Mohon tunggu...
Giri Lumakto
Giri Lumakto Mohon Tunggu... Guru - Pegiat Literasi Digital

Digital Ethicist | Pemerhati Pendidikan Literasi Digital, Teknologi, dan Budaya | Curriculum Developer for Tular Nalar from Google.org | K'ers of The Year 2018 | LPDP 2016 | STA Australia Awards 2019 | LinkedIn: girilumakto | Twitter: @lumaktonian | email: lumakto.giri@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Ini Sebab Ojol Jadi Anak Emas Kala Pandemi

17 April 2020   17:09 Diperbarui: 2 April 2022   17:42 262
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Durasi tinggi penggunaan sosmed karena aplikasi ojol. Juga berpengaruh pada tingginya intensitas interaksi mitra di platform sosmed. Di bermacam platform sosmed, hampir selalu banyak sekali fanspage, akun grup, atau grup chat yang isinya mitra atau driver ojol. 

Fanspage dan akun grup dengan ribuan anggota mitra ini bisa mendorong trending. Di sisi lain, juga bisa mendorong tindakan digital mob lynching atau pengeroyokan online. Contoh nyata adalah penggerebekan rumah Iis Dahlia karena dianggap merendahkan para mitra ojol.

Ketiga, paradoks interaksi users sosmed dan media pada ojol. Faktor kedua berkaitan erat dengan faktor paradoks. Karena sejak lama yang membesarkan nama, interaksi, dan trend tentang ojol sebenarnya adalah users sosmed itu sendiri. Media pun kini menjadi agregator konflik dan isu ojol belaka. 

Ketika users jugalah yang menyanjung jasa ojol saat social distancing. Ketika media juga ramai-ramai memberitakan derita mitra ojol. Maka keluh kesah yang disampaikan pekerja informal lain terdampak pandemi Covid-19 juga muncul.

Mungkin pekerja sektor lain cukup jengah juga akan kisah ojol yang menyedot perhatian kala pandemi. Users sosmed pun menyadari hal ini saat isu sudah terakumulasi lama. Ketika muncul, mungkin banyak user yang tersadar. 

Users sosmed menjadi gelagapan dan saling lempar kesalahan. Media yang mungkin selama ini menjalin kerjasama eksklusif berlagak menjadi agregator berita saja. Sedang sektor pekerjaan lain yang sudah kadung cemburu tidak bisa dibendung berita lain. 

Pandemi bukan saja perlahan menggerus sektor ekonomi nasional sampai global. Ribuan pekerja kehilangan pekerjaan. Kolaborasi publik dan sektor pun  menggalang donasi bagi yang terdampak secara ekonomi. Namun di Indonesia, isu ojol sebagai anak emas kegiatan donasi sumbar terdengar di sosmed. 

Walau tidak dapat diingkari juga banyak pihak yang memberi donasi kepada sektor pekerjaan lain. Dan juga banyak ojol di daerah metropolitan yang juga tidak mendapatkan donasi atau bantuan apapun.

Pola kehumasan sosmed aplikator mendatangkan dampak yang tidak diduga, negatif. Kebisingan sosmed para abang ojol juga menyebabkan prooritas donasi nampak berlebih untuk mereka. 

Salam,

Wonogiri, 17 April 2020

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun