Dari frasa media sosial sendiri jelas, bisa dipahami ada unsur sosial terlibat. Medsos berarti medium untuk bersosialisasi. Kata 'sosial' yang berarti interaksi  membuat users berharap medsos membantu mereka berinteraksi dengan users lain. Namun, banyak juga alasan mengapa sosial media tidak terasa aspek sosialnya lagi.
Banyak users yang pada akhirnya hanya scroll atau refresh linimasa untuk sekadar melihat trending. Banyak platform medsos yang sudah berusaha menjadi TikTok. Di mana konten tiada habis akan terus tersaji. Walau users tidak memiliki follower atau mem-follow akun apapun, cukup lihat, like, dan scroll terus saja.
Jelas platform medsos tidak mau kehilangan user setianya. Kala banyak orang berpindah dan senang di TikTok, platform harus berbenah. Walau kadang menghilangkan karakter platform mereka sendiri. Ada 4 alasan lain yang juga melunturkan aspek sosial platform medsos.
Pertama, medsos terlalu banyak memberikan fitur pengalaman users.Â
Fitur seperti penampilan dan setting profil. Fitur filter, privasi dalam berbagi foto dan video. Fitur berkomentar, dan keamanan profil. Bahkan pembatasan menonton konten pribadi dan users lain. Ini semua mengurangi dan mengabaikan interaksi karena ada banyak hal yang harus diperhatikan.
Sebelum berubah seperti saat ini, Twitter sebenarnya fiturnya cukup sederhana. Ada tab tempat akun yang di-follow dan Trending. Tapi dengan ada tab For You, memahami informasi kian rumit. Instagram yang 'mengadaptasi' fitur ala Snapchat dan TikTok malah mencueki fitur IG yang sederhana dan jelas karakternya, filter foto.
Kedua, medsos telah menciptakan jarak emosional tinggi antar users.Â
Users yang tumplek blek berinteraksi sering merasa tak nyaman berbagi informasi pribadi mereka. Dengan maraknya aksi julid, review bomb, sampai doxxing user merasa tidak perlu membangun hubungan yang kuat. Hal ini menjadi lebih buruk saat tidak adanya interaksi tatap muka.
Banyak users anonim kebablasan memaknai kebebasan ekspresi. Dampaknya, apapun kontennya pasti ada saja yang jelek dan didebatkan netizen. Sehingga, users perlu waspada lebih saat memposting sesuatu di medsos. Bukan saja was-was komentar negatif, tapi konten dicuri atau disalahgunakan.
Ketiga, medsos telah menciptakan medan persaingan.Â
Beberapa users menggunakan medsos untuk flexing. Flexing jelas menunjukkan aspek superior. Users macam ini sering pamer harta, posisi, atau prestasi. Walau tersirat, bagi beberapa users tercipta perasaan tidak nyaman atau minder.
Keempat, medsos menimbulkan kecanduan. FOMO atau Fear of Missing Out sering menghinggap.
Sehingga pikiran dan pekerjaan mudah terdistraksi. Hal ini bisa menghalangi users menikmati kehidupan sosial dunia nyata. Seseorang yang meluangkan waktu berlebihan di medsos kadang lupa kehidupan dunia nyata.
Indikasi kecanduan mungkin beragam sesuai tingkatan. Namun gangguan kecil seperti distraksi fokus saat bekerja atau belajar. Tidak bisa lepas dari smartphone, dari bangun tidur sampai tidur kembali. Bisa menjadi indikasi sebaiknya seseorang bisa kembali ke dunia nyata, tidak cuma medsos.
Sejak dikembangkan di tahun 90-an, jejaring sosial atau medsos menjelma menjadi kebutuhan. Hampir semua informasi dan tragedi bisa didapat di medsos. Dalam jangkauan tangan, medsos memberikan users dunia. Hambatan jarak, waktu, dan bahasa diterobos cukup dengan satu klik.
Medsos pun mengalami evolusi. Medsos kini telah menjadi platform distribusi konten semata. Entah itu hiburan, politik, drama, sampai tragedi personal disajikan di medsos. Dan semua dipersonalisasi oleh algoritma. Sebuah sistem yang terus menyuapi ego pribadi seiring menciptakan echo chamber.
Salam,
Wonogiri, 15 Maret 2023
11:54 pm
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H