Mohon tunggu...
Giri Luka
Giri Luka Mohon Tunggu... Buruh - Kadang merasa lelah, tapi harus tetap berjalan

Rimbo Bujang: Awal Semua Perjalanan...

Selanjutnya

Tutup

Bola Pilihan

Bobotoh Lupa Cara Menunggu

8 Juni 2017   12:06 Diperbarui: 8 Juni 2017   12:11 425
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Desakan di media sosial dengan kata-kata kasar disinyalir kuat menjadi landasan Djadjang mundur. Apalagi, anaknya meminta dengan sangat karena tak tahan dengan cacian-cacian itu. Padahal, Djadjang sudah beberapa kali menegaskan hanya akan meninggalkan Persib jika tim tak membutuhkan tenaganya lagi, bukan karena "keputusan" bobotoh.

Kepergian Djadjang menandakan prestasi di masa lalu tidak menjamin seseorang nyaman di Persib. Djadjang merupakan satu-satunya orang yang pernah merasakan gelar bersama Maung Bandung dengan status pemain, asisten pelatih, dan pelatih kepala.

Dengan jabatan terakhir, dia meraih empat trofi dalam kurun 2012-2017. Trofi Celebes Cup 2012 menjadi awal. Dia kemudian mengantarkan Persib merebut trofi ajang sepak bola tertinggi di Indonesia, LSI 2014. Itulah gelar setelah menanti 19 tahun! Selanjutnya, Persib menjadi yang terbaik di Piala Wali Kota Padang 2015 dan Piala Presiden 2015. Di luar gelar, Persib pernah beberapa kali gagal merebut gelar di turnamen yang diikuti.

Tapi, bobotoh --bisa dikatakan oknum bobotoh-- memang lupa cara menunggu setelah begitu "terlunta-lunta" 19 tahun. Tentu bukan semata-mata salah mereka.

Lihat saja target yang selalu dicanangkan manajemen setelah menjadi yang terbaik di LSI 2014. Juara! Ya, dengan merekrut pemain-pemain kenamaan pada setiap membangun kekuatan menyambut musim baru, tak berlebihan kalau menjadi yang terbaik adalah idaman yang dipancang. Ini juga yang kemudian masuk ke mind set bobotoh. Bahwa, hanya juara yang bisa disebut prestasi.

Main jelek tapi menang bukan serta merta mendatangkan pujian. Apalagi, Persib memiliki Michael Essien sang marquee player yang pernah berseragam Chelsea, Real Madrid, dan AC Milan.

Essien, harus diakui menjadi alasan Djadjang begitu disorot, selain karena Charlton Cole. Jika merujuk menit main, Essien adalah marquee player paling sedikit mendapatkannya di antara pemain dengan status sama di tim lain. Sedangkan, Cole hanya menjalani latihan. Dalam dua laga terakhir, namanya bahkan tak masuk dalam daftar susunan pemain. Padahal, dengan nama yang sudah dimiliki, Essien dan Cole adalah harapan besar bobotoh untuk Persib bisa mempertahankan gelar.

***

PADA akhirnya, Persib memang harus menjalani era baru setelah Djadjang menyatakan mundur meski masih menggantung karena manajemen belum membuat keputusan. Setelah laga kesembilan di Liga 1 2017, Persib masih memiliki 25 pertandingan lagi yang akan menentukan di mana posisi Persib yang sebenarnya. 

Tentu, manajemen harus segera menentukan pelatih yang sesuai kualifikasi. Meski pergantian pelatih tak selalu menghadirkan prestasi seperti musim yang sudah-sudah, ada baiknya tidak bersikap pesimistis. Semua harus melihat contoh yang baik. Bali United dan PS TNI menjadi contoh nyata bahwa pelatih baru juga bisa memberi efek positif kepada tim.

Yang jelas, tugas pelatih baru sangat berat karena selain standar tinggi yang menjadi tuntutan, bayang-bayang prestasi yang ditorehkan Djadjang tidak akan bisa hilang begitu saja. Djadjang tetap menjadi rujukan pelatih berprestasi selain Indra Thohir. (*)

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Bola Selengkapnya
Lihat Bola Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun