Mohon tunggu...
Giri Lumakto
Giri Lumakto Mohon Tunggu... Guru - Pegiat Literasi Digital

Digital Ethicist | Pemerhati Pendidikan Literasi Digital, Teknologi, dan Budaya | Curriculum Developer for Tular Nalar from Google.org | K'ers of The Year 2018 | LPDP 2016 | STA Australia Awards 2019 | LinkedIn: girilumakto | Twitter: @lumaktonian | email: lumakto.giri@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Gadget Artikel Utama

Xuexi Qiangguo dan "Digital Sovereignity" ala China

23 Februari 2019   13:48 Diperbarui: 23 Februari 2019   23:22 608
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Data Localisation and Splinternet - Ilustrasi: factordaily.com

Di negara Tiongkok, bukan WeChat atau TikTok yang paling populer. Tetapi sebuah app bernama Xuexi Qiangguo. Yang secara literal berarti 'mempelajari Xi Jinping (China) agar negara semakin kuat'. Dan sejak Januari 2019, sudah didownload lebih dari 40 juta kali baik via Google Play maupun iOS Store.

Seperti arti literalnya, app ini memang mempelajari semua tentang Tiongkok. Khususnya mengenai ideologi Partai Komunis pimpinan Xi Jinping. Anggota Partai Komunis diwajibkan mengunduh Xuexi Qiangguo ini. Diperkirakan anggota Partai Komunis sendiri mencapai lebih dari 90 juta orang.

Melalui gamifikasi berita, video, dan kuis pendek. Setiap orang diharapkan menjawab quiz pendek tentang Partai Komunis ataupun Xi Jinping. Minimal 30 point harus didapat oleh setiap users. Dan setiap hari ada poin yang diakumulasi menjadi uang digital atau diskon untuk banyak vendor.

App ini kabarnya dikembangkan oleh Project Y Alibaba. Walau belum ada konfirmasi langsung Alibaba menyoal keuntungan finansial dari Xuexi Qiangguo. Jack Ma sendiri merupakan anggota Partai Komunis. Dan app ini dapat di-login dengan Dingtalk, sebuah app keluaran Alibaba sebelumnya.

China Department of Publicity (Departemen Penerangan) mengkonfirmasi app ini adalah untuk rakyat China. Mulai dari kepala sekolah, kepala dinas, sampai pegawai pemerintahan biasa wajib mengunduh Xuexi Qiangguo. 

Konten dari app ini umumnya adalah berita tentang Partai Komunis. Konten dikumpulkan dan dikurasi dari 18 kantor berita pemerintah dan aplikasi Toutiao. 

Registrasi yang digunakan users pun menggunakan nama asli. Dan kabarnya sudah ada daftar anggota Partai Komunis khusus. Sehingga mereka yang belum mengunduh Xuexi Qiangguo bisa ketahuan.

Data Localisation and Splinternet - Ilustrasi: factordaily.com
Data Localisation and Splinternet - Ilustrasi: factordaily.com
Splinternet Demi Kejayaan Bangsa Sendiri

Tidak dapat dipungkiri jika Xuexi Qiangguo adalah alat propaganda Partai Komunis China. Jika dahulu Hitler atau Lenin menggunakan famlet, siaran radio dan parade militer. Xi Jinping melihat aplikasi ini lebih tepat, personal, dan real-time.

Ada beberapa hal yang membuat Xuexi Qiangguo mudah diadaptasi pemerintahan Xi Jinping. Infrastruktur dan iklim dunia digital China sudah cukup matang untuk bisa mandiri dari pengaruh the big Four, Facebook, Google, Apple dan Amazon.

Pertama, China sudah menerapkan sistem splinternet untuk negrinya. Splinternet adalah infrastruktur digital yang dikelola spesifik dari dan dalam sebuah negara. Dengan kata lain, infrastruktur dari mulai satelit, server, dan tata kelola internet dikelola oleh satu negara. Kadang tanpa campur tangan perusahaan besar seperti Google atau Microsoft.

Xi Jinping sempat menggaris bawahi pentingnya digital sovereignty atau kesejahteraan digital. Hal ini dimaktub dalam Pakta Wuzhen Initiative tahun 2015 yang diluncurkan saat World Internet Conference di China.

Secara implisit, Xi Jinping ingin menghilangkan pengaruh internet yang selama ini dikuasai US. Sekaligus menutup ruang siber Tiongkok atas campur tangan, inovasi, atau bahkan inteligen asing, seperti US.

