Queensland University of Technology (QUT) yang saya datangi cukup unggul dalam hal literasi digital. Dengan akademisi dan praktisi QUT yang menjadi referensi dalam ranah literasi digital. Kami pun mendapat banyak feedback konstruktif menyoal keunggulan dan tantangan penerapan literasi digital di Indonesia.
Ya. Saya akui program STA-AAI membuka lebih banyak kesempatan kolaborasi. Bukan saja kolaborasi dan jejaring nasional. Namun juga secara internasional. Di program ini, kami banyak diperkenalkan pakar dan pegiat literasi digital yang kompeten dan berprestasi di Australia.
Saya telah melakukan riset kolaborasi bersama salah seorang profesor QUT. Kolaborasi antar peserta STA-AAI juga saya lakukan. Menulis buku bersama seorang dosen Universitas Indonesia.
Saya menjadi narsum di acara Siberkreasi Kominfo. Diundang kuliah WhatsApp digital parenting bersama Kemendikbud. Menjadi pemateri untuk relawan Solo Bersimfoni tentang cek fakta. Dan beberapa kolaborasi di masa datang.
Australia Awards Indonesia (AAI) bukan organisasi pemerintah yang baru di Indonesia. Sudah puluhan tahun menjembatani para akademisi dan profesional untuk belajar di universitas kelas dunia di Australia. Menjadi bagian dari AAI menjadi sebuah poin signifikan portofolio profesional saya pribadi.
Mendapat program STA-AAI juga membuka jejaring alumni AAI secara global. Banyak sekali alumni AAI yang menjadi penentu kebijakan dan penggerak menuju kebaikan bersama di Indonesia. Dan bukan tidak mungkin, ada tawaran atau program global lain yang bisa kita ajukan usai mendapatkan program STA-AAI.Â
4. Menghasilkan karya dan prestasi
Berkat jejaring dan kolaborasi, tentu kami harap ada karya dan prestasi yang dihasilkan. Namun membuat karya atau mencapai sebuah prestasi adalah sebuah proses. Bukan sekadar sebuah produk yang kadang muncul sekali saja.
Jejaring dan kolaborasi dari STA-AAI ini menjadi awal proses membuat karya dan prestasi. Baik untuk individu maupun pada level institusi dimana banyak rekan saya bekerja.Â