Mohon tunggu...
Giri Lumakto
Giri Lumakto Mohon Tunggu... Guru - Pegiat Literasi Digital

Digital Ethicist | Pemerhati Pendidikan Literasi Digital, Teknologi, dan Budaya | Curriculum Developer for Tular Nalar from Google.org | K'ers of The Year 2018 | LPDP 2016 | STA Australia Awards 2019 | LinkedIn: girilumakto | Twitter: @lumaktonian | email: lumakto.giri@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Lyfe Artikel Utama

Obrolkan dengan Teman, Baru Posting Kemudian (SDMS 4/30)

26 Maret 2023   22:57 Diperbarui: 29 Maret 2023   23:06 605
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Friends and Phone oleh Ketut Subiyanto/pexels.com

Memposting sesuatu di media sosial seringkali didorong sensasi. Trending dan informasi viral sering membuat gaduh. Karena ramai, seringkali diri ikut-ikutan saja. Walau untuk sekadar posting atau komentar melucu atau marah, tak jarang menjebak diri dalam masalah. Gegara postingan sepele tidak ada orang yang mau berurusan hukum.

Dosen Ade Armando dilaporkan ke polisi atas postingannya yang dianggap nirempati pada korban tragedi Kanjuruhan. Akibat mengomentari busana adat Batak yang dikenakan Presiden Joko Widodo, seorang netizen dilaporkan ke polisi. Jane Shalimar juga pernah melaporkan komentar hinaan yang dialaminya.

Memposting sesuatu atas implus negatif seperti berita viral seringkali merugikan. Kecakapan digital dan dorongan emosi user menjadi faktor penting perilaku negatif macam ini. Perilaku memposting hal negatif juga didorong oleh tekanan untuk dapat menyelesaikan masalah, umumnya dari teman.

Perlu kiranya diri sendiri untuk dapat menahan diri untuk posting atau komentar negatif. Namun ada kalanya, faktor-faktor di atas menyulut diri untuk ikut-ikutan saja. Tanpa pikir panjang konsekuensinya dan melihat ramainya netizen. Pada akhirnya ikut dalam bandwagon effect membuat posting negatif.

Langkah detoks medsos berikutnya membahas dorongan ini. Jika diri sendiri kurang mampu untuk menahan dorongan posting seperti di atas. Perlu kiranya rekan atau teman yang bisa diminta untuk menjadi 'pendamping' diri saat posting. Sebaiknya teman ini sudah dikenal lama atau di dunia nyata. Sehingga bisa dipertanggungjawabkan usulannya.

Bisa jadi dari sudut pandang teman ini, lebih objektif dan menghindari salah persepsi. Mintalah teman ini memeriksa kredibilitas dan manfaat postingan medsos dapat dilakukan dengan banyak cara. Seperti pepatah bilang, dua kepala kadang lebih baik daripada satu. Lakukan langkah-langkah berikut:

Pertama, jelaskan dulu secara jelas tujuan postingan media sosial. Bicaralah dengan teman ini sebelum merencanakan posting. Walau mungkin sepele, pastikan sampaikan alasan memposting konten tersebut. Hal ini agar teman yang kita ajak bicara dapat melihat manfaat atau keburukan dari postingan.

Kedua, berikan teman ini ruang untuk bertanya tentang postingan. Jangan malu memberikan informasi atau referensi yang digunakan dalam postingan. Informasi ini akan memberikan lebih banyak informasi yang valid dan dapat dipertanggung jawabkan. Semakin clear latar belakang postingan, teman akan bisa mendukung.

Ketiga, ajak teman ini berdapat tentang postingan yang dibuat. Baik pendapat baik dan buruk, cobalah untuk diterima dan tak perlu baper. Pendapatnya akan membantu diri untuk mengetahui persepsi dan pikirkannya. Dengan pendapat ini juga bisa diketahui apa dan bagaimana netizen mungkin menanggapi postingan. 

Keempat, ajak teman ini memeriksa kredibilitas sumber yang digunakan dalam postingan. Dengan mengeceknya, hal ini memastikan bahwa informasi dalam posting adalah benar dan kredibel. Jika teman ini mendapati informasi yang tidak kredibel, lebih baik cek kembali atau urungkan niat mempostingnya.

Kelima, ingatlah bahwa sebaiknya postingan bisa bermanfaat. Mintalah alasan atau pendapat teman ini tentang bagaimana postingan bisa lebih bermanfaat bagi orang lain. Pendapatnya bisa membantu memastikan bahwa postingan bisa berguna bagi orang lain dan meningkatkan kredibilitas diri.

Langkah-langkah tidak memakan waktu lama. Apalagi saat ada keraguan diri untuk memposting hal yang sedang ramai hanya karena dorongan implusif. Berkomunikasi macam ini juga dapat meredakan keinginan menggebu dan mengecek kembali manfaat postingan yang dibuat.

Dengan 'berkonsultasi' dengan seorang teman, aktivitas ini bisa memastikan konten kita kredibel dan bermanfaat bagi orang lain. Aktivitas ini juga membantu diri meningkatkan kredibilitas di medsos. Dan mudah-mudahan tidak terjerat dalam masalah dengan netizen atau hukum.

Tengok kembali langkah detoks medsos lain di sini.

1 - 2 - 3 - 5 - 6 - 7 - 8 - dst

Disclaimer:

  • Tulisan ini adalah tulisan dalam Seri Detoks Media Sosial (SDMS) selama bulan Ramadhan. 
  • Untuk tautan setiap tulisan berikutnya akan di-update secara berkala 
  • Setiap tulisan tidak merefleksikan apa yang sudah dialami atau dilakukan penulis
  • Setiap tulisan adalah hasil analisis dan riset dari berbagai sumber
  • Sumber dari setiap tulisan ada dalam tautan yang disisipkan.

Salam,

Wonogiri, 26 Maret 2023

10:56 pm

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Lyfe Selengkapnya
Lihat Lyfe Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun