Ketiga, Caleg ingin meningkatkan popularitas dan eksistensi mereka di media sosial. Mereka ingin menarik perhatian publik dan media. Sehingga jika dilakukan dengan terus menerus, sosok mereka bisa dikaitkan dengan info sedang viral dan trending. Semakin sering terlihat di TV atau medsos, semakin populer Caleg untuk mendapat suara.
Seperti diungkap di atas, netizen pun bisa menjadi jengah. Karena terlalu banyak, masif, dan nir-faedah model kampanye politik macam ini. Maka apakah model kampanye politik Caleg macam ini efektif dan etis? Jawabannya tentu bisa bervariasi tergantung pada sudut pandang masing-masing.Â
Akan tetapi, secara umum, bisa dikatakan bahwa perilaku ini kurang efektif dan etis. Kurang efektif karena medsos jangkaun luas dan belum tentu banyak netizen tahu. Apalagi saat kampanye masif saat ini juga membutuhkan jasa buzzer. Aktivitas macam ini tentu membutuhkan dana berlimpah dan SDM yang banyak.Â
Secara etis, kampanye ini bisa menimbulkan kesan bahwa Caleg hanya mencari sensasi. Mereka pun dianggap tidak tulus dalam mengapresiasi prestasi dan kebanggan bangsa. Lebih mengenaskan lagi, perilaku ini juga dianggap sebagai bentuk eksploitasi dan oportunisme. Karena sekadar cari sensasi tanpa memberi dukungan riil.Â
Oleh sebab itu, para Caleg seharusnya lebih fokus pada program dan visi misi mereka. Cobalah berkomunikasi secara langsung dan jujur dengan masyarakat.
Dengan begitu, mereka bisa membangun kepercayaan dan kredibilitas yang lebih baik. Walaupun cara bertemu langsung memakan biaya, tapi masih dianggap paling efektif.
Salam
Denpasar, 19 Mei 2023
11:22 pm
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H