Kadang pun kita begitu malu untuk bertanya soal edukasi seks. Sampai-sampai banyak yang mencari informasi tentang edukasi seks. Namun berakhir dengan video edukasi seks yang subversif.
Saya pun sering meng-Google nama saya sendiri. Untuk sekadar tahu apakah ada artikel saya yang masuk ke macam-macam situs. Atau sekadar mengetahui adakah akun tiruan saya di Facebook atau Twitter.
Google pun memberikan kecemasan personal pada kita. Kita mungkin lupa pernah mendaftar data pribadi di sebuah kuisioner. Namun ternyata data kita diperjualbelikan tanpa izin. Hal ini pun kita ketahui dari teman kita yang meng-Google nama kita dengan spesifik.
Google pun menyediakan ketidaktahuan. Ada data void dari peristiwa atau informasi terbaru. Saat kita ingin mengkonfirmasi sebuah kecelakaan di kecamatan di daerah pelosok. Mungkin Google hanya menampilkan hasil tentang daya tarik pariwisata daerah tersebut.
Ada kekosong informasi atau data yang disebut data void. Dengan data void, kita pun bisa disesatkan dengan trending dan istilah rekayasa. Istilah-istilah yang cenderung kuno dan tidak up-date pun kadang kita temui tanpa hasil di Google.Â
Apapun kekurangan Google, tetap kita maklumi. Toh, Google memiliki lebih banyak kelebihan dan manfaat daripada sebaliknya. Biarkan saja bias-bias hasil pencarian diserahkan kepada para ilmuwan dan webmaster.
Dengan segala kemudahan akses dan ketidakterbatasan informasi di Google. Bisa jadi nanti, kata "cari"pun digantikan dengan kata "Google".
"Ayo anak-anak, sekarang kita Google ke lima sila Pancasila..." pinta ibu Suyati, seorang guru SD.
Salam,
Boyolali, 28 November 2019
10:38 pm