Mohon tunggu...
Giri Lumakto
Giri Lumakto Mohon Tunggu... Guru - Pegiat Literasi Digital

Digital Ethicist | Pemerhati Pendidikan Literasi Digital, Teknologi, dan Budaya | Curriculum Developer for Tular Nalar from Google.org | K'ers of The Year 2018 | LPDP 2016 | STA Australia Awards 2019 | LinkedIn: girilumakto | Twitter: @lumaktonian | email: lumakto.giri@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Artikel Utama

Mengapa Risih "Di-Follow" Orangtua Sendiri?

4 Maret 2019   22:16 Diperbarui: 5 Maret 2019   01:58 129
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Walau faktanya, baik sikap dan perilaku sang anak berbeda 180.  Di rumah sang anak penurut, tidak banyak gaya, bahkan cenderung pendiam. Bahkan mungkin orangtuanya bangga atas prestasi yang telah diraih sang anak.

Ketiga, sosmed sebagai dunia tempat pelarian. Sosmed bukan lagi sekadar ruang berinteraksi. Kini sudah menjadi media mencurahkan isi hati, emosi, kritik, kebencian, sampai keinginan subversif seperti melukai diri sendiri atau orang lain. 

Akibatnya bagi sang anak remaja yang masih galau. Akun sosmed tak lain adalah sarana mengaspirasi kesedihan, kemarahan, dan tak jarang keinginan terpendam. Sehingga indikasi dan/atau perilaku yang cenderung menyimpang bisa dibaca jejak digitalnya.

Maka dari ketiga persepsi anak pada sosmed tersebut diatas. Tak jarang banyak anak yang merasa sungkan berbagi akun asli miliknya pada orangtua. Tak jarang mereka memalsukan akun demi bisa membenarkan ketiga persepsi diatas. 

Namun berbeda jika orangtuanya adalah digital natives. Orangtua ini tumbuh dan berkembang saat inovasi teknologi sedang booming. Orangtua yang lahir tahun 80-an mungkin sekarang sudah memiliki anak yang mulai gandrung sosmed.

Orangtua semacam ini lebih baik dalam memahami gawai dan dunia digital. Walau kadang anak memiliki pengetahuan teknologinya diatas rata-rata orangtua. Dengan beragam teknik dan upaya, anak sanggup mengelabui orangtua yang ingin mem-follow anaknya sendiri di sosmed.

Sehingga yang terjadi adalah adu pintar dunia digital orangtua versus anak. Namun melupakan esensi yang paling penting dalam hubungan anak-orangtua. Yaitu perhatian dan komunikasi. Dua hal yang patutnya dibangun sejak anak tumbuh dan berkembang.

Dua hal ini pun yang saya kira menjadi pondasi keluarga agar anak terbuka dan bertanggungjawab. Baik itu dalam komunikasi kepada orangtua secara offline atau online. Dan bertanggungjawab atas postingan diri sendiri di dunia maya. 

Salam,
Solo, 04 Maret 2019 | 10:15 pm

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun