Mohon tunggu...
Giri Lumakto
Giri Lumakto Mohon Tunggu... Guru - Pegiat Literasi Digital

Digital Ethicist | Pemerhati Pendidikan Literasi Digital, Teknologi, dan Budaya | Curriculum Developer for Tular Nalar from Google.org | K'ers of The Year 2018 | LPDP 2016 | STA Australia Awards 2019 | LinkedIn: girilumakto | Twitter: @lumaktonian | email: lumakto.giri@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Gadget Artikel Utama

Semua yang Salah Soal Integrasi WhatsApp, Instagram, dan Messenger

26 Januari 2019   12:05 Diperbarui: 26 Januari 2019   17:43 340
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Peran FB dalam pemenangan kampanye Trump di tahun 2016 disinyalir didukung para hackers dari Rusia. Walau FCC membantah ada disrupsi penggiringan opini publik via FB waktu itu. Namun banyak data digital forensic justru berkata lain.

Bayangkan jika ke 4 platform berisi misinformasi, ujaran kebencian, dan scamming bersatu. FB, saya kira akan semakin kewalahan dengan gerak teroganisir para propagandis. Users yang terkurung algoritma filter bubble akan semakin terpolarisasi. Pun, bisa jadi konflik sosial bisa meletus.

Personal relationships are the fundamental unit of our society. Relationships are how we discover new ideas, understand our world and ultimately derive long-term happiness. (Surat Zuckerberg pada Security and Exchange Commission tahun 2012)

Apakah masih ada personal relationship saat linimasa penuh dengan negativisme? Mungkin beberapa teman masih mau lucu-lucuan dan berbagi di FB/IG. Namun dengan dekapan filter bubble yang hanya memunculkan tren dan posting terpopuler dari teman yang sepemikiran. Kejenuhan dan kejengahan mungkin yang muncul.

Jika hanya engagement yang dicari agar users terus kembali me-refresh linimasa. Apa bedanya dengan narkotika yang menimbulkan kecemasan dan kegelisahan. Intimidasi notifikasi kini begitu aktif, kreatif, bahkan progresif. Hal-hal yang tidak perlu kini diberikan notifikasi.

Dampaknya, orang akan terus melongok dan memandangi gawainya setiap saat. Entah itu di meja makan, di tempat tidur, sampai di dalam kelas. Kini perilaku dan kebiasaan orang pun tercermin dan tak terlepas dari postingan. Mulai dari pola partisan, fandom, sampai konsumerisme terekam baik di jejak digital. 

FB via ke-4 platform pun mengeksploitasi data users ini. Secara etika ada intransparansi apa yang terjadi di 'dapur' FB saat semua data users diolah dan dilabeli untuk iklan. 

Walau dalam surat di WSJ, Zuckerberg membeberkan apa yang sebenarnya terjadi pada data users. Namun masih banyak detail dan peran FB yang dianggap kurang preventif mencegah kebocoran privacy pengguna. 

Bahkan selama 15 tahun FB hadir di tengah-tengah kita. Artificial intelligence (AI) yang mengenali clickbait, hate speech, hoaks, dan posting partisan berakun palsu masih sulit dibuat. Berbeda dengan model AI yang begitu progresif mentarget iklan dan mensegregasi penggunanya.

Privacy - Foto: pixabay.com
Privacy - Foto: pixabay.com

We believe that this creates a greater number of stronger relationships between people, and that it helps people get exposed to a greater number of diverse perspectives. (Surat Zuckerberg pada Security and Exchange Commission tahun 2012)

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Gadget Selengkapnya
Lihat Gadget Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun