Mohon tunggu...
Giri Lumakto
Giri Lumakto Mohon Tunggu... Guru - Pegiat Literasi Digital

Digital Ethicist | Pemerhati Pendidikan Literasi Digital, Teknologi, dan Budaya | Curriculum Developer for Tular Nalar from Google.org | K'ers of The Year 2018 | LPDP 2016 | STA Australia Awards 2019 | LinkedIn: girilumakto | Twitter: @lumaktonian | email: lumakto.giri@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Inovasi Pilihan

Krisis Eksistensialisme Nomor Telepon

21 Februari 2023   00:26 Diperbarui: 27 Februari 2023   14:34 446
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Jarang juga kini mendengar orang bertanya nomor telepon, tapi nomor WhatsApp. Karena dengan WhatsApp, bukan cuma berkirim teks, telepon audio dan video, dan kirim file bisa dilakukan. Urusan keluarga besar sampai kantor pun menjadi bagian tak terpisahkan aktivitas sehari-hari di aplikasi chat.

Syarat security atau pengamanan juga merekomendasikan nomor kontak aktif. Fitur OTP (one time password) biasanya dikirim ke nomor telepon ponsel aktif atau yang digunakan. Fitur 2FA atau two factors authentication menjadi syarat lebih memperkuat data dan perangkat dari peretasan.

Nomor kontak ponsel pun menjadi jejak digital pribadi. Aplikasi seperti GetContact atau True Caller, bisa bermanfaat sekaligus merugikan. Aplikasi ini bisa memunculkan tag atau nama yang diberikan orang lain pada nomor telepon yang tidak dikenal. Tapi jika seseorang dirugikan, ia bisa mengubah tag nomor telepon pelaku menjadi negatif. Reputasi pribadi pun bisa dipandang buruk.

Kasus terkait nomor kontak ponsel pribadi pun kini kian mengerikan. Mulai dari kasus ditagih hutang pinjol atau penawaran judi slot yang sering ditemui. Membajak nomor kontak ponsel untuk mencuri data, OTP, atau 2FA bisa juga dilakukan.  

Desk collector pinjol ilegal menjadi teror banyak orang. Mereka akan menagih dengan membentak bahkan mengancam. Mereka juga mengirimkan chat kepada keluarga, teman, kenalan agar penghutang segera melunasi. Reputasi pribadi bisa hancur dan keluarga merasa malu. Padahal orang yang ditagih tidak pernah sama sekali berhutang via pinjol.

Kecanggihan teknologi peretasan pun tidak menjamin nomor telepon aman. Cloning atau menduplikasi nomor kontak di ponsel lain dilakukan untuk memata-matai atau mencuri data pribadi. Spoofing atau mengelabui menelepon atau men-chat dengan mengatasnamakan bank, polisi, perusahaan, dan lain sebagainya juga mungkin sering ditemui.

Nomor telepon ponsel pribadi kini mengalami krisis eksistensialisme. Masihkah nomor telepon menjadi penanda pribadi untuk diketahui publik? Atau nomor telepon menjadi bagian data pribadi yang harus teliti saat dibagi?

Salam,

Wonogiri, 21 Februari 2023

12:22 am

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Inovasi Selengkapnya
Lihat Inovasi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun