Propaganda komputasional pun bisa terjadi antar negara berseteru. Apalagi negara yang memang memiliki infrastuktur, SDM, dana, dan riset luar biasa pada propaganda komputasional. Beberapa contoh kasus propaganda komputasional yang pernah terjadi antara lain:Â
- Badan intelijen Amerika Serikat (U.S. National Intelligence) disusupi disrupsi informasi pada pelaksanaan Pemilu tahun 2016. Pelakunya diduga adalah 13 orang asal Rusia yang bekerja di sebuah agensi yaitu  Internet Research Agency (IRA) di St. Petersburg. Mereka membeli banyak sekali slot iklan di Facebook dengan tujuan mengubah persepsi pemilih saat Pemilu berlangsung.Â
- Pada sebuah investigasi oleh U.S. Senate Committee on Foreign Relations  kampanye disinformasi serupa tahun 2016 juga terjadi pada saat referendum Inggris tahun 2016, kampanye saat Pemilu Presiden di Perancis dan Pemilu Federal di Jerman tahun 2017 dan beberapa gelaran politik lain seperti di Italia, Spanyol, Belanda, negara Skandinavia, dan di Baltic.Â
Propaganda komputasional adalah bencana digital untuk kehidupan demokrasi. Publik paham aspirasinya dalam negara demokratis bisa didengar cepat, tepat, dan efisien di medsos. Namun propaganda komputasional pemerintah pada publiknya memberi nuansa teror digital. Dan bisa jadi ada tiran digital yang mensurveilans publiknya, setiap detik.
Perang berbasis komputasional propaganda antar negara tak kalah mengerikan. Campur tangan negara lain via komputasional propaganda bakal memperkeruh konflik dalam negeri. Sebuah negara bakal cepat hancur, jika serangan siber teknis pun menjadi tank yang memborbardir kedaulatan digital.
Salam,
Wonogiri, 05 Februari 2023
12:16 am
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H