Yang dahulu masih IDR 1.600/km kini menjadi IDR 2.500/km. Tarif baru ojol ini masih dibagi ke dalam 3 zonasi. Dan mulai 1 Mei 2019 mendatang, semua aplikator ojol diharap menerapkan tarif baru ini. Â Walau, Kemenhub belum mengatur sanksi bagi yang tidak menerapkan aturan tarif baru ini.Â
Belum adanya kejelasan jaminan asuransi kesehatan bagi pengemudi juga pelik untuk diregulasi. Karena pengemudi ojol diposisikan sebagai mitra aplikator yang bersifat freelance dan tidak terikat kontrak. Sedang asuransi kesehatan seperti BPJS belum mengatur konsep kemitraan seperti itu. Â Â
Ketiga, problema perilaku berkendara dan evaluasi kendaraan ojol. Walau idealnya pengendara angkutan umum dites kelayakan berkendara. Realitasnya pada ojol, banyak mitra yang begitu serampangan berkendara. Sistem rating untuk mitra ojol pun dirasa belum cukup efektif untuk mengawasi hal ini.
Kondisi kendaraan mitra ojol pun tidak menjadi perhatian khusus aplikator ojol. Syarat sepeda motor mitra minimal diproduksi tahun 2011. Masih sering dijumpai motor yang tidak layak jalan. Seperti lampu sein yang tidak menyala, ban motor yang sudah aus, sampai headlight yang tidak berfungsi.
Problem yang muncul akibat perilaku mitra dan sepeda motornya tidak diatur, diawasi, dan diurusi oleh aplikator. Dengan dasar S&K, kedua aplikator jelas tidak bertanggung jawab atas tindakan atau perilaku ojol. Karena toh kedua aplikator hanyalah perusahaan aplikasi dan perangkat lunak.
Keempat, potensi tindak kriminal baik oleh mitra, konsumen, atau pengemudi ojek pangkalan (opang). Mulai dari beragam aksi kejahatan mitra oleh konsumen atau pihak lain. Sampai konflik antar pengemudi ojol dan opang yang pada ujungnya merugikan konsumen.
Tahun lalu, dua orang remaja melakukan kekerasan dan perampasan sepeda motor pengemudi ojol di Panakukang, Sulsel. Ria Nurhayati seorang pengemudi ojol tewas ditangan penjambret di Jaksel kemarin (05/04/2019).Â
Atau sebaliknya, pengemudi ojol yang melakukan kekerasan kepada konsumen di JakPus tahun lalu. Belum lagi konflik ojol versus opang yang telah dan berpotensi terjadi di beberapa daerah seperti Jakarta, Bandung, Sukabumi, Jember, Makasar, dll.
Walau kini ada aduan ke customer care via sosmed dan fitur aplikasi digencarkan aplikator. Namun masalahnya kembali, apakah aplikator menanggung biaya berobat/kerahiman atau kerusakan motor mitra. Begitupun dengan konsumen ojol yang mengalami kecelakaan.
Kelima, isu kendala teknis dan penyimpangan aplikasi. Isu kendala teknis meliputi aplikasi yang sering hang, tidak ada mitra ojol di peta, dan lokasi tidak terpetakan. Terutama di jam sibuk atau peak hour saat jam banyak orang pulang kerja. Karena traffic yang tinggi, aplikasi sering error. Â
Yang juga sering terjadi, mitra yang tidak mau mengambil book atau pesanan layanan konsumen. Pesanan antar dokumen, antar makanan, atau fitur yang lain juga didapati mengecewakan. Aduan ke customer care semacam ini kadang ditanggapi untuk sekadar menegur mitra.Â