Atau seandainya pihak jurnalis Kumparan di lokasi menghubungi langsung pihak BMKG via video conference. Konferensi via video call ini setidaknya bisa memberikan indikasi dan laporan langsung sang jurnalis Kumparan kepada BMKG. Sebelum mengabarkan bahwa terjadi tsunami di Anyer.
Sehingga kedua belah pihak bisa bermufakat bahwa yang terjadi adalah tsunami. BMKG dan Sutopo tidak perlu mengabarkan warga Anyer untuk kembali ke tempat tinggal. Dan Kumparan dengan melansir informasi BMKG bisa lebih dipercaya saat mengabarkan.
Nafsu mengabarkan pertama dan aktual mungkin terlintas dalam benak jurnalis Kumparan. Sedang BMKG dan Sutopo berseloroh yang terjadi hanya korban tinggi untuk mencegah kepanikan warga. Walau sejatinya, saat kejadian dan sesudahnya kedua belah pihak bisa bekerjasama mengabarkan.
Ini adalah pelajaran bagi media massa digital dan institusi negara ini. Tidak terjalinnya komunikasi institusi pemegang informasi dapat berdampak buruk untuk publik. Peristiwa Anyer harusnya memberi refleksi kedua pihak. Miskomunikasi malah berimbas pada misinformasi.
Dan misinformasi pada tsunami Anyer mempertaruhkan unsur moril dan materil.
Salam,
Solo, 01 Desember 2019
09:48 pm
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H