Skandal NSA sejak 1998 yang dibongkar Wikileaks menjadi contoh nyata monitor inteligen atas banyak negara. Kemudian, skandal Cambridge Analytica tahun 2015 juga menjadi contoh mogul tech seperti Facebook bisa cukup berbahaya untuk demokrasi. Belum lagi misinformasi yang juga mempengaruhi suasana politik dan nasional seperti di Uni Eropa, India, Brazil, Filipina, Myanmar, dan Indonesia.

Langkah memisahkan diri dari internet global ini kini hendak diadaptasi Rusia, Uni Eropa, bahkan India. Dominasi US sebagai adi kuasa atas internet bukan lagi pilihan demi stabilitas dan keamanan dunia siber sebuah negara. Dan sejak lama, kuasa US atas internet sudah diperdebatkan.

ICANN (Internet Corporation for Assigned Names and Numbers) yang statusnya menjadi milik bersama atau global sejak lama. Kini malah dibawahi oleh US FCC (Federal Communication Commission). Dengan kata lain, FCC kini menjadi pemonitor dan otoritas IP address yang kita pakai. 

Model splinternet China sudah sejak dasawarsa lalu mulai dibangun atas dasar ideologis dan sentimen asing. The Great Firewall menjadi sandi negri Tirai Bambu atas kuasa mandiri atas internet. Dimulai dengan memblokir banyak sekali situs yang dianggap mengancam Cultural Revolution China sejak 1998. Seperti tertulis dalam Pasal 4-6.

Individuals are prohibited from using the Internet to: harm national security; disclose state secrets; or injure the interests of the state or society. (Golden Shield Project ; 1998)

The Great Firewall - Ilustrasi: asiancorrespondent.com
The Great Firewall - Ilustrasi: asiancorrespondent.com
Faktor kedua, iklim yang tercipta dari program The Great Wall ini menjadikan China mudah dan cepat mengadaptasi teknologi kelokalan. Atas nama nasionalisme, independensi, dan stabilitas ekonomi dan politik China. Dunia siber ala Tiongkok pun diarahkan untuk menjadi penguasa di negri sendiri. 

Tak heran China akan segera menguji coba bandwidth 5G, mobil otonom, dan aplikasi Artificial Intelligence. Di tahun 2017, pemerintah China menargetkan China mampu mengalahkan US dan menjadi pemimpin dalam Artificial Intelligence di tahun 2030.

Bahkan, Shenzen kini menjadi 'The New Silicon Valley' di Asia. Di Huaqiangbei Market, hampir semua smartphone, gadget dan barang elektronik bisa didapat. Dengan maker space yang tumbuh bak jamur. Dari pasar Huaqiangbei ini juga Huawei dan Foxconn menjadi produsen besar produk komunikasi dan elektronik terbesar di dunia.

Dimotori oleh Perdana Mentri PRC, Li Keqiang. Dimulailah gerakan mass entrepreneurship di bulan Maret 2015. Dan ia berkata China bisa memunculkan 12.000 entrepreneurship baru setiap hari. Sekitar 49 miliar USD digelontorkan pemerintah bersama venture capital Tiongkok sendiri waktu itu. Kedua terbesar setelah US.

Di kota Suzhou, ditargetkan akan ada 300 incubator untuk 30.0o0 startup di tahun 2020.  Di Shenzen, pemerintah lokal memberikan subsidi 70% untuk sewa tempat untuk startup. Di Chengdu, sekitar 29 juta USD disiapkan untuk mendanai startup lokal. Dan di Hangzhou, pemerintahnya akan mensubsidi 100 juta USD untuk membiayai startup.

Dengan lebih dari 600 juta user internet aktif. Ditambah decacorn seperti Alibaba, Tencent, dan Didi Chuxing yang kini kian mengglobal model bisnisnya. Membuat China dengan negara perkembangan teknologi yang menyaingin US dalam segala hal.

Karena Google, Facebook atau Instagram diblokir di China sejak 2009. Untuk chat dan instant message penduduk China banyak menggunakan WeChat dari Tencent sejak 2011. Mereka juga menggunakan Alibaba untuk e-commerce. Didi Chuxing untuk ride sharing dan delivery. Dan beragam aplikasi fintech seperti Sesame Credit, JD Finance, Baidu Jinrong, dll untuk sistem transaksi sehari-hari.

Dari infrastuktur dan iklim digital ini,  tak heran China menjadi negara dengan digital sovereignty yang cukup baik. Tanpa perlu mengusik model bisnis seperti Facebook, Google, atau Apple. China mampu menjadi pesaing ekonomi digital menyaingi US dalam hal inovasi dan ekspansi.

