Mohon tunggu...
Giri Lumakto
Giri Lumakto Mohon Tunggu... Guru - Pegiat Literasi Digital

Digital Ethicist | Pemerhati Pendidikan Literasi Digital, Teknologi, dan Budaya | Curriculum Developer for Tular Nalar from Google.org | K'ers of The Year 2018 | LPDP 2016 | STA Australia Awards 2019 | LinkedIn: girilumakto | Twitter: @lumaktonian | email: lumakto.giri@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Artikel Utama

Golput Kok Dibuat Gotong Royong?

30 Januari 2019   21:38 Diperbarui: 31 Januari 2019   02:21 249
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik


Ada yang mengusik fikiran saya soal golput di Pilpres 2019. Saat Golput adalah preferensi personal. Kini, ada ajakan, gerakan dan pernyataan Golput yang begitu kentara di media maupun medsos.

Ada tokoh yang terang-terangan diwawancara di media soal pilihannya untuk Golput. Ada pula inisiasi tagar Golput di sosmed yang cukup konstan tumbuh. 

Menyoroti Golput saya kira baiknya dibahas efeknya pada demokrasi. Namun saat media mulai menampilkan tokoh penginisiasi bahkan memprovokasi untuk Golput. Ini yang berbahaya.

Golput menjadi berita sensasionalis media. Baik cetak maupun TV, media mungkin lupa akan etika mereka yang galau memilih. Anak-anak SMA berusia 17 tahun, mahasiswa, dan 'swing voters'. Malah akan condong melogika Golput sebagai pilihan. 

Karena saat dinyatakan 'banyak' pemilih yang memilih Golput via media. Maka insting menjadi bagian suatu kelompok muncul. Terbersit premis dalam fikiran mereka. Kalau mereka bisa Golput mengapa saya tidak?

Maka seolah Golput adalah kerja gotong royong. Baik itu oleh tokoh, pengamat, atau publik secara umum. 

Dan amplifikasi gerakan Golput kini tak lepas dari pengaruh sosial media. Menurut pantauan Google Trend, beberapa indikasi nuansa Golput tidak pernah lekang dari linimasa.

Trend Kata 'golput' Sejak 3 Bulan Lalu - Google Trends
Trend Kata 'golput' Sejak 3 Bulan Lalu - Google Trends
Dari kata 'golput' saja, Google memunculkan trend yang fluktuatif. Dan trend tidak cenderung turun malah naik mulai awal tahun 2019. Namun dari trend ini juga berarti konten positif berisi kata 'golput' juga diakumulasi. Yang pasti, kata 'golput' masih memancing banyak percakapan di dunia maya.

Bagaimana jika dibandingkan antara frasa 'saya golput' dengan 'anti golput'. Sebuah hal yang patut kita lihat. Apakah di dunia maya orang masih menyuarakan untuk tidak Golput.

Trend Perbandingan frasa 'aku golput' dengan 'anti golput' - Google Trend
Trend Perbandingan frasa 'aku golput' dengan 'anti golput' - Google Trend
Dari 7 hari ke belakang, trend duel 'saya golput' dengan 'anti golput' cukup signifikan. Garis biru yang menunjukkan 'saya golput' memiliki trend dengan jumlah yang signifikan. Berbeda dengan trend 'anti golput' yang cenderung tidak banyak. Seolah trend 'anti golput' bersifat reaktif mengkounter isu 'saya golput'.

Statistik diatas tentu masih begitu sederhana. Namun hasil pencarian Google Trend bisa merepresentasi posting sosial media. Baik itu posting di Twitter, Facebook, maupun Instagram.

Namun bisa kita anggap bahwa nuansa 'bergolput' sungguh kental. Wawancara di TV dan berita tentang gerakan Golput yang kerap muncul. Perdebatan netizen yang juga tak pernah lelah mengulik 'pro-kontra' Golput. Setidaknya akan menggelorakan rasa jenuh.

Saat di lain sisi, berita bohong juga menginsinuasi Golput. Maka perdebatan dan glorifikasi Golput menjadi gerakan 'kewarasan'. Bisa jadi menggaet pengikut yang lebih banyak. Semakin besar kelompok. Semakin besar keyakin dan rasa percaya diri atas pilihan Golput.

Tentunya monolog dan dialog para 'Golputers' tak lepas dari pilihan ini adalah benar. Karena merasa tidak ada calon dari Pilpres atau Pileg yang dianggap ideal. Atau karena hoaks Pilpres membuat mereka jengah dan muak. Dua hal ini seolah menguatkan keyakinan Golput mereka.

Semakin Golputers disudutkan atas pilihan mereka. Semakin akan ada perlawanan. Dan di dalam lubuk hati mereka tercipta sebuah keyakinan bahwa Golput adalah kebenaran.

Dan sekali lagi, sayangnya isu gerakan Golput ini dibuat bancakan. Baik via media arus utama atau sosial media. Propagandis Golput bebas menyuarakan aspirasi mereka. Publik yang masih awam dan gamang dalam Pemilu bisa saja terjebak premis yang mereka buat.

Salam,

Solo, 30 Januari 2018 | 09:37 pm

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun