Mohon tunggu...
Giri Lumakto
Giri Lumakto Mohon Tunggu... Guru - Pegiat Literasi Digital

Digital Ethicist | Pemerhati Pendidikan Literasi Digital, Teknologi, dan Budaya | Curriculum Developer for Tular Nalar from Google.org | K'ers of The Year 2018 | LPDP 2016 | STA Australia Awards 2019 | LinkedIn: girilumakto | Twitter: @lumaktonian | email: lumakto.giri@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Fiksiana Pilihan

Horor Singkat Tercekat #42

3 Desember 2015   22:51 Diperbarui: 3 Desember 2015   22:51 393
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

[caption caption="I'm Scared Face - ilustrasi: reyriders.deviantart.com"][/caption]

"Tang.. tang.. tang" suara sipir penjara memukul jeruji penjara di ujung lorong. Setiap pukul 3 pagi, sipir Suman berkeliling blok B. Kadang menyenteri para tahanan di dalam sel, sipir Suman selalu melihat mereka sinis. Jijik bagai melihat binatang. Hamid dan tiga teman satu sel mempertajam pendengaran mereka. Langkah kaki sipir Suman mereka hitung. Ditangan Petrus, terhunus sendok yang sengaja ditajamkan. Fathoni membenturkan diri ke jeruji sel. "Braaak!!" tubuh Fathoni menghantam jeruji. Gaduh mulai muncul. Sipir Suman berlari menuju sel Hamid, Petrus dan Fathoni. "Ada apa ini!!?" sipir Suman mendekat. Seketika Hamid menarik tangan sipir Suman yang menyenteri sel. "Duuughh" wajah sipir Suman membentur. Petrus lalu menghujam pisau sendoknya tepat ke leher sipir Suman. "Ahhh...!! Apa ini. Sialan kalian!!" darah mengucur deras dari leher. Sipir Suman rubuh dan kejang kehabisan darah sebelum sipir lain datang. "Cuih! Karena kami bukan binatang menjijikan Suman." Hamid berujar bengis.

- - o - -

Wulan segera memasuki kamar kosnya setelah buang air kecil. WC kamar kos agak jauh dari kamarnya. Selalu menegangkan jika harus ke sana tengah malam seperti ini. Seusai pintu ditutup, Wulan mendengar ada suara langkah kaki. Wulan segera menyingkap selimut dan mencoba menutup matanya. Sialnya, pintu kamar tidak tertutup rapat. Langkah kaki yang ia dengar bukan seperti biasanya. Hanya satu kaki yang menapak. Sedang satu kaki lagi seperti diseret. Langkah kaki dan seretan itu semakin dekat. Mata Wulan tepat melihat sela pintu yang terbuka. Dilihatnya kaki yang melangkah. Sedang satu kaki lainnya hanya tulang yang coklat kehitaman. Kaki tanpa tapak, dan hanya tulang itu begitu nyata. Nafas Wulan tercekat. Wajahnya memucat.

- - o - -

Kamu tidak pernah akan sendiri saat menatap pojok kamarmu. Ia akan selalu mengamatimu. Menunggumu terlelap. Lalu ia akan mendekat tepat ke samping tempat tidurmu. Ia akan memandangimu sampai pagi menjelang. Saat ia memandangimu, yakinlah ia akan muncul di mimpi burukmu.

- - o - -

Untuk kamar sebesar ini, 1 juta per tahun sangatlah murah fikir Rudi. Tapi ada satu hal yang aneh dengan kamar ini. "Pak Seno, kalau tengah malam apa ada anak kos yang pulang?" tanya Rudi ke pemilik kos. "Oh tidak ada mas Rudi. Anak-anak paling malam pulang jam 10. Itu aturan kos ini." jawabnya. "Kenapa ada langkah kaki setiap malam ya pak. Dan selalu berhenti tepat di kamar saya?" Rudi bertanya mendetail. "Oh..itu mas Rudi. Saya ga tahu kenapa." pak Seno gugup menjawab. "Anehnya, saat ada suara langkah kaki, ada suara krek..krek begitu pak. Kaya tulang bergesek begitu pak?" Rudi mahasiswa semester 7 kedokteran mengungkap apa yang ia dengar. "Dua bulan lalu ada yang bunuh diri di kamarmu Rud!" sela Janu. "Si cewe yang punya kamar ini sakit hati sama pacarnya. Ia gantung diri di kamar kamu." "Apa betul pak??" was-was dan takut Rudi bertanya ke pak Seno. "I..ii..iya mas" takut pak Seno menjawab. "Ngerinya, si cewe gantung diri sampe kepalanya hampir putus Rud." Janu memberi detail. "Beneran itu Jan??" merinding Rudi bertanya. "Si cewe gantung diri pake senar gitar." Janu menjawab singkat lalu pergi ke kamarnya. Rudi hanya diam tercekat. Ia membayangkan langkah kaki tiap malam si arwah cewe tadi sambil membawa kepalanya yang hampir terputus.

Cerita lainnya: #1 | #2 | #3 | #4 | #5 | #6 | #7 | #8 | #9 | #10 | #11 | #12 | #13 | #14 | #15 | #16| #17| #18| #19| #20| #21| #22| #23| #24 | #25 | #26 | #27 | #28 | #29 | #30 | #31 | #32 | #33 | #34 | #35 | #36 | #37 | #38 | #39 | #40 | #41 

Salam,

Solo, 03 Desember 2015

10:52 pm

Mohon tunggu...

Lihat Konten Fiksiana Selengkapnya
Lihat Fiksiana Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun