Diadaptasi dari presentasi Angela Romano (2019)
Pilar digital sebelumnya, membahas apa itu Rights. Pada artikel ini, kita akan menjabarkan pilar Respect atau rasa hormat. Pilar ini mencakup menghormati diri sendiri, merawat perbedaan, dan inklusifitas semua pihak dalam lingkungan digital.
Seperti sudah menjadi rahasia umum. Banyak orang dibalik akun-akun mereka menunjukkan perilaku, tuturan, dan gestur sosial yang kurang baik. Dengan akun samaran mereka mengumpat, menyebarkan konten asusila dan tidak etis, sampai mempublikasi identitas orang lain.
Indonesia dengan lebih dari 150 juta pengguna internet. Dan penetrasi internet secara demografis yang cukup luas dan baik. Setiap orang kini dibekali gawainya untuk mengutarakan pendapat. Tak jarang, dalam berpendapat mereka menjurus pada ujaran kebencian sampai persekusi.
Perilaku dan tuturan ini menjadi media alter ego, eskapis, dan katarsis terhadap realitas individu.Â
Tak jarang juga kampanye negatif dan disinformasi dengan memanfaatkan bots dan troll dilakukan untuk menggiring opini atau mencari posisi. Dengan tanpa sadar, kita ikut memviralkan konten kampanye dan hoaks yang direkayasa.
Hak kebebasan berpendapat, akses, dan rasa aman yang sejatinya telah nampak dan dilakukan akun-akun ini. Oleh sebab itu, pilar Respect ini patut dipahami dan diimplementasi kita di dunia digital.
Hormati orang lain jikalau kita mau dihormati orang lain di dunia maya. Jejak digital menjadi penting dalam aspek ini. Semakin baik, bisa dipercaya, dan mengikuti kaidah sosial yang ada. Ada potensi besar orang/akun tersebut mendapatkan trust atau kepercayaan orang lain.
Patut digarisbawahi, apa yang kita share/posting di akun sosmed kita tidak hanya untuk kepada teman/followers kita. Namun pada dasarnya akan bersifat publik. Baik itu share/posting berupa teks, tautan, foto, audio, dan video.Â
Bagi beberapa akun tertutup (gembok), share/postingan akan tetap dapat dilihat saat akun lain berinteraksi dengan akun tersebut.Â
Membangun akun yang kredibel dan relevan memang bukan hal yang mudah. Namun hal ini bukan tidak dilakukan. Diperlukan niat baik dan keras, serta konsistensi.Â
Terutama dalam menanggapi atau merespon orang/akun lain yang cenderung kasar di linimasa. Karena tak bisa disangkal, kita pun memiliki hati dan perasaan yang bisa terluka dan muak pada julidnya netizen.Â
Cuek atau tidak peduli kadang tidak cukup. Melaporkan ke platform atau pihak berwajib juga perlu dilakukan. Walau dengan batas dan panduan tertentu dalam melakukannya.
Karena perbedaan dalam ideologi, keyakinan, dan preferensi politik wajar baik di dunia nyata atau maya. Namun banyak orang/akun memaksakan kehendak dan keyakinan mereka pada orang lain.Â
Ketangguhan kita dalam memahami dan merangkul perbedaan ini yang kita butuh ketahui dan pelajari.
Seperti demokrasi itu sendiri yang menghormati perbedaan. Dunia digital walau terkesan sangat euforis. Namun cara kita memaknai dan mempraktikkan kehidupan demokratis wajib dilakukan.Â
Dengan kita menerapkan prinsip demokrasi dalam bersosmed di dunia digital. Akan ada timbal balik yang sama dilakukan oleh teman/followers kita.Â
Karena interaksi dunia maya via social gesture yang terbatas membuat perbedaan ideologis dan keyakinan dibuat nyaman dalam lingkar masing-masing. Lebih dahulu menghormati diri kita sendiri dengan meninggalkan jejak digital yang baik adalah hakikat Respect.Â
Pilar Digital ke 3: Responsibility
Salam,
Brisbane, 28 September 2019
06:50 am
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H