam agama Islam yang berfokus pada pengembangan spiritual dan hubungan pribadi dengan Allah. Dalam praktiknya, tasawuf menekankan pentingnya akhlak yang baik sebagai bagian integral dari perjalanan spiritual seseorang.
Tasawuf sebagai salah satu cabang ilmu dalam Islam, tidak hanya mengajarkan tentang hubungan manusia dengan Tuhan, tetapi juga memberikan panduan tentang bagaimana seharusnya seorang muslim berperilaku dalam kehidupan sehari-hari. Akhlak merupakan salah satu aspek penting dalam tasawuf, karena dianggap sebagai cerminan dari kualitas spiritual seseorang.
Abd al-Rauf adalah salah satu tokoh sufi yang sangat menekankan pentingnya akhlak dalam perjalanan spiritual. Dalam kitab-kitabnya, seperti Tanbih al-mashi dan Umdat al-Muhtājin, beliau merinci berbagai sifat terpuji yang harus dimiliki oleh seorang sufi.
Dalam artikel ini, kita akan membahas konsep akhlak terpuji dalam ajaran tasawuf, khususnya berdasarkan ajaran Abd al-Rauf. Dengan menganalisis kutipan teks nya, kita akan mengungkap dimensi-dimensi penting dari akhlak yang dianjurkan dalam tasawuf. Selain itu, artikel ini juga akan membahas bagaimana akhlak terpuji diintegrasikan dengan praktik-praktik spiritual dalam tasawuf.
Akhlak terpuji dalam Karya ‘Abd al-Ra’ūf
‘Abd al-Ra’ūf, seorang tokoh tasawuf terkemuka, menekankan pentingnya akhlak dalam hubungannya dengan Allah SWT (al-manāzil) dan sesama manusia. Dalam karya utamanya, Tanbih al-Mashi, ia menganjurkan para murid tasawuf untuk meneladani akhlak Rasulullah SAW. Beliau menekankan kasih sayang universal sebagaimana firman Allah:
"Tidak Kami utus engkau (wahai Muhammad), kecuali sebagai rahmat bagi seluruh makhluk." {Qs. al-Anbiya' (21): 107}
Beberapa hadis yang mendukung ajaran akhlak ini antara lain:
"Allah tidak mencintai orang yang tidak mencintai sesamanya." {Hadis riwayat al-Bukhari , 9 jilid, No. 7376, jil. III, 367-68}
"Bantulah saudaramu, baik yang menganiaya maupun yang teraniaya." {Hadis riwayat al-Bukhārī, Ṣaḥīḥ al-Bukhārī , No.2444, jil. 3, 128}
Hadis-hadis ini menegaskan bahwa akhlak yang baik mencakup kasih sayang kepada semua makhluk, tanpa memandang status atau keadaan.