Mohon tunggu...
Giri Lumakto
Giri Lumakto Mohon Tunggu... Guru - Pegiat Literasi Digital

Digital Ethicist | Pemerhati Pendidikan Literasi Digital, Teknologi, dan Budaya | Curriculum Developer for Tular Nalar from Google.org | K'ers of The Year 2018 | LPDP 2016 | STA Australia Awards 2019 | LinkedIn: girilumakto | Twitter: @lumaktonian | email: lumakto.giri@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan Artikel Utama

Perppu Cipta Kerja Menginginkan Pekerja Robot

3 Januari 2023   15:50 Diperbarui: 4 Januari 2023   09:00 986
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
ilustrasi: Tangan robot (sumber: cottonbro studio - pexels.com)

Kontroversi utak-atik RUU Cipta Kerja belum juga usai. Setelah MK meminta pemerintah menengok ulang RUU Cipta Kerja, Perppu malah diterbitkan. 

Pada momen penghujung tahun plus ribuan lembar undang-undang, Perppu ini menjadi 'suprise' publik. Manuver ini tentu ditujukan agar UU Cipta Kerja segera diimplementasikan di dunia kerja. 

Banyak pakar hukum tata negara menyoroti langkah ini. Beberapa cela pun mulai terlihat dalam Perppu ini. Seperti salah satunya terkait istrahat mingguan yang disinyalir menjadi hanya 1 hari.

Berikut beberapa pasal yang menginsinuasi kebijakan tersebut:

Pada pekerja swasta dan alihdaya terkait hak cuti dan waktu pekerja tertulis:

Istirahat mingguan 1 (satu) hari untuk 6 (enam) hari kerja dalam 1 (satu) minggu

Jika dibandingkan dengan UU Ketenagakerjaan Nomor 11 Tahun 2003, disini jelas mengatur libur dua hari yang tertulis dalam pasal serta ayat yang sama. 

Di pasal 79 ayat 5 tetap mengatur istirahat panjang. Akan tetapi poin tadi tidak mengatur ketentuan teknisnya. Sehingga perlu didasarkan pada kesepakatan dalam perjanjian kerja. Berikut bunyinya:

Selain waktu istirahat dan cuti sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ayat (2), dan ayat (3), perusahaan tertentu dapat memberikan istirahat panjang yang diatur dalam perjanjian kerja, peraturan perusahaan, atau perjanjian kerja bersama.

Apa mungkin Perppu Ciptaker ini ingin membuat pekerja menjadi robot atau digantikan robot? Jadi tidak perlu lagi adanya libur. Namun robot memang diprediksi menggantikan tenaga kerja manusia.

Fenomena 'eliminasi' pekerja manusia dengan robot ini pernah saya tulis di tahun 2018 tentang digital workforce. 

Beberapa jenis pekerjaan akan sepenuhnya digantikan oleh robot. Artificial Intelligence (AI) akan diprediksi menjadi penerjemah di tahun 2024 atau pengemudi truk di tahun 2027. 

Prediksi ini didasarkan pada survei Future of Humanity Institute oleh Oxford University tahun 2017. 

Memang sudah terjadi pekerjaan yang digantikan robot. Amazon telah membuat robot Proteus untuk menggantikan sepenuhnya pekerjaan di gudang pengirim. Robo truckers atau supir truk berbasis otomasi tengah intens dibuat. 

Supir truk 'robot' ini nantinya akan dapat bertahan lebih lama dan jauh dalam pekerjaan ekspedisi barang dan jasa.

Walau dari sisi infrastruktur Indonesia belumlah siap. Dari aspek SDM ahli pun belum sepenuhnya dapat dioptimalisasi membangun digital workforce. 

Tapi dari sisi regulasi seperti Perppu Ciptaker, bisa menjadi indikasi bahwa masa depan pekerja akan diotomasi. Tetapi regulasi macam ini terkesan sangat tidak pas jika menengok kondisi ketenagakerjaan di Indonesia.

Walaupun cukup mengkhawatirkan, fenomena 'eliminasi' ini mungkin tidak sepenuhnya terjadi. Menurut riset Gartner tahun 2018, manusia dan AI dengan robotnya akan menjadi co-bot. 

Seperti dalam industri retail, dimana customer experience dalam membeli tidak sepenuhnya bisa digantikan robot. Pembeli tentu ingin berbicara langsung dengan pendamping retail dari manusia.  

Laporan dari World Economic Forum tahun 2020 memprediksi hal serupa. Diperkirakan akan ada 85 juta pekerjaan yang digantikan oleh robot. 

Namun akan ada 97 pekerjaan baru yang muncul dari aplikasi AI di ranah tenaga kerja. Walaupun pekerjaan ini membutuhkan skill dan pendidikan khusus.

Nuansa Perppu Ciptaker yang menginginkan pekerja robot implisit terbaca. Alih-alih membuat pekerja menjadi 'robot' perlu muncul reorientasi perspektif. 

Daripada untuk menjawab kegentingan yang digaungkan sebagai rationale Perppu ini. Pandangan jauh ke depan terkait digital workforce sebaiknya dijadikan dasar penyusunan.

Sudah barang tentu reorientasi ini harus juga dibarengi dengan pembangunan infrastuktur teknologi, litbang, dan kepakaran. 

Ditambah lagi penguatan SDM yang dapat menjawab tantangan teknologi. Sehingga dalam konteks kondisi pekerja dan tantangan industri dapat diterapkan tanpa merugikan publik.

Salam,

Wonogiri, 03 Januari 2023

03:50 pm

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun