Di beberapa TPS, keberatan (baca: intimidasi) saksi dan warga saat proses penghitungan juga membuat stres. Belum lagi saat mengetahui surat suara rusak atau tertukar dari daerah lain. Salah penghitungan pada salah satu kotak atau input rekapan yang juga amburadul.
Membayangkan eror tadi saja cukup memusingkan dan memakan waktu dan tenaga. Apalagi jika ditetapkan ada PSU (Pemungutan Suara Ulang) pada sebuah TPS.Â
Yang mungkin juga mengecewakan petugas KPPS yang bersumbangsih pada stres dan kelelahan juga pada honorarium yang tidak sepadan. Baik jika diukur dari parameter waktu, tenaga, dan kerumitan.
Walau menjadi petugas KPPS adalah tugas negara dan mungkin menjadi kebanggaan bagi sebagian orang. Jumlah honor yang diterima mungkin bagi beberapa petugas KPPS bisa membuat terenyuh.Â
Ikhlas mungkin jadi jawaban beberapa petugas KPPS usai menerima honor. Namun bisa jadi, bagi mereka yang sudah memeras keringat menyelesaikan tugas lebih dari 12/24 jam. Honor yang diterima malah membuat beban stres.
Terakhir, saya mengucapkan belasungkawa bagi rekan KPPS yang gugur usai menjalankan tugasnya. Saya yakin, mereka akan dikenang baik oleh sejarah pemilu negeri ini.
Salam,
Solo, 27 April 2019
10:08 am
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H