Dalam lingkup lebih kecil Pilkada serentak 2018, Pilwalkot Bekasi juga dirisak dengan hoaks. Cawalkot Rahmat Effendi diduga menandatangani perjanjian untuk membangun 500 gereja selama 5 tahun. Hoaks pada Pilwalkot Kota Makasar 2018 juga sempat menuduh aparat tidak netral.Â
Baik Pilkada 2018 dan Pemilu 2019 nyatanya didera gempuran hoaks. Linimasa kian gaduh dengan polarisasi netizen akibat militansi dukungan Capres sejak 2014. Ruang-ruang personal seperti grup chat sempat tegang karena perbedaan pilihan Cagub, Cabup, sampai Calkades.
Data dan tautan di atas didapat karena hoaks sempat viral dan diklarifikasi faktanya. Sedang hoaks sendiri bukan hanya terfokus pada konten, namun distribusinya. Dengan konten hoaks yang diviralkan saat Pilkada banyak terpusat pada sentimen agama, perbuatan asusila, dan etnisitas.
Faktanya distribusi hoaks lebih cepat viral dan populer daripada kounter-faktualnya. Penelitian Sinan Aral dari MIT Massachusetts di tahun 2018 mengungkap fakta mencengangkan soal distribusi hoaks.
Dibutuhkan waktu 6 kali lebih lama untuk sebuah fakta agar bisa dilihat 1500 users. Saat hoaks mencapai sekitar 100.000 users, klarifikasinya hanya mencapai 1% atau sekitar 1.000 users. Dan sebaran hoaks cenderung diviralkan secara sistematis via peer-to-peer diffusion.
Dengan judul berkesan click bait dan konten provokatif atau menyesatkan. Tak jarang hoaks memicu konflik sosial. Seperti Ahmad Fauzi di Kendal yang menjadi korban jiwa akibat salah tuduh sebagai penculik anak. Seorang pria di Jember yang hampir dikeroyok massa karena dituduh penculik anak.
Dalam distribusi hoaks TSM yang tersebar via Facebook juga dikabarkan memantik kerusuhan etnis di Myanmar. Usai membasmi secara brutal kartel narkoba. Kini pendukung militan Duterte di Filipina menyebar hoaks guna memfitnah pihak yang kontra pada pemerintahan.
Sekilas Ekosistem Hoaks Regional
Menangkap produsen hoaks di Indonesia tidaklah mudah. Berbagai negara maju seperti US, Uni Eropa dan banyak negara lain kewalahan atas sebaran disinformasi yang terjadi. Propaganda hoaks pun sudah dikomersilkan murah meriah oleh sindikasi troll dari Rusia. Dengan hanya membayar USD 250, kampanye bohong sudah bisa dilaksanakan.
Pada Agustus 2017, produsen ujaran kebencian dan hoaks, Saracen ditangkap di Jakarta. Sedang oknum pembuat hoaks 7 kontainer suara tercoblos diamankan polisi pada Januari awal tahun ini.Â
Jika ditelaah, pihak Kepolisian sulit menangkap produsen hoaks sampai ke akar-akarnya. Usai Saracen atau MCA digerebek tahun 2017 lalu. Nyatanya hoaks masih secara TSM beredar menjelang dan paska Pemilu 2019. Walau seorang oknum diduga membuat hoaks 7 kontainer surat suara tercoblos diciduk polisi. Yang kita rasa, hoaks politik masih riuh beredar di linimasa.
Menangkapi penyebar hoaks pun bukan solusi komprehensif. Pada Mei 2017, penyebar hoaks chat palsu bernuansa SARA antara Kapolri dan Kabid diciduk polisi di Jakarta. Seorang dosen wanita penyebar hoaks pembunuh muazin yang berpura-pura gila diamankan kepolisian Yogyakarta.Â