Berita berjudul "Ketik 'Monyet Cukur Rambut' Muncul Gambar Jokowi, Jangan Gusar" menuai kontroversi netizen. Dipetik dari kompas.com, berita ini ditayangkan pada 5 Juli 2019.
Netizen yang masih kental pikiran dan linimasanya dengan Pilpres ramai merubungi tweet kompas.com. Setidaknya ada 200-an interaksi yang terjadi pada tweet tersebut.
Coba ketik "monyet cukur rambut" di mesin pencari Google, maka akan muncul gambar Jokowi dan Donald Trump. Jangan langsung gusar... https://t.co/ZADHoO90q5--- Kompas.com (@kompascom) July 5, 2019
Dalam berita yang dirangkum tautan tersebut sudah diterangkan mengapa hal ini terjadi.
Pertama karena keyword 'cukur rambut' terkait banyak berita pak Jokowi saat potong rambut. Sedang kata 'monyet' juga terkait meme menggambarkan monyet yang sedang dicukur.
Kedua berita populer ini mendorong keywords tersebut optimal (baca: populer). Sudah menjadi rahasia umum kalau teknik SEO (Search Engine Optimization) bertujuan utama menjadikan keywords jadi laman pertama pencarian.
Selain berita arus utama mendorong keyword 'monyet cukur rambut' fotonya muncul paling atas. Saat ini pun terjadi peningkatan pencarian kata kunci tersebut karena terungkap kembali dari berita kompas.com di atas.
Jika dilacak dari Google Trends pada keywords tersebut didapati bahwa:
- Kemunculan keywords diatas awalnya terlihat pergerakannya di akhir Mei 2019
- Pada akhir Juni 2019, pencarian keywords diatas mulai naik kembali
- Sampai 2 Juli 2019, masih banyak netizen yang meng-Google keywords diatas
Dan kedua, membuat pihak yang pro-Jokowi tersinggung dengan Google dan netizen yang ikut-ikutan mencari keyword tersebut.Â
Agak tidak etis mengolok-olok kepala Negara kita berbasis laman pencarian Google. Namun, jangan juga menyalahkan mesin peramban Google atas hal ini. Karena netizen kita juga yang membuat tren baik berita maupun keywords diatas.
Jangan pernah percaya langsung dengan pencarian Google. Karena istilah 'optimisasi' pencarian pada mesin peramban bisa direkayasa. Baik itu berbayar via paid-ads maupun kepopuleran keywords yang diciptakan secara masif dan terstruktur.
Untuk memunculkan situs dan kata kunci yang kita inginkan. Kita bisa membayar Google mulai 19 sen sampai 5 USD per klik. Klik yang diestimasi global jumlahnya ribuan sampai jutaan kali. Jika beruntung, Google akan menaruh situs/keywords lama pertama sesuai rekam jejak digital users di seluruh dunia.
Namun untuk cara populer karena berita atau pencarian netizen, dapa dimanipulasi. Baik dorongan via fasilitas bot atau murni hacktivism ala dunia maya. Kepopuleran keywords bisa sangat menyesatkan.
Beberapa contoh aneh hasil pencarian Google sering terjadi. Di tahun 2014, hasil pencarian teratas Google tentang 'Raja US' adalah Obama.
Di tahun 2015, hasil pencarian untuk 'Apa yang terjadi dengan dinosaurus' menungkap kalau dinosurus adalah konspirasi semata. Tahun lalu (dan sampai saat ini) hasil pencarian kata '"idiot" pun menunjukkan foto Trump.Â
Fenomena hasil pencarian manipulatif kadang terkait dengan metode 'Answer Bomb' atau 'Googlewashing'. Dengan memanipulasi HTML, suatu situs bisa memunculkan hasil pada keyword khusus atau yang populer. Manipulasi didasari pada modus bisnis, politik, atau lelucon semata.
- Di tahun 2017 maksud netizen mem-posting meme monyet potong rambut sebagai lelucon semataÂ
- Sejak saat itu, foto monyet potong rambut di-PhotoShop ini viral, terlihat pada editan meme ini pada beragam fotoÂ
- Sedang Jokowi mengadakan event cukur rambut di tahun awal tahun 2019 lalu di Garut Jawa barat
- Secara otomatis, kata kunci 'monyet cukur rambut' bisa jadi memunculkan kedua trend yang terjadi di tahun yang berberbeda
- Lalu ada saja netizen yang teliti atau iseng pada keyword diatas, maka dijadikan sebuah lelucon yang tidak sehat ini
- Pada akhirnya, berita kompas.com diatas pun menglorifikasi lelucon keywords diatas dibawah pengaruh nuansa paska Pilpres
Sulit rasanya melepaskan diri untuk tidak meng-Google semua hal. Ada lebih dari 2 miliar pencarian per-hari. Di tahun 2016 Google mendapatkan lebih dari 2 triliun pencarian dilakukan secara global.Â
Sehingga sebagai pengguna internet, kita pun mesti waspada. Percaya langsung hasil pencarian laman pertama tidak menjamin validitas. Apalagi saat tahu ada jutaan hasil dengan ratusan laman pencarian yang harus ditelusuri.
Walau pencarian Google kita akui sangat membantu kita sehari-hari. Ada baiknya hasil pencarian pun perlu kita telaah lebih lanjut. Salah satunya menggunakan mesin peramban lain yang juga sebaik Google.
Salam,
Wonogiri, 05 Juli 2019
10:34 pm
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H