Konsep Web 3.0 berangkat dari kritik pada struktur Web 2.0. Daripada Internet (Web 2.0) dikuasai mogul teknologi seperti Meta, Google, dan Amazon dengan memonetisasi, mengumpulkan, dan mengeksploitasi data privasi secara sepihak. Web 3.0 menawarkan semua konten dan data user dikendalikan oleh komunitas individu yang terdesentralisasi.
Namun untuk saat terlalu banyak metaverse yang dikembangkan. Sehingga muncullah metaverse-metaverse yang tertutup satu sama lain. Tak jauh konsep, karakteristik, dan implementasinya seperti media sosial yang ada. Setiap metaverse akan memiliki user, interaksi, niaga, dan teknologinya masing-masing. Persis seperti media sosial dengan masing-masing fitur dan keunggulannya.
Metaverse kini dikesankan menjadi 'pelarian' dari kejenuhan media sosial dan internet. Padahal konsep, fitur, dan karakteristik yang dibuat mogul besar teknologi tak jauh bedanya dengan media sosial. Tawaran teknologi dan perangkat AR/VR, crypto, ditambah kebisingan marketing via medsos mengaburkan makna sesungguhnya.
Metaverse masih serupa dengan media sosial. Dan mungkin masih menggunakan Web 2.0. Singkatnya:
"Metaverse is a social media in steroid"
Salam,
***
Wonogiri, 1 Maret 2022
02:17 pmÂ
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H