Propaganda komputasional jelas dapat mempengaruhi hasil proses demokrasi, seperti Pemilu. Dibalik penambangan data, bot, dan buzzer dilakukan dan diatur oleh manusia. Propaganda komputasional pun dapat dilakukan oleh aktivis atau aktor politik demi kepentingan tujuan mereka atau mendukung kandidat. Sebar hoaks via bots tak jarang digunakan.
Fungsi dari bots dalam menyebarkan hoaks terfokus pada masa awal diseminasi informasi Pemilu. Masa awal ini banyak orang menjadi rentan pada manipulasi. Retweet bots yang memposting hoaks bisa menjadi referensi karena dianggap dishare dan dikomentari ratusan sampai ribuan akun.Â
Fakta-fakta di lapangan dari beberapa riset mengkonfirmasi hal di atas. Hasil-hasil dari penelitian ini antara lain:
- Terdapat 400.000 bots yang bertanggung jawab atas tweet sebanyak 3,8 miliar selama satu bulan selama masa Pemilu Presiden Amerika Serikat tahun 2016.
- Kampanye disinformasi dari Rusia dan Tiongkok diduga telah mempengaruhi pemilihan umum di negara-negara berikut: Jerman, Inggris, Katalonia, Perancis, Polandia, Crimea, Ukraina, Jepang dan Korsel.
Netizen tidak hanya diam dan dibodohi manipulasi ini. Di banyak negara, organisasi sosial kemasyarakatan dan komunitas bergerak. Mereka memverifikasi disinformasi dan manipulasi digital. Beberapa terus mengedukasi literasi digital dan cek fakta. Indonesia cukup beruntung pemerintah memahami pentingnya literasi digital.
Salam,
Wonogiri, 07 Februari
11:14 pm
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H