Sebut saja pak Edi, seorang lansia penjual besi bekas di Wonosobo pernah tertipu via chat. Ada oknum, sebut saja Pelor, menghubungi via WhatsApp.
Pelor ingin menjual besi rosok atau bekas partai besar. Besi-besi ini berasal dari bekas mobil yang mengalami kecelakaan. Semua mobilnya kebetulan yang ada di lahan dekat terminal samping pos polisi. Pak Edi cukup membayar  uang 10 juta saja.Â
Agar semakin yakin, Pelor juga menyebutkan seoranng anggota Kepolisian, pak Jamal. Karena pak Edi juga kebetulan kenal dengan pak Jamal, tanpa pikir panjang ia transfer 10 juta kepada Pelor. Selesai transfer, pak Edi diminta si penjual langsung ketemu pak Polisi Jamal di pos polisi samping terminal.Â
Datang Membawa truknya, pak Edi datang ke pos polisi dekat terminal. Saat bertemu pak Jamal, ia malah mengaku tidak mengenal Pelor. Pak Edi yang bingung segera menghubungi Pelor. Tapi nomor chat Pelor sudah tidak bisa dihubungi. Menyesal, pak Edi pulang dengan tangan hampa.
Kasus pak Edi jelas bukan modus operandi yang asing. Yang berbeda adalah social engineering yang semakin mudah dipahami dari seseorang. Pelor bisa jadi tahu pak Edi adalah penjual besi bekas dari media sosial. Pak Edi pernah menawarkan besi bekas via market place plus nomor kontak yang bisa dihubungi.Â
Untuk lebih meyakinkan, Pelor mencoba mencari tahu jejaring penting sekitar pak Edi. Seperti pak Edi yang kenal pak Jamal, seorang anggota Polis. Karena mereka berdua berteman di Facebook.
Dengan menghubungkan titik-titik ini, Pelor lalu membuat wacana menawarkan besi bekas murah dan banyak. Penipuan pun dilancarkan.
Jika dahulu penipuan mungkin menggunakan telepon atau SMS. Model social engineering untuk profiling korban pun mungkin sulit dilakukan. Juga mungkin membutuhkan waktu yang lama. Tapi via aplikasi chat dan media sosial, kasus penipuan semakin sering terjadi. Korban dari lansia pun semakin banyak.Â
Penipuan lansia pun semakin variatif. Mulai dari penawaran barang/jasa, perbankan, krisis keluarga, sampai dengan iming-iming modal/dana sering ditemui. Dibumbui wacana dan peyakinan yang mutakhir dan up-to-date, penipuan untuk lansia semakin beragam.
Lansia yang senang karena semakin terhubung via perangkat, akses dan lanskap digital. Di waktu bersamaan akan merasa terasing karena tergagap secara kecakapan. Tapi ironisnya mereka merasa determinisme teknologi dapat membantu komunikasi dan interaksi lansia.