Mohon tunggu...
Giri Lumakto
Giri Lumakto Mohon Tunggu... Guru - Pegiat Literasi Digital

Digital Ethicist | Pemerhati Pendidikan Literasi Digital, Teknologi, dan Budaya | Curriculum Developer for Tular Nalar from Google.org | K'ers of The Year 2018 | LPDP 2016 | STA Australia Awards 2019 | LinkedIn: girilumakto | Twitter: @lumaktonian | email: lumakto.giri@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Politik Artikel Utama

Ancaman dan Solusi Hoaks di Pilkada 2020

17 Juli 2019   15:49 Diperbarui: 18 Juli 2019   09:04 514
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pilkada Serentak - Ilustrasi: perludem.org

Dalam konteks kontestasi Pemilu 2018, 2 orang diamankan polisi di Jakarta karena menyebarkan hoaks server KPU yang dianggap memenangkan paslon 01. Penyebar hoaks sensasional soal 110 juta warga China membuat E-KTP guna mengalahkan paslon 02 diciduk polisi Jabar.

Solusi Regional dan Jejaring Gerak Bersama
Membayangkan akan muncul oknum atau sindikat produsen dan penyebar hoaks di daerah cukup mengerikan. Kepolisian akan dibuat bingung dengan bejibun hoaks yang masyarakat daerah terima. Propaganda digital yang begitu personal, real time, dan masif akan sulit dideteksi dan dicegah.

Maka solusi terbaik adalah membentuk komunitas sosial yang bergerak melawan hoaks. Karena jika target sindikat hoaks adalah pemilih di daerah. Maka pemilih daerah harus lebih cerdas dengan edukasi literasi digital. Dan yang pasti memiliki kemampuan cek fakta digital yang baik.

Cek fakta atau klarifikasi sudah banyak dilakukan komunitas secara digital. Klarifikasi fakta biasanya dirilis via platform sosial media. Fanspage di Facebook seperti FAFHH, Turn Back Hoax, dan Indonesian Hoaxes Community sudah baik dan teratur dikelola oleh Mafindo.

Dari sisi jurnalistik digital, situs cekfakta.com juga memberikan kontribusi tersendiri. Apalagi saat banyak hoaks memelintir dan memanipulasi isi dan foto berita aktual. Situs ini dibentuk bersama 22 media.

hacker oleh Pete Linforth - Ilustrasi: pixabay.com
hacker oleh Pete Linforth - Ilustrasi: pixabay.com
Namun aktivitas kuratif seperti cek fakta di sosial media saja belumlah cukup menghadapi gurita hoaks. 

Di Jawa Barat, telah ada tim Jabar Saber Hoaks (JSH). Sebuah tim yang didaulat Ridwan Kamil yang khusus bergerak melawan dan mengedukasi warga Jabar soal bahaya hoaks. Kiprah digital tim JSH pun cukup baik dan mumpuni memberi klarifikasi dan edukasi via sosial media mereka.

Mafindo pun telah lama bergerak mengedukasi publik dan melatih cek fakta. Beragam kegiatan yang telah dan akan dilakukan, melibatkan aparatur negara, komunitas lokal, sampai warga masyarakat biasa.

Pemerintah sebagai otorisasi akses internet pun sudah bergerak. Pada saat aksi massa 21-22 Mei 2019 kemarin, pemerintah melalui Kemenkominfo membatasi lalu lintas sosmed guna membatasi perseberan hoaks yang memicu konflik. Walau pembatasan ini memicu pro-kontra. Namun mengorbankan lalu lintas linimasa lebih baik manfaatnya daripada hoaks yang menyulut konflik lebih parah.

Belajar dari paduan gerakan Kementerian terkait, aparat, dan organisasi atau komunitas anti-hoaks. Patutnya terjalin jejaring gerakan seperti:

  • Pelatihan cek fakta untuk personil aparat dan ASN di banyak daerah. Karena posting klarifikasi personil aparat atau ASN lebih bisa dipercaya publik.
  • Training cek fakta dan pemahaman bahaya hoaks untuk pemuka agama. Dapat dilakukan melalui organisasi keagamaan besar yang tersebar banyak di Indonesia.
  • Melatih civitas akademik perguruan tinggi tentang potensi bahaya dan demografi hoaks. Dengan pelatihan cek fakta dan membuat riset sederhana bisa jadi memberi manfaat untuk publik di sekitar universitas di banyak daerah.
  • Pelatihan cek fakta untuk ibu rumah tangga dan kaum Milenials di daerah. Karena sudah banyak pelaku penyebar hoaks adalah emak-emak. Dan anak muda juga memiliki populasi users terbanyak di internet. 
  • Pemberian mapel ekstra literasi media dan digital di sekolah menengah (SMP dan SMA) di daerah. Tanpa perlu menggangu KBM, kegiatan seperti cek fakta dan literasi digital bisa diberikan sebagai ekstrakurikuler usai kelas usai.
  • Melakukan pelatihan cek fakta untuk komunitas di daerah dan desa. Tak dapat dipungkiri, komunitas di daerah juga memiliki peran penting untuk mengedukasi warga masyarakat daerah.

Kita sudah sangat tahu dan merasakan dampak negatif hoaks secara psikologis, sosial, dan regional. Kini, ada baiknya mulai membuat imunitas bersama atas ekses hoaks yang sudah dan sering terjadi. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun