2. Facebook (FB). FB masih menjadi medsos terbesar di dunia dengan lebih dari 2 miliar user aktif per bulan, termasuk di Indonesia. FB dilengkapi berbagai fitur dan layanan berlimpah agar pengguna berinteraksi, berbagi, dan mendapatkan informasi. Namun, FB juga menjadi ladang subur bagi hoaks Pemilu.
FB masih dipenuhi banyaknya akun-akun palsu, bot, atau troll buatan untuk menyebarkan konten provokatif atau adu domba berisi isu SARA, atau kampanye hitam. Walau FB telah berkolaborasi dengan lembaga cek fakta independen, untuk mem-flag atau menghapus hoaks Pemilu. Di linimasa dan grup tertutup masih banyak konten hoaks dan provokatif yang lolos dari pengawasan.
3. Twitter. Platform medsos berbasis mikroblogging membuat usernya dapat mengirim dan membaca pesan singkat yang disebut tweet. Users aktif Twitter yang lebih dari 300 juta, termasuk di Indonesia, membuatnya menjadi salah satu sumber informasi terkini dan terpercaya. Apalgi isu  yang terkait dengan isu-isu politik dan sosial.Â
Namun, Twitter masih menjadi medium rawan penyebaran hoaks Pemilu. Adanya akun bot dan buzzer yang sengaja menghasut, menghina, atau mengadu domba masyarakat memperkeruh diskusi sehat. Mereka sering menggunakan hashtag, retweet, atau mention demi menjatuhkan dan men-trendingkan kepentingan mereka kubu mereka sendiri.
4. Instagram (IG). Fokus IG adalah medsos berbasis foto dan video. Dengan lebih dari 1 miliar users, termasuk di Indonesia, IG menyediakan berbagai fitur dan layanan untuk berekspresi, berkreasi, dan berkomunikasi. Akan tetapi, Instagram juga menjadi sarana penyebaran hoaks Pemilu, walau tidak begitu kentara.Â
Banyaknya akun buatan untuk menyebarkan konten visual yang menyesatkan, menipu, atau memfitnah calon peserta Pemilu atau lembaga pemilu, banyak user pun terhapus. Meskipun IG ditujukan bagi generasi lebih update, seperti Milenials dan Gen-Z. Bukan berarti mereka tidak bisa ditipu dengan hoaks Pemilu.
5. TikTok. Platform ini membaurkan medsos dengan platform hiburan berbasis video pendek. Kini masih menjadi favorit di Indonesia, TikTok menawarkan berbagai fitur untuk bersenang-senang, belajar, dan berbagi. Namun, TikTok kini juga menjadi medium penyebaran hoaks Pemilu, walau cukup subtil.
Kepopulerannnya membuat aktor dibalik hoaks Pemilu sengaja menyebarkan konten video hoaks politik, hasutan, atau editan terkait Pemilu. Jelang Pemilu 2024 nanti TikTok akan menjadi media baru dan bisa jadi luput dari pengawasan. Saat banyak users memperhatikan TikTok, hoaks bisa membentuk bias dan polarisasi di TikTok.
Setelah mengenali kerawanan lima platform medsos di atas, perlu juga langkah riil dan kolaboratif. Karena mengenali saja tanpa memberikan solusi untuk melawan hoaks Pemilu, akan percuma. Apalagi dampak hoaks Pemilu pernah dirasakan dan begitu merugikan demokrasi. Berikut langkah-langkah tersebut:
Meningkatkan literasi digital dan politik masyarakat. Masyarakat perlu dibekali dengan pengetahuan dan keterampilan untuk mengkritisi dan memverifikasi informasi di medsos. Mereka juga perlu memiliki sikap kritis dan toleran terhadap perbedaan pandangan politik.
Menjaga integritas dan etika dalam berkampanye di medsos. Para peserta politik, relawan, simpatisan dan publik secara umum harus menghormati prinsip demokrasi dan HAM dalam berekspresi dan mendapatkan informasi. Hindari penyebaran hoaks yang dapat merugikan lawan politik atau masyarakat.Â