Mohon tunggu...
Girna Ramadhani
Girna Ramadhani Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa

Mahasiswa Ilmu Hubungan Internasional UPN "Veteran" Yogyakarta

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Angklung sebagai Media Diplomasi Budaya Indonesia

17 Mei 2022   20:03 Diperbarui: 17 Mei 2022   20:09 1024
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Diplomasi budaya merupakan salah satu jenis diplomasi yang marak digunakan oleh negara-negara di dunia. Diplomasi budaya dapat diartikan sebagai suatu bentuk usaha negara untuk meraih kepentingan nasionalnya melalui dimensi kebudayaan, yang dapat dilakukan oleh aktor negara maupun aktor non-negara seperti pemerintahan, lembaga-lembaga swadaya, akademisi, pelaku seni, atau individu. 

Dari penjelasan tersebut, diplomasi budaya juga dapat diartikan sebagai segala aktivitas yang dilakukan oleh suatu negara dalam mempresentasikan budayanya untuk mempengaruhi masyarakat internasional. Dimensi kebudayaan tersebut dianggap mampu menyampaikan isu atau misi politik luar negeri suatu negara. 

Dilakukannya diplomasi budaya bertujuan untuk mempengaruhi opini publik yang mendorong negara lain untuk mendukung suatu kebijakan dari negara yang melakukan diplomasi.

Selain itu, diplomasi budaya juga merupakan contoh dari soft power. Soft power menurut Joseph Nye diartikan sebagai kemampuan suatu negara untuk mengajak negara lain bekerjasama tanpa melibatkan hard power yaitu senjata. Contoh dimensi budaya yang digunakan untuk diplomasi adalah musik. 

Seorang penyair Amerika yang bernama Henry Wadsworth Longfellow mengatakan bahwa "Music is the universal languange of mankind". Musik juga tidak lepas dengan adanya instrumen sebagai alat yang menghasilkan suara. 

Salah satu instrumen musik yang dimiliki oleh Indonesia adalah angklung. Alat musik angklung ini memiliki daya tarik bagi wisatawan asing dan tentunya memiliki nilai sejarah yang penting. Adapun angklung merupakan salah satu warisan budaya yang berasal dari Jawa Barat dan telah diakui oleh UNESCO pada tahun 2010 sebagai warisan budaya tak benda. 

Tidak hanya sebagai warisan budaya milik Indonesia, namun UNESCO juga menetapkan bahwa angklung merupakan warisan budaya dunia. UNESCO sendiri merupakan organisasi internasional yang berada di bawah naungan PBB dan menangani hal-hal yang berkaitan dengan pendidikan, ilmu pengetahun, dan kebudayaan.

Upaya untuk memperkenalkan angklung ke level internasional sebenarnya telah dimulai sejak tahun 1971. Sejak saat itu, angklung telah dijadikan sebagai salah satu media diplomasi budaya oleh Indonesia. Adanya diplomasi angklung ini menyebabkan semakin banyaknya sekolah yang memainkan angklung misalnya di Korea Selatan dan di Argentina kesenian angklung dijadikan sebagai salah satu ektrakurikuler di sekolah. 

Berbagai kunjungan dan misi kebudayaan yang dilakukan oleh Indoensia, membuat angklung semakin dikenal di level internasional. Pementasan angklung juga sering dilakukan misalnya pada Konferensi Asia Afrika tahun 1995 di Bandung. Kesenian angklung juga pernah mendapatkan penghargaan internasional PATA Awards yang diselenggarakan di Jeju, Korea Selatan pada tahun 2004.

Dengan berbagai kunjungan dan misi yang dilakukan oleh Indonesia ternyata mampu meningkatkan antusiasme masyarakat internasional terhadap angklung. Sehingga telah banyak diadakan kegiatan yang bertajuk angklung di berbagai tempat, terutama setelah angklung diresmikan sebagai warisan budaya Indonesia dan warisan budaya tak benda oleh UNESCO. 

Misalnya saja permainan angklung massal yang dilakukan oleh 5000 orang di Beijing dan sebanyak 10.000 orang di Amerika Serikat. 

Permainan angklung yang menjadi side event Konferensi Asia Afrika ke-60 berhasil memecahkan rekor dengan melibatkan sebanyak 20.000 orang di Stadion Siliwangi. Pertunjukan angklung yang diadakan di Bandung ini memiliki tema "Harmony Angklung for the World". 

Permainan angklung massal tersebut juga mendapatkan Piagam Penghargaan dari Museum Rekor Dunia. Adanya pertunjukan angklung tersebut merupakan salah satu upaya Indonesia untuk mempromosikan kebudayaan serta memperkuat soft power diplomasi Indonesia.

Pada 22 Maret 2022 dalam kegiatan World Water Forum (WWF) ke-9 di Dakar, Senegal terdapat sebuah permainan angklung yang dilakukan oleh sejumlah delegasi. Saat itu, Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) Basuki Hadimuljono mengunjungi Paviliun Indonesia. Menteri Basuki terlihat tengah memainkan angklung yang merupakan alat musik warisan Indonesia dan berasal dari Jawa Barat. Tidak lupa mengajak sejumlah delegasi dari Indonesia dan negara lainnya untuk ikut serta memainkan angklung. 

Dalam permainan angklung tersebut, para delagasi dari berbagai negara terlihat antusias dan gembira ketika menggerakkan angklung dengan nadanya masing-masing. WWF ke-9 tahun 2022 yang diselenggarakan di Dakar ini juga sebagai ajang promosi untuk WWF ke-10 pada 2024 di Bali, sekaligus mempromosikan promosi dan event G20 di Bali.

Angklung telah menjadi salah satu identitas yang melekat pada diri bangsa Indonesia. Seiring dengan perkembangan dan berbagai upaya yang telah dilakukan oleh Indonesia, angklung telah dimainkan dalam event nasional maupun internasional. 

Sedangkan dalam hal diplomasi, angklung baru digunakan sebagai salah satu media diplomasi budaya pada tahun 1971. Dengan diadakannya pertunjukan atau permainan angklung baik itu di level nasional maupun internasional, digunakan untuk membawa pesan-pesan politik luar negeri Indonesia. Angklung sebagai salah satu media diplomasi dapat menjadi jembatan untuk menghubungkan Indonesia dan negara-negara lainnya di dunia. 

Oleh karena itu, diplomasi budaya melalui alat musik angklung harus terus dikembangkan dan dilakukan oleh aktor negara maupun non-negara. Karena dengan dilakukannya diplomasi budaya melalui angklung terbukti mampu mempengaruhi opini publik dan bermanfaat bagi Indonesia. 

Seperti setelah diadakannya pertunjukan angklung di Bandung dengan tajuk "Harmony Angklung for the World", berhasil meningkatkan kunjungan wisata angklung dan mendapatkan penghargaan.

Angklung sebagai media diplomasi juga dapat dilihat pada kunjungan Menteri Basuki dalam kegiatan World Water Forum (WWF) ke-9 di Dakar, Senegal. Selain sebagai upaya promosi kebudayaan, juga mempromosikan beberapa event yang akan diadakan di Indonesia. 

Dengan demikian, kita sebagai bangsa Indonesia memiliki tanggung jawab untuk senantiasa melestarikan dan mempromosikan angklung.  

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun