Mohon tunggu...
Giri Lumakto
Giri Lumakto Mohon Tunggu... Guru - Pegiat Literasi Digital

Digital Ethicist | Pemerhati Pendidikan Literasi Digital, Teknologi, dan Budaya | Curriculum Developer for Tular Nalar from Google.org | K'ers of The Year 2018 | LPDP 2016 | STA Australia Awards 2019 | LinkedIn: girilumakto | Twitter: @lumaktonian | email: lumakto.giri@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Politik Artikel Utama

Tidak Selamanya Capres Eksis di Trending Medsos Itu Baik

30 Mei 2023   23:40 Diperbarui: 6 Juni 2023   11:50 250
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Darts oleh iconcom/pexels.com

Sejak lama, medsos menjadi lahan subur mendulang kesan dan dukungan pemilih saat Pemilu. Dengan konten yang serba dimodifikasi menjadi yang terbaik, pencitraan mudah, cepat, dan real-time. Media sosial jelas mendatangkan banyak manfaat selain kampanye langsung di lapangan.

Namun bukan berarti medsos tidak ada tantangan. Tantangan terbesar capres adalah bagaimana membangun dan mempertahankan citra positif di mata publik via medsos. Selain membangun citra diri dengan branding konten, caption, sampai distribusi yang ciamik. Capres pun perlu selalu mengikuti trending atau riding the wave di medsos. 

Hampir setiap hari kini, wajah capres muncul di trending atau FYP. Baik melalui buzzer atau influencer yang memang profesional dibayar. Semakin sering dan jenuhnya linimasa trending yang dihinggapi konten capres, menyulut satu pertanyaan. Apakah masih perlu saat ini capres ikut nebeng dalam trending? 

Satu pertanyaan di atas pun memicu pertanyaan lain. Apakah publik terkesan dengan keberadaan capres di medsos? Apakah mereka percaya dengan apa yang ditampilkan oleh capres di medsos? Apakah mereka merasa dekat dengan capres melalui medsos? Walau hal ini bisa dikuantifikasi dengan survei, tapi ada beberapa insight yang terlihat.

Pertama, nebeng trending medsos tidak selalu relevan dengan isu strategis yang dihadapi oleh bangsa. 

Medsos sudah sering menjadi tempat hoaks, rumor, atau manipulasi informasi mudah menyebar. Apalagi peperangan buzzer dan netizen seringkali ditunggangi konten Capres yang sekadar ikutan trending yang mungkin saja sesaat, dangkal, atau bahkan negatif.

Karena netizen perlu memeriksa kebenaran informasi melalui sumber yang terpercaya. Saat ini banyak netizen melakukan penelitian lebih lanjut. Mereka pun tidak sepenuhnya mengandalkan apa yang disampaikan melalui akun medsos. Daripada ikut trending tak relevan, capres harus mampu menunjukkan visi dan misi yang solutif dan berorientasi pada kepentingan nasional.

Masyarakat perlu melihat konten yang dibagikan oleh capres di medsos saat trending. Apakah konten tersebut informatif, inspiratif, atau hanya sekadar narsis? Apakah kontennya relevan dengan visi dan misi capres? Apakah konten dan narasi sang capres menanggapi isu-isu aktual yang menjadi perhatian publik?

Kedua, mengikuti trending medsos tidak selalu mengungkit popularitas, akseptabilitas, dan elektabilitas capres. Meskipun medsos menjadi salah satu indikator popularitas capres. Namun tidak semua netizen adalah pemilih potensial. Bisa jadi nilai engagemen, like, share, kebanyakan tidak organik atau semu dari buzzer.

Popularitas di medsos pun belum tentu berbanding lurus dengan akseptabilitas dan elektabilitas capres. Ada banyak faktor lain yang mempengaruhi pilihan politik masyarakat. 

Sebagai contoh latar belakang sosial, ekonomi, budaya, agama, pendidikan, dll. Capres sebaiknya menyentuh hati masyarakat dari berbagai lapisan dan kelompok tak hanya mengandalkan medsos.

Hal ini karena masyarakat perlu melihat frekuensi dan konsistensi capres berinteraksi dengan netizen via medsos. Apakah capres hanya muncul di medsos saat trending, agenda tertentu atau secara rutin dan teratur? Apakah capres responsif dan dialogis dengan publik atau hanya monologis dan sepihak? 

Ketiga, menumpang trending di medsos bisa menimbulkan kesan capres tak memiliki karakter dan integritas yang kuat. 

Trending di medsos yang sifatnya cepat berubah membuat capres terlihat tidak konsisten. Ia jadi sosok yang mudah terpengaruh, atau bahkan oportunis.

Sebaiknya capres harus mampu menunjukkan bahwa ia memiliki kepribadian dan nilai yang teguh. Mereka tidak mudah goyah oleh arus opini publik yang berubah-ubah. 

Capres harus mampu menjadi pemimpin yang inspiratif, bukan hanya pengikut yang pasif. Dengan kata lain, netizen sebaiknya menunggu konten capres daripada terus disajikan.

Sehingga masyarakat perlu melihat kredibilitas dan integritas capres sebagai sosok publik. Apakah capres memiliki rekam jejak digital yang baik dan bersih? Apakah capres konsisten antara ucapan dan perbuatan? Apakah capres memiliki kompetensi dan kapabilitas untuk memimpin bangsa ini dari rekam jejaknya?

Walaupun begitu, juga dapat dilihat bahwa kesan publik terhadap capres di medsos bervariasi. Hal ini tergantung pada sejauh mana capres mampu memenuhi harapan dan kebutuhan publik sebagai pemilih. 

Ada yang merasa puas, ada yang merasa skeptis, ada yang merasa apatis, ada yang merasa antusias, dan ada yang merasa kecewa dengan keberadaan capres di medsos.

Oleh karena itu, capres sebenarnya tidak perlu selalu dan terus menerus mengikuti trending di medsos. Alih-alih melakukannya, capres harus lebih fokus pada isu substantif kepentingan bangsa. Bangunlah citra positif melalui kinerja nyata dan komunikasi efektif dengan masyarakat. 

Walau medsos adalah salah satu alat komunikasi politik yang digunakan oleh para capres untuk membangun citra dan elektabilitas mereka. Medsos hanyalah salah satu alat bantu yang dapat digunakan oleh capres untuk menyampaikan pesan dan gagasan politiknya. Medsos bukan menjadi tujuan utama atau penentu keberhasilannya.

Capres yang selalu eksis di trending medsos tidak selalu berarti memiliki elektabilitas yang tinggi. Kesan publik terhadap capres di medsos juga dipengaruhi latar belakang sosial, budaya, ekonomi, politik, agama, dan ideologi publik. Dengan nebeng trending tidak bisa diterjemahkan memenangkan hati masyarakat. Malah bisa sebaliknya.

Salam,

Wonogiri, 30 Mei 2021

11:40 pm

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun