Mohon tunggu...
Giri Lumakto
Giri Lumakto Mohon Tunggu... Guru - Pegiat Literasi Digital

Digital Ethicist | Pemerhati Pendidikan Literasi Digital, Teknologi, dan Budaya | Curriculum Developer for Tular Nalar from Google.org | K'ers of The Year 2018 | LPDP 2016 | STA Australia Awards 2019 | LinkedIn: girilumakto | Twitter: @lumaktonian | email: lumakto.giri@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Lyfe Artikel Utama

Anak Sekarang Harus Mewaspadai Pergaulan Sosmed Orangtuanya

24 Mei 2019   22:53 Diperbarui: 25 Mei 2019   13:39 4573
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Dan yang sering saya pribadi amati, sosial media menjadi bagian dari perspektif, aktivitas dan perilaku:

  • Orangtua yang tidak begitu sibuk dengan pekerjaan/aktivitas lain. Maka waktu luang banyak diluangkan di sosial media.
  • Orangtua tidak selincah atau seaktif usia muda. Mereka pun lebih baik duduk dan menatapi linimasa.
  • Orangtua mungkin tidak begitu komunikatif dengan anak, keluarga, dan orang sekitar. Interaksi sosial media menjadi pilihan.
  • Orangtua sulit mengungkap perasaan dan emosi. Karena akan dianggap menyusahkan anak/orang lain. Linimasa pun menjadi katarsis curhat.

Dari semua pengamatan sederhana saya diatas. Tidak heran jika orangtua:

  • Memfokuskan, fikiran, tenaga, uang dan waktunya untuk "bersosialisasi" di sosial media
  • Merasakan kegembiraan, pengakuan, dan "keterikatan sosial" baik di linimasa atau grup chat
  • Dengan limpahan informasi dan social gesture, mereka sulit membedakan realitas di linimasa dengan fakta yang terjadi
  • Menjadi bagian komunitas semu di linimasa/grup chat yang dianggap dapat membuat perubahan sosial.

Dan pada yang lain, orangtua mendapati kaum muda dan/atau milenials, sebagai anak/cucu mereka yang:

  • Menggangap sosial media adalah dunia euforis dan kadang sepele saja
  • Bersikap apatis pada banyak informasi di linimasa selama tidak menguntungkan diri, minat, atau hobi
  • Bersikap hati-hati pada adiksi sosial media dengan membatasi posting dan meng-setting aplikasi
  • Di sisi lain, menjadi kecanduan sosial media namun merugikan hanya dirinya sendiri 
  • Mengeksploitasi sosial media secara ekonomis guna penghasilan tambahan atau bahkan pekerjaan tetap

Maka terjadi digital divide antar generasi milenials+kaum muda dengan baby boomers+digital migrant. Kedua pasang generasi memiliki persepsi, aktivitas, dan perilaku berbeda terhadap dunia digital. Dan keduanya cenderung acuh tak acuh.

Maka akan terjadi "dual monitoring" pada kedua pasang generasi.

Para orang tua mengawasi pergaulan anak/cucunya di dunia nyata. Sedang anak/cucu mereka memonitor pergaulan orang tua mereka di sosial media.

Saat paparan dunia teknologi pada kaum muda dan milenials menjadi bagian artefak budaya mereka. Maka orang tua, baik orangtua maupun kakek/nenek mereka. Menganggap teknologi adalah dunia baru dengan konten dan aksesnya bermanfaat baik.

Walau realitasnya, sosial media pun penuh dengan hal negatif. Apalagi saat ajang Pilpres membuat linimasa jenuh dengan propaganda dan hoaks. Orang tua yang tidak mau tahu atau mencari tahu, akan mudah terhasut bahkan terprovokasi. 

Salam, 

Wonogiri, 24 Mei 2019

10:53 pm

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Lyfe Selengkapnya
Lihat Lyfe Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun