Misinformasi atau hoaks adalah informasi bohong yang kini lekat dengan dunia digital. Hoak jelas mampu menciptakan kebingungan, keruntuhan kepercayaan, bahkan konflik di masyarakat. Oleh karena itu, memberantas hoaks adalah tanggung jawab bersama semua pihak yang terlibat dalam proses demokrasi, seperti Pemilu.
Hoaks di masa Pemilu cukup signifikan daya rusaknya kepada sebuah negara. Di Amerika Serikat, Pilpres tahun 2020 menguatkan polarisasi dan kekerasan. Publik di Brazil merasa penyebaran hoaks di Pilpres 2022 semakin parah dan radikal. Pilpres di Filipina tahun 2022 juga begitu kotor dengan hoaks yang menyesatkan.
Di Indonesia sendiri, hoaks juga menjadi cela di beberapa Pemilu. Menurut Kominfo, di Pilpres 2019 ada lebih dari 3.000 hoaks beredar luas di dunia digital. Hoaks bertema politik merajalela pada Pilpres 2019, menurut catatan Mafindo. Dari 997 hoaks yang telah dicek fakta, ada 488 hoaks bertema politik.
Setahun jelang Pemilu 2024, nuansa politik terendus nyata di hoaks. Menurut laporan bulan Januari dari Mafindo, hoaks politik merajai. Dari 257 hoaks yang dicek fakta, 80 hoaks bernuansa politik. Hoaks politik ini masih seputar dukung mendukung antar Capres yang maju ke Pilpres 2024.
Data-data di atas adalah hoaks yang terdeteksi dan dilaporkan. Bagaimana dengan hoaks di grup chat, grup medsos tertutup, sampai situs forum. Hoaks macam ini sulit dideteksi dan menjadi konsumsi orang yang terjebak polarisasi politik. Mereka pun mengalami fenomena echo chamber yang terus memperkuat keyakinan mereka.
Dalam konteks Pilpres tahun 2024 nanti, jelas beberapa pihak yang sebaiknya proaktif terlibat dalam memerangi hoaks;
Pertama adalah penyelenggara pemilu, yaitu Komisi Pemilihan Umum (KPU) dan Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu). Kedua lembaga ini harus menjaga integritas dan transparansi dalam penyelenggaraan Pemilu.Â
Jelang Pilpres, edukasi dan sosialisasi aturan dan tata cara Pemilu benar dan baik disampaikan kepada publik. KPU dan Bawaslu juga harus aktif melakukan klarifikasi dan edukasi jika ada hoaks yang berkaitan dengan pemilu. Anggota dan petugas KPU dan Bawaslu harus memiliki kemampuan cek fakta, seperti prebunking.
Kedua, peserta pemilu baik partai politik, calon presiden dan wakil presiden.Â
Mereka harus menghormati aturan main yang telah ditetapkan oleh KPU dan Bawaslu. Integritas harus dijaga dan dibuktikan. Mereka pun tidak menyebarkan hoaks atau propaganda hitam untuk merusak citra lawan politik.Â