Namun di satu sisi, kuasa splinternet ala China meluruhkan privacy dan kebebasan berkekspresi untuk rakyat China.

Gambaran Kamera Survellance di China - Screenshot: youtube.com
Gambaran Kamera Survellance di China - Screenshot: youtube.com
Digital Sovereignty atau Panopticism?

Xuexi Qiangguo kabarnya banyak ditolak pengguna di China sendiri. Selain menjadi aplikasi yang 'tidak begitu berfaedah'. Xuexi Qiangguo begitu nyata dalam hal propaganda dan menggiring opini publik secara umum. Pelanggaran privacy dan kebebasan berpendapat secara online pun terancam.

Sistem social credit di China sendiri sudah diterapkan pemerintah Partai Komunis sejak 2015. Sistem social credit akan merating penduduk berdasar merit point atau poin kebaikan. Sampai tahun 2020, semua penduduk di China ditargetkan menjalani sistem ini tanpa kecuali.

Data yang dihimpun banyak berasal dari bank sentral China, sekitar 320 juta. Sedang secara online, data fintech Sesame Credit milik Alibaba dan app pencari jodoh Baihe juga menjadi database sistem credit sosial ini. Sekitar 400 juta users dengan sukarela dipantau poinnya melalui transaksi online dan perilaku di aplikasi. 

Ambisi pemerintah atas sistem kredit sosial ini dianggap serius secara ideologis. Pemerintah sosialis China ingin menanamkan nilai-nilai sosialisme, patriotisme, dan penghormatan kepada orangtua. Kerjasama pemerintah China dengan perusahaan teknologi besar di China menjadikan sistem kredit ini semakin masif dan sporadis diterapkan.

Misalnya, jika seorang warga negara bermain gim terlalu lama. Maka ia akan berkurang poin atau kreditnya dalam sistem. Poin pun berkurang karena merokok di tempat umum, atau naik kereta tanpa tiket. Dari hukuman pencekalan pergi ke luar negri sampai penjara dapat menjadi sanksinya.

Sistem sosial ini menganut prinsip 'Once untrustworthy, always restricted' menurut Zhang Yong. Ia adalah deputi National Development and Reform Commission (NDRC) di China. Selama beberapa tahun ke depan, sistem ini akan diterapkan di beberapa propinsi di China.

Dasar infrastruktur sistem ini selain melalui Big Data juga memonitor langsung. Sekitar 176 juta kamera surveillance atau CCTV dipasang di banyak tempat di China. Dan sampai 2020, ditargetkan akan ada 626 juta kamera untuk memantau 1.3 miliar populasi penduduk di China.

Di sebuah kota di Jinan, mereka yang menyebrang jalan secara sembrono dipermalukan via layar di samping jalan raya. Selain foto diri dan nama ditampilkan. Mulai dari alamat rumah sampai nomor identitas dipamerkan secara publik beberapa lama.

Sedang pada kasus lebih ekstrim, intimidasi minoritas Muslim Uighur di kota Kashgar sering terjadi. Dengan iklim paranoia pada Islam yang kental. Mereka yang memiliki jenggot bisa ditangkap tanpa pemberitahuan oleh aparat kepolisian. 

Bahkan penggunaan tissue toilet berlebih kini menjadi ranah yang dimonitor di Beijing. Melalu mesin dispenser dengan pengenal wajah (facial recognition). Dispenser tissue ini akan menilai buruk bahakn dilaporkan ke polisi bagi orang yang mengambil kertas toilet berlebih. 

Tidak hanya data, kamera facial recognition, deteksi via suara juga diterapkan pemerintah China. Kini ada sekitar 70 ribu sample suara penduduk di China berdasar etnik, daerah, usia dan gender. Dengan sample data ini, diharapkan bisa mendengarkan percakapan penduduk untuk mengetahui asala dan etnisitas via percakapan telpon atau digital.

Sehingga, aplikasi Xuexi Qiangguo hanya menjadi salah satu cara destabilisasi privacy publik. Pelanggaran kebebasan mengkritik pemerintah pun ditekan sampai titik minim. Makna ideologis Partai Komunis menjadi konsep stabilisasi negara. Walau hal tersebut mencerabut nilai demokrasi.

Xuexi Qiangguo hanyalah perpanjangan campur tangan pemerintah pada kehidupan rakyat. Negara menurut mindset sosialis dunia siber kini bukan saja hadir. Tapi memonitor dan mengatur. Baik itu via daring maupun non-daring.

Salam

Solo, 23 Februari 2019

01:46 pm

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Gadget Selengkapnya
Lihat Gadget Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun