Mohon tunggu...
Giri Lumakto
Giri Lumakto Mohon Tunggu... Guru - Pegiat Literasi Digital

Digital Ethicist | Pemerhati Pendidikan Literasi Digital, Teknologi, dan Budaya | Curriculum Developer for Tular Nalar from Google.org | K'ers of The Year 2018 | LPDP 2016 | STA Australia Awards 2019 | LinkedIn: girilumakto | Twitter: @lumaktonian | email: lumakto.giri@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Artikel Utama

Hoaks Gempa, Menyebalkan Sekaligus Membahayakan

3 Agustus 2019   22:58 Diperbarui: 4 Agustus 2019   06:01 131
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bentuk gedung Bandung Electronic Center oleh Irfan Al-Faritsi - Foto: ayobandung.com

Saat kepanikan ini menjalar kepada publik. Potensi bahaya lain malah mengancam. Seperti malah terinjak-injak atau terjabak di lift saat keluar gedung yang  berguncang. Lupa membawa survival kit saat keluar dari rumah yang terkena gempa. Bahkan juga lupa anak, orangtua, dan saudara yang masih terlelap saat gempa mendera.

Pemerintah Jepang sejak tahun 1960 mencanangkan Disaster Prevention Day setiap 1 September. Sejak saat itu, setiap sekolah wajib melakukan latihan evakuasi gempa. Sebelumnya di 1952, pemerintahnya juga telah membuat alat pendeteksi gempa tercanggih saat itu. Dan sejak 1981, gedung-gedung di Jepang wajib memenuhi standar tahan gempa. 

Indonesia sendiri tak pernah lepas dari deraan risiko bencana alam. Seperti tercatat sejarah, gunung Tambora meletus dan memakan puluhan ribu orang di tahun 1815.  Lalu gempa bumi terdahsyat (9,2 skala richter) pernah terjadi di Sumatra tahun 2004. Gempa ini disusul tsunami yang memakan ratusan ribu jiwa di Aceh dan sekitarnya. 

Kini, bencana akibat ketidaktahuan dan ketidakpedulian pada hoaks kebencanaan tengah terjadi. Kepanikan tidak perlu, korban jiwa, moril dan materil,  dan korban terpidana muncul dari bencana jenis baru ini.

Sudah saatnya pemerintah turun tangan mengedukasi mitigasi dan tanggap bencana. Selain mengurangi resiko korban jiwa. Edukasi ini akan lebih memahamkan kepada publik tentang hakikat dan tindakan kita pada bencana itu sendiri. 

Dari mulai memahami perilaku bertindak saat gempa terjadi pada beragam jenis bencana alam. Sampai cara bertahan hidup paska gempa adalah informasi berarti. Yang sayangnya, publik kita urung juga faham. Walau bencana alam selalu berpotensi hadir dimana pun dan kapan pun.

Orang akan lebih cepat panik dan egositik menyelamatkan diri sendiri saat kabar gempa viral. Walau informasi gempa bisa saja bohong belaka. Namun potensi kerugian moril, materil dan masa bodo publik akan terlihat nyata (dan akan terus ada). 

Salam,

Wonogiri, 03 Agustus 2019

10:58 pm

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun